Kamis, 16 Juni 2011

Tuanku Syekh Mudik Tampang - Rao : Ketokohan, Institusi dan Naskah-naskah Kuno Islam

Oleh : Apria Putra & dkk.
Edit : Muhammad Ilham

Artikel ini merupakan "resume" penelitian naskah klasik Islam Minangkabau yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya-Adab (Kelompok Pecinta Naskah Kuno) di beberapa tempat di Sumatera Barat, salah satunya di Pasaman. Kelompok yang memiliki motivasi dan militansi "berburu" naskah klasik Islam ini telah mampu melakukan "mapping" dan digitalisasi beberapa naskah klasik Islam. Mereka ini adalah "manusia langka" dalam "ranah keilmuan" yang langka pula. Fakultas Adab IAIN Padang, termasuk saya, merasa beruntung memiliki mahasiswa seperti mereka.

Tak ada sumber otentik yang berbicara secara langsung mengenai Tuanku Mudik Tampang, siapa beliau. Dari gelar nama beliau, dapat dimengerti bahwa nama itu hanya berupa gelar kehormatan, yaitu terdiri dari kata “Tuanku” dan “Mudik Tampang”. Tuanku ialah gelaran yang biasa dipakai untuk orang-orang besar, di Minangkabau dikenal sebagai gelar Ulama. Sedangkan “Mudik Tampang” ialah nama daerah, yaitu sebuah distrik kecil di Tanah Rao. Jadi gabungan dua istilah ini memberikan pengertian bahwa sang Syekh berasal dari Mudik Tampang, Rao.Menurut salah satu sumber oral yang ditemui, Bapak Nasaruddin Hasibuan, sang Syekh Tuanku Mudik Tampang lahir dimasa tuan Syekh Abdurrauf Singkel (guru dari Syekh Burhanuddin Ulakan yang terkenal) masih hidup. Beliau digelari dengan panggilan Syekh nan Bacukua Sabalah, yaitu sebuah gelar yang mengungkap kekeramatan sang Syekh, menghilang dari kampungnya dan langsung tiba di Mekkah untuk memadamkan kebakaran dalam keadaan bercukur sebelah. Beliau seangkatan dengan ulama-ulama besar paruh abad ke-18 dan ke-19, diantaranya Tuan Syekh Muhammad Shaleh “Beliau Munggu” Padang Kandih Lima Puluh Kota, yang masyhur namanya di Tiga Luhak dalam ilmu Tarekat dan Hakikat (ayah yang Mulia Syekh Abdul Wahid “Beliau Tabek Gadang”); Maulana Syekh Ibrahim Kumpulan, masyhur sebagai guru besar Tarekat Naqsyabandiyah di abad ke-19. Beliaupun punya hubungan dengan Tuanku Rao, pimpinan Paderi yang dikenal dalam historiografi Batak dengan nama si Pokki Nangolngolan Sinambela.

Walaupun riwayat hidup beliau masih kabur, namun ada satu sumber yang memberikan sedikit informasi mengenai sang Syekh Mudik Tampang, sumber itu ialah Hikayat Jalaluddin, merupakan salah satu sumber lokal yang langka mengenai Paderi. Dinama Syekh Jalaluddin Ahmad Faqih Saghir menyebutkan : …akan halnya cerita ini perimenyatakan asal kembang ilmu syari’at dan hakikat dan asal teguh larangan dan pegangan dan asal berdiri Agama Allah dan agama Rasulullah.……adalah seorang Auliya’ Allah yang kutab lagi kisyaf lagi mempunyai keramat yaitu orang tanah Aceh Tuanku Syekh Abdurra’uf, orang masyhurkan ia mengambil ilmu dari pada tuan Syekh Abdul Qadir Jailani. Itupun ia mengambil tempat di negeri Madinah tempat berpindah nabi kita Muhammad Rasulullah ‘alaihi wa sallam yaitu bimbing menghafazkan ilmu syari’at dan ilmu Hakikat ialah menjadi pintu ilmu sebelah pulau Aceh ini. Maka digarakkan Allah berlayar ia dikepala tempurung menjelang negeri Aceh adanya. Maka kemudian dari itu turunlah ilmu Tarekat ke negeri Ulakan kepada auliya’ Allah yang mempunyai keramat lagi mempunyai derajat yang a’la, ialah pergantungan ilmu tahqiq, ikutan dunia akhirat oleh segala makhluk di sebelah tanah ini. Maka berpindahlah Tarekat ke Paninjauan. Lalu kepada tuanku Mansiang nan Tuo. Segala surat-surat ia memakaikan tertib majlis lagi wara’ seperti Tuanku nan di Ulakan jua halnya. Maka dimasyhurkan orang pula Tuanku nan Tuo di negeri Kamang. Ia telah menghafazkan ilmu alat. Dan Tuanku di Lambah dan serta Tuanku di Puar, yang mempunyai keramat lagi beroleh limpah dari pada Tuanku di Paninjauan, orang Empat Angkat jua adanya. Maka Tuanku di Tampang di Tanah Rao datang dari negeri Madinah membawa ilmu mantiq dan ma’ani… (hal. 5-6). Dari keterangan Faqih Shaghir ini diketahui bahwa Tuanku Mudik Tampang masyhur namanya sebagai pemuka-pemuka ulama, khususnya di abad ke-18. beliau pernah belajar di Hejaz (Mekah dan Madinah), sehingga terkenal beliau sebagai ulama yang ahli dalam ilmu bahasa Arab, mantiq dan ma’ani. Selain itu beliau juga dikenal sebagai salah seorang Ulama Tarekat Naqsyabandiyah, hingga sekarang di surau bekas peninggalan beliau beratus-ratus orang, laki-laki dan perempuan, melaksanakan suluk dan wasilah.

Sebagai salah satu pusat pendidikan Islam tertua di tanah Rao, yang dipimpin oleh ulama besar Tuanku Mudik Tampang, surau Mudik tampang telah memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam, khususnya di Rao, umumnya di utara Minangkabau tersebut. Ketokohan dan kesantunan dakwah yang dimiliki Tuanku Mudik Tampang, telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para santri untuk datang menuntut ilmu ke Rao, menta’zhimi yang ‘Alim Beliau Mudik Tampang. Apatah lagi dalam upaya mengislamkan daerah-daerah perpaduan budaya Minang dan Batak itu. Selain menggembleng masyarakat dengan ilmu yang mendalam tentang Islam, Syekh Tampang juga mengajar masyarakat khusus untuk mengenal Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya lewat pengamalan Tarekat Naqsyabandiyah, dengan melakukan Suluk disetiap tahunnya. Sampai sekarang, sudah beberapa lewat generasi, ratusan orang masih bersuluk Tarekat Naqsyabandiyah setiap tahunnya. Sekarang, komplek surau Tuanku Mudik Tampang telah disulap menjadi Pesantren, dengan nama Pesantren al-Qur’an Darul ‘Ulum Rao, sebagai pelanjut cita-cita sang Syekh, pemenuhi tanah Rao di masa lalu.



"Kekayaan intelektual Naskah kuno Islam Rao", tim Naskah Klasik Islam Minangkabau (mahasiswa Fak.Ilmu Budaya - Adab IAIN Padang) menyisir tiap-tiap naskah peninggalan Tuanku Syekh Mudik Tampang.

Naskah-naskah Tua Rao : Inventarisasi Manuskrip Surau Tuanku Mudik Tampang

Sebagai halnya ulama-ulama yang hidup di awal berkembangnya pendidikan Islam di Minangkabau, maka tak ayal lagi Tuanku Mudik Tampang memiliki khutub khannah manuskrip. Apatah lagi Tuanku Mudik Tampang yang terkenal sebagai ulama yang pernah menuntut di Mekah Medinah, sedang dimasa-masa abad itu segala macam keilmuan Islam tertulis dalam bentuk makhtuthat (tulisan tangan), begitu pula ketika mengimla’ perkataan-perkataan guru, juga dengan tangan belaka. Indikasi yang ditemui di Surau Tuanku Mudik Tampang Rao bahwa dulunya skriptorium ini banyak menyimpan naskah-naskah Tua, ini terlihat dari tata ruang Surau yang dibuat begitu artistik. Di Mihrab surau terdapat sebuah ruang khusus Syekh. Di seluruh bagian dinding inilah ditemui rak-rak, yang cukup menampung ratusan kitab. Namun yang ditemui hanya puluhan manuskrip dari ratusan yang diperkirakan. Menurut salah satu sumber yang pernah ditemui, bahwa sewaktu sang Syekh dulu meninggal dunia, banyak diantara murid-muridnya yang mengambil kitab-kitab tersebut, apakah sebagai kenangan dengan sang guru atau memang ingin menggali ilmu yang terkandung di dalamnya, yang jelas naskah-naskah itu telah raib dari tempat penyimpanannya. Sebahagian kecil naskah-naskah yang tertinggal untuk selanjutnya di simpan di atas loteng (minang: pagu). Setelah hampir ratusan tahun tersimpan tanpa ada yang mengusik itulah Tim Sastra mencoba menyelamatkan kembali naskah-naskah tua itu, menginggat usia yang sudah tua yang satu saat bisa membuat naskah tersebut rusak dan akhirnya hancur ditelan zaman. Kemudian naskah-naskah tua tersebut diturunkan satu persatu dari tempat penyimpanannya. Setelah semua naskah dikeluarkan, maka terkumpullah sebanyak 32 manuskrip, kebanyakannya sudah tidak lengkap dimakan rayap. Kemudian naskah-naskah itu dibersihkan untuk di simpan selanjutnya.

(c) surautuo/2011

Buku “Bibliografi Karya Ulama Minangkabau awal abad XX”


Buku ini merupakan karya intelektual Kelompok mahasiswa Pecinta Naskah Klasik Islam Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya-Adab IAIN Padang (co : Apria Putra dkk.). Kelompok yang memiliki motivasi dan militansi "berburu" naskah klasik Islam ini telah mampu melakukan "mapping" dan digitalisasi beberapa naskah klasik Islam. Mereka ini adalah "manusia langka" dalam "ranah keilmuan" yang langka pula. Fakultas Adab IAIN Padang, termasuk saya, merasa beruntung memiliki mahasiswa seperti mereka.


Di dalam buku yang terbilang sederhana ini, penulis yang merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya-Adab IAIN Padang ini, mencantumkan karya-karya ulama yang telah dapat diinventarisasi di lapangan. Meski baru puluhan buah, namun diharapkan buku ini mampu membuka jalan untuk menengok dan menjejaki kembali khazanah Islam Minangkabau yang begitu menabjukkan. Tercatat 28 ulama berikut karyanya yang dideskripsikan dalam buku ini. ulama-ulama tersebut ialah :

1. Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi
2. Syekh Muhammad Sa’ad Mungka
3. Syekh Muhammad Dalil Bayang
4. Syekh Khatib Muhammad Ali al-Fadani
5. Syekh Thayyib Umar Sungayang
6. Syekh Yahya al-Khalidi Magek
7. Syekh Thaher Jalaluddin al-Falaki
8. DR. Abdul Karim Amarullah
9. Syekh Jalaluddin al-Kusai Sungai Landai
10. Syekh Abdul Wahid Tabek Gadang
11. Syekh Hasan Bashri Maninjau
12. Syekh Muhammad Jamil Jaho
13. Syekh Muhammad Jamil Jambek
14. Syekh Sulaiman ar-Rasuli
15. Syekh Muhammad Zein Batusangkar
16. Syekh Muda Abdul Qadim Belubus
17. Syekh Harun Toboh Pariaman
18. Syekh Ibrahim Musa Parabek
19. Syekh Abu Bakar Ali Naqsyabandi Maninjau
20. Syekh Janan Thaib Bukittinggi
21. Syekh Sidi Jamadi Koto Tangah
22. Haji Jalaluddin
23. Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim
24. Ust. Zainuddin Labay el-Yunusi
25. Buya H. Sirajuddin Abbas
26. Buya Hamka
27. Buya H. Mansur Dt. Nagari Basa
28. Syekh H. Yunus Yahya Magek

(c) surautuo/2011

Rabu, 01 Juni 2011

TUANKU NAN RENCEH Dalam Surat Keterangan Syekh Djalaluddin

Ditulis ulang oleh : Muhammad Ilham

Pengantar

Nama Tuanku Nan Renceh sudah tidak asing lagi di telinga banyak orang. Para peneliti sejarah gerakan pemurnian Islam di Minangkabau pun pasti sangat hafal betul nama yang satu ini. Namun seperti dinukil Suryadi, sosok Nan Renceh tidak sejelas namanya yang sudah begitu sering disebut dalam buku-buku sejarah. Putra Kamang bertubuh kecil ini diyakini pula sebagai salah seorang tokoh proklamator dan lokomotif utama Gerakan Paderi pada awal abad ke-19 silam. Selain militan dan karenanya pantas ditakuti, fragmen-fragmen kehidupan bekas murid Tuanku Nan Tuo Ampek Angkek ini pun penuh dengan aneka kontroversi. Meski banyak cap tak elok dilekatkan pada dirinya, hingga setakat ini kisah hidup Nan Renceh masih diliputi sejuta misteri yang perlu disigi dan digali, direkonstruksi serta diulangkaji. Sebagai dasar pijakan untuk menyusun mozaik sejarah hidup lebih utuh dari sosok tokoh pemberani yang tak jarang dibenci ini, penulis sengaja menukil lengkap otobiografi karangan Fakih Saghir, anak Tuanku Nan Tuo sekaligus teman seperguruan Tuanku Nan Renceh di zaman-zaman awal. Karangan yang disusunrangkai dari situs Malay Concordance Project ini didasarkan pada Surat Keterangan Syeikh Jalaluddin karangan Fakih Saghir, ed. E. Ulrich Kratz & Adriyetti Amir, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002. Semoga tulisan yang dimaksudkan untuk memberi pencerahan sejarah ini ada manfaatnya bagi khazanah sejarah lokal Sumatera Barat khususnya dan Indonesia pada umumnya.



Mukaddimah

Alamat surat keterangan daripada saya Fakih Saghir `Alamiyat Tuanku Samiang Syekh Jalaluddin Ahmad Kota Tuho jua adanya wa Allah : Wabihi nasta`ina bi `inayati yaitu cerita yang dimulai dangan* perkataan yang fasihat, yang terbit daripada hati yang suci lagi haning* lagi* jernih, dituliskan dangan faal yang khalas daripada segala ihwal, dipesertakan dangan muka yang manis lagi dihiasi dangan sebaik2 mukadimah, serta baik nazam dan tertib seperti intan yang ditatah dangan lembaganya lagi dipersalokan* dangan seindah2 johar dan mutiara; dikeluarkan dangan perkataan yang tidak kazib dan khianat hanya semata2 khilaf dan lupa, dan perkataan yang sedikit2 adanya.

Asal Mula Kembang Ilmu Agama di Pulau Andalas

Bahwa inilah cerita daripada saya, Fakih Saghir `Alamiyat Tuanku Samiang Syekh Jalaluddin Ahmad Kota Tuho adanya. Akan halnya cerita ini peri menyatakan asal kembang ilmu syari`at dan hakikat, dan asal teguh larangan dan pegangan, dan asal berdiri agama Allah dan agama Rasullah daripada awalnya lalu kepada akhirnya, lalu kepada perang hitam dan putih hingga keluar Kompeni Wolanda ke Tanah Darat ini adanya. Maka adalah saya, Fakih Saghir, mendengar cerita daripada saya punya bapa´, sebabnya saya mengambil pegangan ilmu hakikat. Karena cerita ini adalah ia setengah daripada adab dan tertib wara` orang mengambil petuah jua adanya. Ya`ni adalah seorang aulia Allah yang kutub,* lagi kasyaf,* lagi mempunyai keramat, yaitu orang Tanah* Aceh, Tuan Syekh Abdul Rauf orang masyhurkan. Telah ia mengambil ilmu daripada Tuan Syekh Abdul Kadir al-Jailani. Itu pun ia mengambil tempat di negeri Medinah, tempat berpindah* Nabi kita Muhammad Rasullah sallallahu `alaihi wasallam, yaitu bimbing mehafazkan ilmu syari`at dan hakikat; ialah menjadi pintu ilmu sebelah pulau Aceh ini.

Maka telah disampaikan Allah maksudnya itu, maka disuruhlah oleh Tuan Syekh Abdul Kadir al-Jailani mengembang ilmu itu ke negeri pulau Andalas bumi Sumantera ini. Maka digarakkan* Allah berlayarlah ia di kepala tempurung menjalang* negeri Aceh adanya. Maka kemudian dari itu turunlah ilmu tarikat ke nagari Ulakan kepada aulia Allah yang mempunyai keramat lagi memunyai darjat yang a`la, ialah pergantungan ilmu tahkik, ikutan dunia akhirat oleh segala makhluk yang sebelah tanah ini.

Maka berpindahlah tarikat ke Paninjauan lalu kepada Tuanku di Mansiang nan Tuho sekali2, serta ia memakaikan tertib majlis lagi wara` seperti Tuanku di Ulakan jua halnya. Maka dimasyhurkan orang pula Tuanku nan Tuho dalam nagari Kamang. Ia telah mehafazkan ilmu alat. Dan Tuanku di Lembah serta Tuanku di Puar yang mempunyai keramat, yang beroleh limpah daripada Tuanku di Paninjauan, orang Empat Angkat jua adanya. Maka ada pula Tuanku ditompang di Tanah Rao datang di negeri Mekah Medinah membawa ilmu mantik dan ma`ni. Maka berpindah pulalah ilmu itu kepada aulia Allah yang kasyaf lagi keramat* `Alamiyat* Tuanku nan Kecil dalam nagari Kota Gadang adanya. Maka ada pula lagi Tuanku di Sumani´ datang di negeri Aceh mehafazkan hadith dan tafsir dan ilmu fara´id. Telah masyhur ia dalam Luhak nan Tigo ini adanya.

Adapun asal ilmu saraf ialah Tuanku di Talang dan asal ilmu nahu yang tiga itu ialah Tuanku di Selayo yang sangat alamiyat ahlul-nuhat yang ada keduanya dalam nagari Kubung Tigo belas adanya. Adapun saya, Fakih Saghir, adalah saya bertemu dangan Tuanku di Mansiang nan Tuho sekali2 dan Tuanku nan Keramat dalam nagari Kota Gadang pada masa umur saya kecil; dan Tuanku di Sumani´ serta saya mengambil ilmu pula adanya.

Tuanku Nan Tuo, Perhimpunan Ilmu Agama

Fihak kepada Tuanku nan Tuho dalam nagari Kota Tuho, ialah mengambil ilmu daripada Tuanku di Kamang, dan Tuanku* di Sumani´, dan Tuanku di Kota Gadang, dan Tuanku di Mansiang nan Tuho sekali, dan Tuanku di Paninjauan jua. Maka berhimpunlah ilmu mantik dan ma`ni, hadith dan tafsir, dan beberapa kitab yang besar2 dan sekalian yang pehasilkan ilmu syariat dan hakikat kepada Syekh kita Tuanku nan Tuho dalam nagari Kota Tuho semuhanya. Maka telah masyhurlah khabar Tuanku ulama yang kasyaf mehafazkan sekalian kitab, mehimpunkan sekalian faidah ilmu syariat dan hakikat, dan menyatakan perbedaan antara kafir dan Islam. Maka sebab itu banyaklah orang yang rindu dendam datang ke nagari Kota Tuho mengambil ilmu, mehafazkan sekalian kitab dan meminta´ petuah keputusan ilmu syariat dan hakikat. Maka ramailah tiap2 dusun dan puriah* dalam nagari Empat Angkat dan sukar mehinggakan ribu dan laksa luhuk dan lahak. Maka banyaklah orang yang jadi alim dan ulama yang kasyaf dalam Luhak nan Tigo ini, lalu ke Tanah Rao dan tiap2 taluk rantau dan sekalian nagari dalam pulau Aceh ini. Semuhanya itulah asal kembang ilmu dalam tanah ini adanya.

Kelakuan Orang Agama

Fihak kepada kelakuan orang agama semuhanya, ialah mengerjakan lalim aniaya, menyamun dan menyakar, melaka´ dan melakus, maling dan mencuri, menyabung dan bejudi, minum tuak dan minum kilang, memakan sekalian yang haram, merabut dan merampas, tidak* berbezo halal dan haram, larangan dan pegangan, dan mau berjual orang; dan jikalau ibunya dan syaudaranya* sekalipun, dan banyaklah orang dagang dirampasnya dan dijualnya. Itu pun Tuanku nan Tuho mendirikan larangan dan pegangan serta Tuanku2 yang lainnya. Maka sebab banyak orang terjual dan dirampas orang serta lama zaman, maka sangatlah lalah payah Tuanku menuntut orang nan terjual dan orang nan kena´* rampas itu. Dan banyaklah silang selisih, gaduh2 kelahi, dan bantah* dan berparang2; tetapi tidak me´alahkan nagari adanya.

Tuanku Nan Tuo, Pernaungan Anak Dagang

Saya Fakih Saghir seperti demikian pula, sebab ada jua saya menurut daripada saya punya* bapa´. Lagi saya dijadikan kepala bermulut oleh Tuanku2 nan Tuho* beperda`wakan orang nan ditangkap orang dan orang nan dirampas. Di mana-di mana larangan itu dibinasakan orang. Dan serta lama zaman berapa berapalah orang dagang dirampas orang dan ditangkap orang tidak jua boleh hilang melainkan kembali jua hanya, dan berhutang jua orang nan menangkap dan orang nan rampas itu, atau dialahkan kampungnya atau diparangi nagarinya. Maka sebab itu sangatlah takut orang menangkap orang dagang dan orang menjalang dia. Dan jikalau kanak2 yang kecil dan perempuan dan masuk nagari yang berlawanan sekalipun tidak jua boleh cala binasa adanya. Maka sempurnalah teguh larangan pegangan orang dagang dan orang memakaikan sembahyang. Dan jikalau fakir yang hina sekalipun dan syantosalah* ia pergi dan datang dan perjalanannya ke kiri dan ke kanan ke mana ke mana ia pergi dalam Luhak nan Tigo ini dan sekalian taluk rantau lalu ke tanah Rao jua adanya. Itulah asalnya orang dagang dan orang memakaikan sembahyang, larangan, `alim namanya. Maka terlebih sangatlah masyhur Tuanku nan Tuho ulama yang pengasih lagi penyayang, tempat pernaungan segala anak dagang, ikutan segala sidang imam syari`at ahlulsunah dan ahluljamaah sultan alim* aulia´ Allah `alaihi al-darajat wa-l-ratibat fi'ddarain.

Fakih Saghir-Tuanku Nan Renceh Mufakat Menegakkan Agama

Maka dalam masa itu jua, adalah saya, Fakih Saghir, berhimpun dangan Tuanku nan Renceh dalam mesjid Kota Hambalau di nagari Candung Kota Lawas jua adanya. Telah saya duduk bersanang2 mehafazkan ilmu fiqh. Itu pun saya telah dimasyhurkan orang pandai memafhumkan ilmu fiqh pada masa saya muda umur sekali2. Maka sebab itu banyaklah orang berhimpun2 kepada tempat itu, mengambil ilmu mehafazkan kitab fiqh itu, karena ilmu yang terlebih dikasihi pada masa itu ialah ilmu fiqh.

Maka sebab beberapa kali tamat saya me´ajarkan ilmu fiqh itu, mengertilah saya apa2 perkataan yang sabit dalam kitab itu, ya`ni ialah mensucikan segala anggota daripada najis dan lata, dan memandikan sekalian badan daripada segala hadnya; dan wajib atas Islam mendirikan rukun yang lima itu, yaitu me`ikrarkan kalimat yang dua patah serta mentasdikkan dia, dan mendirikan sembahyang yang lima* pada segala waktu,* dan mendatangkan zakat* kepada segala fakir dan miskin, dan puasa pada bulan Ramadan, dan naik haji atas kuasa, dan menyatakan berjual dan memali* dan yang harus dijual dan dibali,* dan menyatakan sendiri dan besyarikat, dan menyatakan sekalian akadnya sahnya dan* batalnya, dan menyatakan membahagikan arta kepada segala warisnya, dan menyatakan nikah dan idah serta segala akadnya, dan wajib nafakah atas perempuan dan atas segala karib, dan menyatakan segala hukum sahnya dan batalnya, dan mehukum antara segala mahanusia dangan adil, dan menyuruh mereka itu dangan berbuat baik dan menagah daripada berbuat jahat. Inilah setengah kenyataan perkataan yang sabit dalam ilmu fiqh adanya. Maka sebab itu jua digarakkan Allah terbitlah dalam pikir hati saya, Fakih Saghir, yaitu hendak mendirikan agama Allah dan agama Rasullah, dan membaiki tertib dan wara`, dan membuangkan sekalian perbuatan yang jahat dan perangai yang kaji,* dan berbaiki tempat dan mesjid dan sekalian pekerjaan yang dik.´.f.n.y* syara` pula adanya. Maka setelah itu jua mufakatlah saya dangan Tuanku nan Renceh hendak mendirikan pekerjaan itu. Itu pun* Tuanku nan Renceh terlebih sangat berahi dan berapa2 kali mufakat, beria2* jua sambil duduk bersanang2 mehafazkan ilmu. Pada masa itu ia lai* dimasyhurkan orang dangan Khatib Jobahar* adanya.

Tuanku Nan Renceh Pulang ke Kamang

Maka telah lama sedikit antaranya, maka Tuanku nan Renceh kembali pulang ke nagarinya. Telah ia menegahkan orang mengambil tuak dan meminum dia. Telah ada pula seorang lagi Tuanku menanti, Malin gelarnya. Iapun suka lagi kuat lagi berani, sempurna pehaluan mendirikan pekerjaan itu. Ia bersama2 menegahkan orang meminum tuak, dan menyuruhkan orang sembahyang. Maka sebab itu terbitlah kelahi dan bantah, tetapi tidak dangan parang, hanya semata2 gaduh2 saja baharu. Maka dimasyhurkan oranglah seorang Tuanku nan Gapu´ dan seorang pula Tuanku nan Renceh, sebab kecil tubuhnya. Itu pun Tuanku nan Renceh mehimpunkan tempat mesjidnya dan membaiki tempat supaya nak berahi hati mendirikan agama, serta ia berkekalan menyuruhkan orang sembahyang jua adanya.

Madrasah Fakih Saghir Diserang

Saya, Fakih Saghir, pun seperti demikian pula. Adalah saya mendirikan jema`at berempat orang; seorang saya, dan bapa´ saya, seorang pula orang lainnya, serta saya punya syaudara, ialah nan dimasyhurkan orang* Tuanku di Kubu Sanang. Pada masa itu ia lai bernama Khatib Jobahar. Maka bersungguh2lah saya menyuruhkan orang sembahyang hingga sampai berdiri jema`at dua belas orang, dan menyuruhkan orang menunaikan zakat serta membahagikan kepada segala fakir dan miskin. Pada masa dahulu ada jua orang menunaikan zakat tetapi sedikit2; tidak dibahagikan antara segala fakir dan miskin, melainkan dihimpunkan saja supaya diambil faidah barang apa2 maksudnya, dan menyuruhkan orang maulud akan nabi salla l-lahu `alaihi wasallam* serta membaiki tertibnya, dan tertib orang memakaikan agama Islam.

Sebab banyak2 terbit hujat dan burhan daripada saya banyaklah asung fitnah dalam nagari, dan banyak* pulalah bantahan mereka itu. Maka jadilah saya dibuangkan orang, dan berapa2 kali disarangnya* saya punya mendrasah.* Dan karena sangat karas* bantahan mereka itu, sangatlah lahir benar pekerjaan agama, dan banyaklah orang memakaikan agama Islam. Dan masyhurlah pekerjaan itu kepada tiap2 nagari serta ia mengambil dalil akan hukumnya. Sungguhpun ada pekerjaan seperti demikian semuhanya Tuanku nan Tuho jua menjadi tiang sendi adanya.

Haji Miskin Pulang Dari Makkah

Maka sekira2 empat tahun lamanya mendirikan agama itu, digarakkan Allah datanglah Tuanku Haji Miskin di negeri Mekah Medinah. Kemudian sempurna hajinya, ia mendapat ke nagari Batu Tebal, sebab ada masa dahulu, sebalum ia pergi haji, adalah ia diam pada nagari itu, karena ia mengambil ilmu daripada saya punya bapa´ masa dahulunya. Maka daripada karena banyak mendengar khabar daripada hal pekerjaan orang Mekah Medinah, bertambah2lah berahi hati mendirikan agama Allah dan agama Rasullah, dan bersungguh2lah orang mendirikan sembahyang hingga sempurna jema`at empat puluh orang.

Maka telah lama sedikit antaranya, pulanglah Tuanku Haji Miskin ke nagari Pandai Sikat, dan bersungguh2 ia mendirikan agama serta ia berbaiki tempat adanya. Maka terlebih sangat pulalah masyhur pekerjaan Tuanku Haji Miskin, dan banyaklah orang mendirikan agama pada barang mana nagari adanya. Maka daripada mula2 pulang Tuanku Haji Miskin di negeri Mekah Medinah hingga orang ketumbuhan banyak habis, sembilan tahun kamariah lamanya.

Haji Miskin Pindah ke Luhak Lima Puluh, Tuanku Nan Tuo Dilarang Masuk Aia Tabik

Kemudian maka berpindahlah Tuanku Haji Miskin kepada Luhak Lima Puluh.Telah ia mengambil tempat di dalam mesjid Sungai Landai namanya dalam nagari Air Terbit jua adanya, serta ia bersungguh2 mendirikan agama Allah dan agama Rasullah. Maka lama sedikit antaranya, banyaklah asung fitnah dalam nagari itu, karena ia hendak meminasakan pekerjaan Tuanku Haji Miskin jua maksudnya. Maka sebab itu pun Tuanku nan Tuho berjalan menjalang Tuanku Haji Miskin akan menolong pekerjaannya itu, supaya nak karas agama Allah dan agama Rasullah, serta beberapa orang mengiringi, sekira2 empat puluh orang banyaknya. Maka tempo Tuanku nan Tuho datang hampir nagari Air Terbit itu, maka ditegahkan oranglah Tuanku masuk ke dalam nagari itu, karena sangatlah takutnya kepada Tuanku adanya. Dan adalah masa dahulu Tuanku nan Tuho me´alahkan nagari Taram namanya, sebab ada Tuanku2 dalam nagari Taram itu menyalahi ilmu Tuanku di Ulakan jua adanya.

Itulah sebab sangat takut orang Air Terbit dimasuki nagarinya. Itu pun Tuanku nan Tuho berkeliling ke nagari Mungo Handalas namanya. Maka berhimpunlah ke sana tiap2 nagari dalam Ranah Lima Puluh, serta Tuanku di Luhak pula adanya ialah menolong pekerjaan Tuanku nan Tuho, sebab ada ia mengambil ilmu masa dahulunya. Maka tetaplah Tuanku pada nagari itu sekira2 empat hari lamanya, dan banyaklah daya dan upaya menegahkan Tuanku masuk ke nagari Air Terbit itu jua.

Maka daripada menilik sangat sukar pekerjaan itu, terbitlah dalam fikir hati saya, Fakih Saghir, maka kata saya, "Wah Tuanku, ampunlah saya di bawah tapak kaki Tuanku. Fihak kepada pekerjaan kita ini sangatlah karasnya. Tidak sepatubnya* orang punya bicara seperti demikian, fikir hati saya. Sekarang seboleh2nya hendaklah Tuanku maafkan, biarlah saya punya bicara." Itu pun Tuanku memaafkan pula sekarang itu jua adanya. Maka kata saya, "Fakih Saghir memohonkan ampun", serta saya berdiri mendatangkan sembah seperti adat orang Melayu jua halnya, ya`ni, "Ampunlah saya kepada Penghulu2 dan Tuanku2, Imam dan Khatib, dan segala pilih* hulubalang dalam Luhak Ranah Lima Puluh ini semuhanya. Adapun Tuanku datang sekarang ke nagari ini bukan berbuat hiru hara kejahatan,* melainkan menyuruhkan kamu berbuat baik dan menagahkan* kamu berbuat jahat, dan beperdamaikan kamu daripada kelahi dan bantah, dan menyusun mufakat kamu orang Lima Puluh supaya nak sanang mereka itu semuhanya. Itulah halnya. Maka bagaimanalah* bicara kamu. Tidak sepatubnya pekerjaan kamu seperti ini rupanya. Adakah tidak tahu kamu akan bahwa sungguhnya Syekh kita ini aulia Allah Sultan Alam namanya? Dan tidak pulakah tahu kamu akan besar keramatnya dan bekas kerajaannya?"

Maka tidak suatu jua jawab daripada mereka itu semuhanya, melainkan semata2 gaduh2 daripada sangat takut dan gemetar* tulang, sebab nagari akan binasa saja hal adanya. Hanya kata berkata sama sendirinya, yaitu kata mereka itu, "Sekarang kini jua sebab perkataan Fakih Saghir ini, hampirlah binasa nagari kita ini semuhanya, seperti nagari Taram masa dahulunya pula halnya." Itulah sebabnya saya dinamai orang Fakih Saghir pula adanya. Sekarang itu pun Tuanku berdiri* hendak berjalan ke nagari Air Terbit. Sekalian mereka itu pun berganding2 di kiri* dan di kanan serta hiru2 hati mereka itu semuhanya. Setelah disampaikan Allah Tuanku hampir nagari Air Terbit itu pun, keluarlah orang nagari Air Terbit itu semuhanya, serta ia membawa alat persembahan; dalamnya itu beberapa hadiah dan sedekah. Setelah sampai* mereka itu* di hadapan Tuanku sekalian, mereka itu pun sujud semuhanya, ialah menyusun jari nan sepuluh, menjujung* tapak kaki Tuanku, serta ia memohonkan ampun.

Maka kata seorang yang arif bijaksana, "Wah Tuanku, ampunlah kami di bawah tapak kaki duli hadirat Tuanku. Segala salah beribu kali ampun, segala* kafir beribu kali* tobat. Tuanku jua mempunyai maaf. Apa2 Tuanku punya hukum, kami pun suka menurut. Tidak kami mendalih mendarita lagi. Dan jikalau mengucap kalimat yang dua patah dan memakaikan syariat Islam sekalipun, telah kami sukakan jua semuhanya." Sekarang itu pun Tuanku telah memaafkan serta ia meminta´kan doa kepada Allah dan kepada Rasullah, itulah halnya. Ketika itu jua Tuanku pun diangkat orang persilaan lalu berdiri hendak berjalan, serta mereka itu semuhanya lagi bersuka2 serta bersanang fihak perjalanannya. Maka setelah sampai Tuanku serta mereka itu masuk ke dalam nagari Air Terbit dan tidak melihat mereka itu apa2 pekerjaan hiru hara kejahatan, suka2lah hati mereka itu semuhanya dan kata berkata sama sendiri mereka itu, yaitu, "Sebaik2nyalah kita membayar pula dan nazar meminta´ doa selamat kepada Tuhan subhanahu wata`ala, serta kita menerimakan apa2 Tuanku punya hukum adanya."

Maka sebab itu mufakatlah segala penghulu2 dalam nagari itu sekira2 sepuluh hari lamanya, ialah hendak memotong kerbau serta* ia mehasilkan alat jambar hidangan, dan mehasilkan hadiah dan nafakah akan halas* tobat, dan mehiasi tempat dan mesjid, labuh dan tepian, dan tempat permedanan pula adanya. Maka setelah sudah mufakat mereka itu dan lah* hasil pekerjaan mereka itu, maka mereka itu memotong kerbau sembilan ekor banyaknya, serta mereka itu mehimpunkan orang Ranah Lima Puluh barang sekira2 patubnya.* Pada hari itu jua mereka itu minum dan makan serta mereka itu mehantarkan hadiah dan nafkah akan halas tobat, ialah Tuanku me´ajarkan kalimat yang dua patah. Sekalian mereka itu pun mengucap semuhanya, yaitu kalimat asyhadu an la ilaha illa 'Llah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulu'Llah jua adanya.

Maka setelah sempurna minum makan mereka itu, dan mengucap kalimat yang dua patah serta mentasdikkan dia, lagi suka pula mereka itu menyempurnakan sekalian rukun Islam yang lima itu semuhanya, ketika itu jua mesyuaratlah seorang yang cerdik cendakia* yang lebih canai bilang pandai, ialah Tuan Khatib Betuah, orang Limbukan yang dimasyhurkan orang pada masa itu Engku Besar adanya, ya`ni kesudah2an mesyhuwarat* yang dipersembahkannya itu. "Adapun penghulu nan belima orang serta orang nan lima suku dalam nagari Air Terbit ini dan serta orang nan lima buah nagari yang ada dalam pelintah* penghulu nan belima itu, sekarang kini ialah kami* ‘hitam nan tidak bekuran lai, putih nan tidak behata´* lai’, putih, putih, putih, seputih2nya." Itulah asalnya dapat nama hitam dan putih; tetapi tidak dihadapkan kepada siapa2 yang hitam dan siapa2 yang putih, hanya semata2 me`ibaratkan daripada fihak sangat bersungguh2 menurut hukum Tuanku saja hanya. Kemudian daripada sempurna pekerjaan seperti demikian itu, pulanglah Tuanku nan Tuho ke nagari Empat Angkat. Daripada hal keadaannya duduk bersanang2 tetapi pada masa yang sedikit hal adanya.

Sabung di Balai Biaro, Masjid Nagari Batu Taba Diruntuh

Fihak kepada saya, Fakih Saghir, daripada sangat rindu hati kepada bertambah2 agama serta sangat suka sebab bertambah2 kaum, itu pun terbitlah dalam pikir hati saya, hendak menagahkan orang menyabung dan minum tuak juga, dan sekalian pekerjaan* yang tidak dihalalkan Allah dan Rasullah. Itu pun banyaklah kelahi dan bantah daripada satu hari kepada suatu hari, daripada satu bulan kepada suatu bulan, hingga panjanglah zaman dan beredar2lah pekerjaan itu daripada suatu tempat* kepada suatu tempat,* daripada suatu nagari kepada suatu nagari yang telah ada keliling nagari* Empat Angkat jua adanya. Kemudian lagi pula maka diramaikan orang pula sabung di Balai Biharo namanya dalam nagari Hampang Gadang jua adanya. Bukan ia semata2 mendirikan sabung, melainkan ia mengintai kelahi dan bantah jua nan terlebih dimaksudnya.

Setelah itu maka berhimpunlah Tuanku nan Tuho serta Tuanku2 yang lainnya yang ada dalam nagari Empat Angkat jua. Maka ditegahkanlah sabung itu dan sangatlah bantahan mereka itu dan mananglah* mereka itu berkelahi, sebab beribu kali ganda banyaknya sekarang itu jua. Maka diruntuhnyalah mesjid dalam nagari Batu Tebal serta mendrasah saya, Fakih Saghir, dan dirampasnya sekalian isinya daripada segala kitab dan yang lain2nya daripada beberapa arta. Dan banyaklah hujat dan gunjing mereka itu. Dan kata sekalian munafik mereka itu, ya`ni, "Fakih Saghir jua nan terlebih me´arai2 musuh. Inilah kesudahan pekerjaannya." Itulah kebanyakkan kata mereka itu. Barangkali ada mulut saya tekabur sedikit atau hati saya tetap.* Kepada Allah jua kembali pekerjaan.*

Dan kata setengah mereka itu, "Kembalilah kita daripada agama ini". Dan setengahnya pula, "Adapun sekalian kita ini terlalu banyak luka dan patah. Inilah banyaknya lawan kita berkelahi tidak jenis akan telawan oleh kita. Mesjid kita pun lah* runtuh, kawan kita pun lah* banyak munafik, apalah akan daya kita. Terlebih baiklah kita diam2 saja." Maka berkata pula seorang yang pahlawan* pada dunia ini, "Sangatlah kita hina, sepuluh kali gandalah hina kita pada kampung akhirat. Maka lebih baiklah kita mehasilkan sekalian alat senjata perang. Maka terlebih sangatlah masyghul Tuanku di Kubu Sanang melihat hiru hara pekerjaan seperti demikian dan lebih pula sangatlah malu daripada segala mahanusia, lagi pula malu akan segala makhluk menjadi kulit iman, beribu kali gandalah malu kepada Allah ta`ala dan sangatlah sangka waham daripada tidak dapat apa2 kesudah2an pekerjaan* ini." Maka kata saya, Fakih Saghir, "Wah, Tuanku, adakah tidak Tuan ketahui di dalam Qur´an ya`ni tidak syentosya* akan daya Allah melainkan seman yang tidak iman akan Allah hanya dan bagaimanalah Tuan sangat masyghul daripada hiru hara dunia ini? Maka sabarlah Tuan daripada apa2 hukum Allah dan daripada hiru hara sekalian mahanusia ini bahwa sungguhnya setengah daripada tanda mu`min yang pilihan menahan cobaan jua hal adanya.

Fihak kepada agama kita akan runtuh janganlah Tuan rusuhkan; dan jikalau sebalum* datar sekalian bukit ini insya Allah ta`ala balum dihabiskan Allah agama ini. Biarlah saya bicarakan jua ke kiri dan ke kanan, barang mana daya saya dayakan jua mesjid nan runtuh. Janganlah Tuan hibakan nagari akan binasa. Inilah tandanya insya´ Allah ta`ala dangan parang jua kita sudahi nan patubnya."* Setelah itu pun* saya bicarakan jua kepada barang siapa2 orang nan mau memakai agama Allah dan agama Rasullah. Maka telah* lama antaranya itu pun Tuanku nan Tuho memotong kerbau dan jawi sekira2 dua belas ekor banyaknya. Telah ia memanggil Tuanku2 dan penghulu2 yang kepala2 yang ada keliling nagari itu daripada ia membicarakan pekerjaan* agama jua adanya.

Gelanggang Bukik Batabuah, Perang Berbalas

Maka lama sedikit antaranya adalah orang mendirikan gelanggang dalam nagari Bukit Betabuh namanya. Pada masa itu Tuanku nan Tuho mehimpunkan segala Tuanku2 dan penghulu2, ialah hendak menagahkan* gelanggang itu, tetapi dangan bicara saja hanya. Maka ketika berhimpun2 Tuanku2 dan penghulu2 hendak mufakat, datanglah segala hulubalang serta orang banyak serta ia membawa alat senjata, batu dan galah, dan setinggar. Itu pun Tuanku2 lari semuhanya, tidak mumkin ditolakkan melainkan dangan memasang badir* dan jenapang. Maka saya, Fakih Saghir, berbicara sekira2 enam orang, "Jikalau tidak kita jadikan parang sekarang ini jua, tidaklah habis malu kita yang terdahulu lalu* kepada anak cucu kita, dan sampailah habis larangan dan pegangan. Baiklah kita pasang jua sekarang, barangkali ia luka dan mati akan balas* mesjid kita nan runtuh." Ketika itu saya, Fakih Saghir, memasang setinggar adanya; digarakkan Allah sampailah luka orang Bukit Betabuh lalu kepada mati, dan dipotong orang* pula seorang* yang lainnya, dan sempurnalah jadi parang sehari itu adanya.

Sebab itu banyaklah hujat* dan fitnah, dengki dan khianat, dan banyaklah khasam dan adawat; ada kalanya sama serumah dan ada kalanya antara dua orang besyaudara,* dan ada kalanya antara anak dan bapa´nya, dan banyaklah asung dan fitnah, gunjing dan tempalak, ya`ni kata setengah mereka itu, "Pada hari ini sananglah hati Fakih Saghir; mesjid nan binasa, mendrasahnya nan runtuh,* inilah balasnya."* Dan kata setengah yang lain pula, "Fakih Saghir ini kita bunuh jua nan patubnya;* bukan ia semata2 mendirikan agama, melainkan ia malu daripada mesjid nan runtuh dan mendrasahnya nan binasa, lagi ia melaku2kan* cerdik pandainya dan melakukan keatasannya serta ia mehina2kan kita dan mehabiskan adat pusaka kita. Nagari kita binasa. Inilah rupanya. Tidak kita melihat* daripada Tuanku2 nan dahulu2, melainkan daripada kanak2 yang kecil ini baharu adanya." Maka daripada sangat karas parang itu, datanglah Tuanku2 pada tiap2 nagari berkaum2. Ia* menjalang Tuanku nan Tuho serta ia membawa alat senjata parang karena banyak musuh sepanjang jalan dan banyaklah orang berhimpun2 dalam nagari Kota Tuho, sebab Tuanku nan Tuho jua nan diimamkan orang. Maka sekira2 empat bulan lama masanya berhentilah parang itu. Gelanggang pun rabah.* Itulah halnya.

Gelanggang Nagari Parabek

Kemudian lagi pula didirikan oranglah* gelanggang di nagari Parabe´ di belakang nagari Padang Luar, dalam nagari Ladang Lawas Banuhampu jua adanya. Maka ditegahkan orang pula gelanggang itu. Tuanku di Padang Luar punya pelintah. Ia meminta´ tolong kepada Tuanku nan Tuho. Itu pun Tuanku berdiri serta orang banyaknya. Pada hari itu jua parang pun jadi dan banyaklah mati dan luka sebelah menyebelah, tetapi segera habis parang itu sekira2 sepuluh hari lamanya sebab cerdik Tuanku di Ladang* Lawas memeliharakan nagarinya jangan binasa adanya.

Tuanku Terabi Dirampas, Tuanku Nan Renceh Komandoi Perang

Maka lama pula antaranya adalah seorang Tuanku Terabi orang Kota Baharu pergi berniaga ke nagari Kamang Bukit adanya. Telah ia dirampas orang mata* benda perniagaannya. Maka daripada karena cerdik pandainya, jadilah ia mengadukan pekerjaannya* itu kepada Tuanku nan Renceh* dan Tuanku2 tiap2 sidang dalam nagari Bukit itu semuhanya, ya`ni katanya, "Wah, Tuanku, ampunlah saya di bawah tapak kaki Tuanku2 nan tiap2 sidang dalam nagari ini semuhanya. Fihak diri saya ini ialah saya telah dirampas orang mata benda perniagaan* dalam nagari ini. Sebabnya ada saya memakaikan sembahyang ayyam saya, larangan `alim namanya. Dan jikalau lai teguh jua Tuanku2 menguatkan larangan pegangan itu, seboleh2nya sekarang ialah saya hendak meminta´ tolong kepada Tuanku2 mengerjakan pekerjaan saya itu. Sungguhpun saya kehilangan mata benda tijaroh,* larangan `alim kan binasa nan terlebih saya rusuhkan. Tetapi jikalau lai digarakkan Allah kembali arta saya itu, apa2 Tuanku punya hukum, telah saya sukakan menurut pelintah Tuanku, dan suka pula saya menyuruhkan orang nagari saya memakai agama Allah dan agama Rasullah seperti Tuanku punya kerja ini adanya."

Daripada mendangar kata seperti demikian itu pun, Tuanku2 suka mengerjakan sekarang itu jua menyuruh orang banyak meminta´ kembali arta. "Jikalau ia anggak* mengembalikan, lebih* baiklah kita lawan parang supaya nak lahir teguh agama Allah dan agama Rasullah." Maka berdirilah Tuanku2 serta orang banyak menyarang kampung orang aniaya itu. Maka daripada sangat karas kelahi dan bantah serta banyak luka dan patah, sampailah berparang2, lalu kepada mati dan memunuh. Maka dimasyhurkannyalah parang itu parang agama namanya. Maka sebab sangat karas parang itu serta lama zaman sangatlah banyak lawan berkeliling; dan sangatlah picik hati Tuanku nan Renceh dan segala kaumnya, serta picik tempat, tidak boleh keluar dan tidak beroleh tolong, hanya dapat tolong daripada Tuanku nan Tuho saja serta saya, Fakih Saghir, sedikit2, tetapi dangan semata2 bicara saja dan belanja alat parang saja. Dan tidak pula boleh lahir mehantarkan barang apa2 belanja nan kurang, melainkan dangan lalu malam atau diupahkan. Jikalau tiada Allah ta`ala menguatkan dan tidak takut mereka itu kepada Tuanku nan Tuho, sebab ada jua Tuanku nan Tuho tiang pekerjaan, niscaya* mehabiskan mereka itu akan kaum Tuanku nan Renceh semuhanya dangan sekira2 memandang lahir kelakuan parang. Tetapi kepada Allah ta`ala kembali pekerjaan semuhanya.


Tuanku Nan Tuo Turun Mufakat Hentikan Perang Tuanku Nan Renceh

Maka sekira2 empat tahun lamanya parang itu berdirilah Tuanku nan Tuho berjalan2 pada tiap2 nagari keliling tempat Tuanku nan Renceh, ialah mufakat hendak mehentikan parang itu. Mereka itu pun suka berhenti dan suka mereka itu menurut hukum Tuanku nan Tuho saja dan tidak mau mereka itu menurut hukum Tuanku nan Renceh karena malu mereka itu, sebab sangat tekabur mereka itu. Maka ketika itu selasailah parang itu adanya. Maka dalam masa itu jua adalah saya Fakih Saghir maulud akan nabi sallahu `alaihi wasallam,* ialah saya memanggil sekalian Tuanku2 pada tiap2 nagari supaya berjinak2kan mereka itu dan nak lahir bersusun2 agama, serta saya memanggil orang nan tiga buah nagari ya`ni orang Salo dan orang Mage´ dan orang Kota Baharu supaya nak hampir bertolong2an mereka itu dangan Tuanku nan Renceh adanya. Lagi pula pikir hati saya, barangkali mau mereka itu bersungguh2 mendirikan agama, sebab ada mereka itu harab* akan beroleh darjat yang a`la pada dunia dan akhirat, karena mereka itu adalah hina sedikit pada adatnya. Lagi ada mereka itu dikatakan orang Tilatang kerbau nan tiga kandang namanya. Setelah itu, saya bicara pekerjaan agama dangan* mereka itu2* pun suka jua semuhanya. Maka setelah sudah mufakat itu, beredar2lah Tuanku berbuat janji di mana2 tempat yang patub berhimpun2 mufakat, karena mengintai agama nak kakal* jua adanya.

Maka kemudian dari itu berjalanlah Tuanku nan Tuho ke nagari Mage´, serta ia memanggil Tuanku nan Renceh supaya beperdamaikan ia daripada pekerjaan yang terdahulu. Maka sempurnalah damai kedua fihak, serta sempurna mufakat pekerjaan agama. Kemudian pula diperbuat pula janji dalam nagari Kota Baharu seperti demikian pula, ya`ni nagari Tuanku Terabi nan dirampas orang masa dahulu adanya. Maka sampailah bertamu* dangan nagari Empat Angkat dan sentosyalah* jalan Tuanku nan Renceh masuk nagari Kota Tuho barang apa2 maksudnya.


Kemenakan Tuanku Nan Renceh Diculik Orang Bukik Batabuah

Kemudian dari itu mufakatlah segala kepala2 hulubalang tiap2 nagari, maka dimalingnya* kemenakan Tuanku nan Renceh belima orang. Itulah sebab pekerjaan nan jadi* sebesar2 fitnah selama2nya. Maka dibawanya ke nagari Bukit Betabuh. Itu pun lai bertamu dangan saya, Fakih Saghir, saya hendak meminta´ kembali, hulubalang itu pun melarikan jua. Jadilah berkajar2 dangan saya. Itu pun tidak jua dapat sebab inya* bersama2, hanya saya dua orang saja. Sekarang itu saya menyuruh memanggil Tuanku2 serta orang banyaknya. Tuanku2 pun rapat semuhanya. Maka jadilah diperda`wakan jua, tidak jua dapat keluar* sekali janji, dua kali janji, barangkali sepuluh kali janji. Maka pada sekali janji yang akhir datanglah Tuanku nan Renceh serta kaumnya. Maka dilihatnya tidak jua dapat keluar, jadilah ditangkabnya* orang Bukit Betabuh itu dua orang, lalu dibawanya ke nagarinya. Maka ditaruhnya orang itu sekira2 sebulan kamariat atau lebih.

Dalam masa itu tidak boleh berhenti sedikit jua melainkan gaduh2 jua dan diperda`wakan jua hanya. Sebab itu banyaklah orang Bukit Betabuh meminta´ ampun jua kepada Tuanku nan Tuho dan suka ia barang apa2 Tuanku punya hukum; tidak ia mendalih mendarita lagi serta ia mau menjujung titah Allah dan titah Rasullah. Itu pun Tuanku nan Tuho mau menerimakan. Maka sebab itu jua, jadilah saya, Fakih Saghir, meminta´ kembali orang nan bedua itu. Tuanku nan Renceh pun mau mengembalikan. Maka sampailah kembali orang itu ke nagari Bukit Betabuh. Lama sedikit antaranya dapatlah kembali kemenakan Tuanku nan Renceh bedua orang. Tuanku nan Renceh terlalu suka mendapat kemenakannya nan bedua orang itu. Dan tinggal pulalah tiga orang lagi, itulah halnya.

Tuanku Nan Tuo Turun ke Luhak Lima Puluh Membantu Perang Haji Miskin

Kemudian lagi berdirilah Tuanku nan Tuho dan Tuanku2 yang lain2nya dalam Luhak Agam serta kaum mereka itu sekira2 selapan ratus banyaknya, ialah kerja menjalang parang Tuanku Haji Miskin, karena bersalahan pekerjaan agama jua keadaannya. Maka tempo Tuanku nan Tuho dalam nagari Lima Puluh, maka berhimpunlah Tuanku2 dalam Luhak itu, ialah mufakat bepersuatukan hukum agama* jua. Sebab itu terlebih sangatlah masyhur agama dalam Luhak itu. Maka pulanglah Tuanku nan Tuho serta Tuanku2 yang lainnya, dan tinggallah Tuanku Haji Miskin dalam ia kerja parang jua serta orang Lima Puluh; lalu kepada mati Tuanku Haji Miskin, sebab perang itu tidak jua bakar membakar dan tidak pula me´alahkan nagari serta lama zaman.


Perang Tuanku Nan Renceh Makin Berkecamuk, Haji Sumanik Ajarkan Main Api

Maka telah lama pula antaranya kemudian, maka daripada karena sangat adawat dan sangat mengadu2 sebelah-menyebelah, terbit pulalah parang daripada Tuanku nan* Renceh sama dalam nagarinya; tidak berhenti siang dan malam, pagi dan patang, dan jikalau sepenggal* hari sekalipun. Maka daripada sekira2 setahun lamanya digarakkan Allah, datanglah Tuanku Haji di Sumani´ kepada tempat Tuanku nan Renceh. Telah ia me´ajarkan parang dengan api, itu pun sampai terbakar nagari yang hampir kampung Tuanku nan Renceh, iaitu nagari Durian namanya. Maka lebarlah perjalanan Tuanku nan Renceh ke kiri dan ke kanan. Sekarang itu jua Tuanku di Sumani´ sampai keluar, tempo ia di nagari Kota Tuho sekira2 empat hari lamanya. Di belakang ia pulang ke nagarinya.

Tuanku Nan Renceh Perangi Nagari Tilatang, Ribuan Orang Mengungsi ke Ampek Angkek

Fihak kepada Tuanku nan Renceh, telah ia bersungguh2 mufakat dangan orang Kamang dan orang Mage´ dan orang Salo dan orang Kota Baharu. Saya Fakih Saghir ada jua sama melihat pekerjaan itu. Pada masa itu jua dihadapkan parang ke nagari Tilatang. Maka daripada karena sangat karas parang itu terbakarlah tarup nagari Tilatang hampir nagari Kota Baharu. Sebab itu sangatlah takut orang Agam semuhanya, dan banyaklah tobat mereka itu dan bertolong2anlah parang itu. Maka sampailah habis nagari Tilatang dan banyaklah berpindah dalam nagari; dan sukar mehinggakan ribu laksa rampasan, dan orang terbunuh dan tertawan lalu kepada terjual, dan dijadikannya gundi´nya, tetapi belum lahir gundi´nya. Tidak yang lain2 punya kerja itu melainkan orang nan lima buah nagari yang ada dalam pelintah Tuanku nan Renceh jua, iaitu nagari Kamang Bukit, lebih sekali orang Salo, Mage´, Kota Baharu nan memunuh dan berjual. Akan balasnya dikatakan orang Tilatang kerbau nan tiga kandang namanya. Itulah halnya.

Fihak kepada orang nan berpindah ke nagari Empat Angkat sukar pula mehinggakan ribu dan laksa, akan tetapi tidak boleh mati terbunuh teraniayai. Dan jikalau orang yang hina dan tuha yang daif dan kanak2 yang kecil sekalipun dan sekalian mata bendanya, dan jikalau sebarat* zarah sekalipun, tidak jua boleh hilang, karena sangat karas hukum Tuanku nan Tuho jua adanya, yaitu, tidak harus merampas dan menawan dan me´alahkan nagarinya, jikalau ada* dalamnya dua puluh atau dua belas mu`min, atau berempat mu`min, atau seorang mu`min sekalipun. Itulah setengah hukum yang tatap* dalam kitab Tuanku nan Tuho jua adanya. Sebab itu jadilah kecil hati Tuanku nan Renceh, tetapi tidak lahir, karena seolah2nya hukum itu membinasakan pekerjaan Tuanku nan Renceh jua adanya.

Kurai Terbakar, Tuanku Nan Renceh Perangi Sungai Janiah

Maka lama pula antaranya datanglah Tuanku nan Renceh serta orang* nan lima buah nagari yang ada dalam pelintahnya, yaitu Kamang Bukit, Salo, Mage´, Kota Baharu. Telah ia meminta´ mehadapkan parang ke nagari Kurai karena orang Kurai* itu sangat jahilnya dan mungkarnya. Sebab itu jadilah Tuanku nan Tuho memelintahkan parang itu, supaya jangan orang Kurai dihabiskan* Tuanku nan Renceh seperti orang Tilatang pula. Maka sebab itu tahulah Tuanku nan Renceh akan batin pekerjaan itu, jadilah ia kembali pulang serta mufakat ia mehadapkan parang ketika itu jua ke nagari orang Lima Kota.* Maka segiralah* terbakar tarup nagari Sungai Jernih dan terbakar pulalah nagari Kurai* pagi2 itu sepeninggal* Tuanku nan Renceh. Maka sampailah habis nagari Kurai terbakar* semuhanya tetapi tidak seorang jua nan tertawan dan terbunuh. Kemudian keluar mereka itu dalam kampungnya. Maka segiralah Tuanku nan Tuho meminta´ kembali orang Kurai ke nagarinya. Mereka itu pun suka kembali, serta mereka itu memotong kerbau, memanggil Tuanku nan Tuho supaya bersanang2 mereka itu tinggal dalam nagarinya. Maka Tuanku nan Tuho me´ajarkan kalimat tobat. Mereka itu pun mengucap dia serta suka mereka itu menjujung titah Allah dan titah Rasullah. Itu pun telah sempurnalah pekerjaan itu.

Padang Tarok Gagah Bertahan, Tuanku Nan Tuo Datang Membantu

Fihak kepada parang Tuanku nan Renceh, sampailah empat bulan lamanya tidak jua sampai te`alahkan karena orang Padang Tarab itu sangat gagahnya. Itu pun Tuanku nan Renceh meminta´ tolong kepada Tuanku nan Tuho. Maka daripada karena memelihara lahir pekerjaan agama jangan binasa, jadilah Tuanku nan Tuho menurunkan orang Agam semuhanya. Maka sampailah habis nagari itu dan habislah parang itu. Tetapi Tuanku nan* Tuho tidak meminta´ apa2 sesuatu jua dan tidak pula meminta´ ketudukkannya,* hanya kendiri Tuanku nan Renceh saja. Maka Tuanku nan Renceh mendirikan imam dan kadi, yaitu Tuanku nan Bungku´ orang Sungai Jernih karena maksudnya hendak melakukan* dayanya mehabiskan orang Lima Kota jua halnya. Tidak boleh lakas diperdamaikan supaya nak boleh memunuh dan menawan. Maka sampailah pekerjaan itu dan sukar mehinggakan ribu dan laksa orang nan terbunuh dan tertawan. Maka bagi setengahnya dijualnya dan bagi setengahnya dipergundi´nya. Maka dinamainya perang itu perang sabili'llah namanya, supaya nak lahir sah hukumnya.

Tuanku Nan Tuo Marahi Tuanku Nan Renceh dkk

Maka sebab itulah sangatlah marah Tuanku nan Tuho kepada Tuanku nan Renceh dan kepada sekalian Tuanku2. Dan bersungguh2lah Tuanku nan Tuho melarangkan orang terjual dan menagahkan me´alahkan nagari dan membakar dia. Kemudian maka daripada karena sangat marah Tuanku nan Tuho kepada sekalian Tuanku2 terbitlah daripada sekalian Tuanku2 itu kepada saya, Fakih Saghir, yaitu katanya, "Hai, Fakih Saghir, maukah engkau memotong seekor kerbau? Himpunkan kami sekalian Tuanku2 supaya mufakat kita semuhanya di hadapan Tuanku nan Tuho. Jikalau apa2 pekerjaan kami nan salah, sukalah kami tobat. Maka apabila sampai pekerjaan itu, biarlah kami membayar bali akan beberapa harga kerbau itu, yaitu seseorangnya kami Tuanku di Kubu Sanang, dua Tuan di Ladang* Lawas, tiga Tuanku di Padang Luar, empat Tuanku di Galung, lima Tuanku di Kota Hambalau, enam Tuanku di Lubu´ Haur, tujuh Tuanku di Bansa, selapan Tuanku nan Renceh." Itulah asalnya sebab bernama Tuanku nan Selapan adanya. Maka sebab itu jadilah saya, Fakih Saghir, menyampaikan bicara itu kepada Tuanku nan Tuho. Maka telah mendangar Tuanku nan [Tuho]* akan bicara itu, jadilah Tuanku nan Tuho diam2 saja sekira2 selapan hari lamanya.

Kemudian maka kata Tuanku nan Tuho kepada saya, "Hai, musaharah, baiklah kita terima jua bicara yang telah engkau khabarkan masa dahulu, dan potonglah diengkau seekor kerbau, dan panggil diengkau sekalian Tuanku2 dalam Luhak ini pada hari Sabtu, dami esok hari ini." Itu pun saya, Fakih Saghir, bersegira memotong kerbau. Tuanku Bejanggut Pirang segira memanggil Tuanku2. Maka sampailah berhimpun Tuanku2 pada hari Sabtu itu jua. Setelah itu mufakatlah Tuanku2 hendak menyampaikan bicara kepada Tuanku nan Tuho. Maka kata Tuanku2 di hadapan Tuanku nan Tuho ya`ni, "Ampunlah kami di bawah tapak kaki hadirat Tuanku. Seboleh2 yang lagi akan datang ini, sebaik2nyalah tinggal Tuanku di dalam mesjid kendiri. Tuanku me´ajarkan ilmu seperti dahulu jua. Biarlah kami berjalan2 ke kiri dan ke kanan, menyampaikan suruh Allah dan suruh Rasullah. Boleh-boleh kami perangi di mana nagari yang menyalahi agamanya dalam pulau ini. Dan kami hantarkan pula ke hadapan Tuanku akan hadiah dan sedekah serta ketudukkan siapa2 orang nan mau mengikut agama ini."

Maka jawab Tuanku nan Tuho, "Mengapa bicara kamu seperti demikian? Adakah tiada pada tiap2 suatu nagari dalam Luhak nan Tigo ini atau lainnya dua puluh orang mu`min, atau dua belas mu`min, atau berempat mu`min, atau seorang mu`min?" Maka jawab mereka itu, "Tidak sunyi pada tiap2 nagari dalam luhak ini, dan jikalau seorang mu`min sekalipun melainkan ada jua hanya." Maka kata Tuanku nan Tuho, "Adakah harus me´alahkan nagari dan membakar dia dan padanya seorang mu`min?" Maka jawab mereka itu, "Tidak harus." Maka [kata Tuanku nan Tuho],* "Bagaimanalah bicara kamu seperti demikian juga?!" Maka mereka itu diam semata2 daripada menjawab, tetapi hingga seketika. Maka terbitlah jawab daripada setengah mereka itu, "Jikalau ada pekerjaan seperti demikian, sekarang sukalah kami berhenti, dan tobatlah kami daripada berbuat bicara yang demikian itu." Maka kata Tuanku nan Tuho, "Tidak percaya aku akan bicara kamu, jikalau tidak mendatangkan kamu akan sumpah." Maka sebab itu sekarang me`ikrarkan tiap2 daripada* mereka itu akan sumpah, ya`ni mengata tiap2 seseorang daripada mereka itu, "Dami Allah, dami Rasullah, dami bumi dan langit, syurga dan naraka, sesungguhnya sebenarnya tidak lagi kami akan me´alahkan tiap2 nagari* dalam luhak ini dan membakar dia, hanya semata2 menyuruh saja hal adanya di belakang."

Tuanku di Mansiang Dijadikan Imam Baru

Kemudian kembali mereka itu kepada nagari seorang2 dan rumah seorang2. Kata berkata sama sendiri mereka itu, "Tiada ada hal ini, melainkan bicara Fakih Saghir jua hanya sekarang sebab itu jua pekerjaannya. Janganlah kita bayar harga kerbaunya, dan jikalau suatu kepeng sekalipun." Maka telah lama pula antaranya sebab tidak sampai maksudnya dan sebab malu daripada sumpah itu jadilah mufakat pula sekalian Tuanku2, ya`ni mufakat mereka itu, "Baiklah kita mencari imam yang lain akan ganti Tuanku nan Tuho, syupaya boleh* kita melakukan* apa2 kehendak kita. Dan sepatubnyalah* Tuanku di Mansiang kita jadikan Imam Besar, karena ia asal orang keramat juga. Lagi pula tidak boleh Tuanku nan Tuho akan membinasakan kerjaannya sebab Tuanku di Mansiang anak guru oleh Tuanku nan Tuho."

Kemudian menyempurnakanlah mereka itu akan mufakat mereka itu dan menamailah mereka itu akan Tuanku di Mansiang Tuanku nan Tuho pula namanya, karena menyindir Tuanku nan Tuho punya nama. Kemudian menamai pula mereka itu akan tiap2 Tuanku nan Selapan itu dan Tuanku2 yang lain2 seperti demikian pula. Dan memasyhurkan mereka itu akan Tuanku nan Tuho, Rahib Tuho namanya; dan akan saya, Fakih Saghir, Raja Kafir dan Raja Yazidi pula dinamakannya. Tetapi sebab tekabur mereka itu dan mehinakan mereka itu akan guru mereka itu dan menamai mereka itu akan Tuanku nan Tuho seperti demikian, barangkali mereka itu kafir dalam kitab Allah dan isi naraka jahanam pada akhirat, jika* tidak tobat mereka itu wa ilallahi terja'ul umur.

Paninjauan Diserang Tuanku Nan Salapan

Maka kemudian sampai* mendirikan mereka itu akan imam, memperangilah* mereka itu akan nagari Gunung Paninjauan. Maka sampailah terbakar nagari itu hingga sampai Tuanku nan Tuho diam dalam nagari itu membakar jua mereka itu. Dan beberapa2lah rampasan dan orang mati terbunuh. Dan menamai mereka itu akan perang itu Perang Agama namanya, dan meminta´ mereka itu akan ketundukkannya, supaya nak sah hukum mereka itu, Perang Sabili'llah namanya. Tetapi tidak sabit dalam kitab Allah Perang Sabil namanya, karena nagari itu tempat tuanku yang dimasyhurkan Tuanku di Paninjauan namanya. Ialah yang mewarisi* Tuanku di Ulakan yang mempunyai keramat, yang beroleh limpah daripada Tuan Syekh Abdul Rauf jua adanya. Dan berapa2 ulama dalamnya dan fakih2 dan beberapa pandito, dan sangat penyayang sekalian ahlinya kepada segala fakir dan miskin dan kepada sekalian karim. Itulah sebabnya tidak harus me´alahkan nagari itu dalam kitab Tuanku nan Tuho. Itulah halnya.

Kemudian maka berkekalanlah perang2 itu antara beberapa nagari. Maka di mana2 nagari diam, Tuanku nan Tuho menyuruhkan orang sembahyang memperangi jua mereka itu dan me´alahkan jua mereka itu. Maka sangatlah karas pekerjaan Tuanku nan Selapan, dan sampai pulalah siar bakar antara sekalian nagari dalam Luhak Agam ini; lalu ke Luhak Tanah Datar dan Luhak Ranah Lima Puluh. Dan rabut rampas dan mehabiskan arta orang kaya2 dan mehinokan* orang yang mulia2 dan memunuh orang ulama2 dan sekalian orang yang cerdik cendakia, dan merampas orang bersuami, dan menikahkan orang yang tidak sekupu,* dan bepergundi´ sekalian orang tertawan, serta memasyhurkan* mereka itu akan sekalian pekerjaan itu, yaitu inilah kesempurnaan agama jua hal adanya.

Tuanku Nan Salapan Menyusun Nagari

Kemudian lama pula antaranya mufakat pulalah Tuanku2 Selapan juga menyusun tiap2 nagari lain nagari Empat Angkat, dan menamai mereka itu* akan nagari mereka itu* Laras nan Panjang namanya, karena menyindir mereka itu akan nagari Pariangan Padang Panjang hingga Turawan Galo Gandang ke atas, Laras nan Panjang namanya. Adapun nagari Pariangan Padang Panjang dan orang Batipuh dan orang Empat Angkat, Laras Kota Piliang namanya. Itulah yang mempunyai derajat yang a`la yang ada sebelah Luhak Agam ini. Lain orang Lima Kota, Padang Tarab, adapun orang Lima Kota ini sungguh pun tidak ia Laras Kota Piliang adalah ia mempunyai derajat* yang a`la juga, karena ia nagari yang lebih tuha sekali2 dalam Luhak Agam ini juga. Tetapi Laras Kota Piliang ada juga sedikit dalam kaum Tuanku nan Selapan dan takut melahirkan menyalahi hukumnya. Dan adalah tiap2 nagari* yang bernama Kota Piliang dalam Luhak nan Tigo ini tinggi derajatnya, dan tiap2 nagari yang bernama Laras Caniago adalah hina sedikit.

Nagari Ampek Angkek Diperangi

Maka telah sempurna mufakat mereka itu mehadapkan mereka itu akan parang ke nagari Empat Angkat. Sekira2 enam tahun lama masanya dan menamai mereka itu akan orang Empat Angkat hitam jua baharu adanya. Tetapi orang Empat Angkat bukan karena tidak memakai agama pada masa itu, hanya semata2 khianat saja. Dan menamai mereka itu akan diri mereka itu putih semata2. Tidak memelihara mereka itu akan batin pekerjaan, hanya* kebanyakkan laku mereka itu putih sekira2 lahir saja.


Tuanku di Bodi Jadi Juru Damai

Maka dalam masa itu jua digarakkan Allah datanglah Tuanku di Bodi, yaitu Tuanku nan Tuho dalam nagari Sungai Tarab adanya. Telah ia mempunyai bicara memohonkan ampun kepada hariba Tuanku nan Tuho dalam nagari Kota Tuho adanya, ya`ni katanya, "Wah Tuanku, ampunlah saya di bawah tapak kaki duli hadirat Tuanku saya punya bapa´. Sekali salah beribu kali tobat daripada fihak diri Tuanku punya anak. Tuanku jua mempunyai ampun. Adapun diri saya ini ialah mengamalkan titah Allah dan titah Rasullah dan titah Tuanku jua seperti hukum yang sabit dalam kitab Allah* yang telah Tuanku ajarkan kepada saya daripada masa dahulu sampai sekarang,* yaitu katanya Allah ta`ala ati` ullah wa-ati` ul-rasul wa-aula al-amir m.n.k.m. Lagi pula saya mehukum antara segala mahanusia* dangan adil, dan berbuat baik kepada mereka itu, dan beperhubungkan kekasih* antara dua orang besyaudara,* dan beperdamaikan antara dua orang berkesumat2, dan menunjukki* hati mereka itu. Itulah halnya.

Pekerjaan saya ini fihak kepada anak2 Tuanku nan Selapan, ialah saya hendak membawa ke hadapan Tuanku supaya meminta´ ma`af mereka itu daripada sekalian pekerjaannya yang tersalah, serta beperdamaikan saya akan parang2 ini supaya nak tinggi agama Allah dan agama Rasullah, dan nak bersanang2 mereka itu sekalian mahanusia." Maka jawab Tuanku nan Tuho, "Jikalau demikian rupanya pekerjaan, sepuluh baiknya pada hamba apabila lai bersungguh2 mereka itu mengikut kata Allah dan kata Rasullah dan kembali mereka itu daripada segala fi`il mereka itu yang telah lalu ini." Kemudian maka telah sempurna bicara itu, berhimpunlah Tuanku2 nan Selapan masuk nagari Kota Tuho menjalang kepada hariba Tuanku nan Tuho jua serta mereka itu membawa kerbau sekira2 enam puluh banyaknya atau lebih. Maka seketika berhadap mereka itu, berheluanlah mereka itu dangan mendatangkan salam serta tertib dan majlis adab orang memuliakan gurunya, lagi ia memohonkan ampun, meminta´ ma`af kepada Tuanku, ya`ni kata mereka itu, "Wah, Tuanku, ampunlah kami di bawah tapak kaki duli hadirat Tuanku. Adapun sekalian pekerjaan kami yang telah lalu ini, yaitu merabut dan merampas, memunuh dan manikam, dan sebagainyalah. Sekarang seboleh2nya hendaklah Tuanku ma`afkan sekalian pekerjaan kami itu, dan jangan Tuanku menyabut2 jua. Tidak lagi kami kembali berbuat pekerjaan itu hingga ini ke atas, dan jikalau sekejap mata sekalipun. Itulah halnya."

Maka sebab itu jadilah memaafkan akan sekalian pekerjaan mereka itu yang memberi mudarat kepada diri Tuanku, dan tidak memaafkan Tuanku akan diri orang lain2 mereka itu yang terbunuh dan teraniaya dan nagari mereka itu yang dirampas orang dan sebagainyalah karena mengetahui Tuanku. Adakah maaf hati mereka itu atau tidakkah? Hanya Tuanku memberi petuah semata2 mengembalikan kepada hukum Allah dan hukum Rasullah saja. Maka bersuka2lah Tuanku memberi petuah mereka itu dangan sekalian hukum yang sabit dalam kitab Allah dan suka2 pulalah mereka itu mengikut hukum Tuanku yang ada seperti demikian itulah halnya. Tetapi hingga seketika barangkali di belakang lebih kepada jahatnya dan kepada Allah jualah kembali pekerjaan lahir dan batin [bahasa Arab].

Api Dalam Sekam Siap Berkobar

Kemudian maka kembalilah sekalian Tuanku2 kepada nagari seorang2 serta dangan bersuka2 jua, sebab lah* bersuatu hukum dan lah* sempurna yang dimaksud. Dan bersanang2lah orang banyak, sebab sempurna damai dan lah* putus kerja parang. Dan masyhurlah khabar ke kiri dan ke kanan daripada fihak Tuanku nan Selapan telah sempurna damai dangan Tuanku nan Tuho, dan lah* bersuatu hukum agama sekalian persalahan kembali kepada hukum Allah dan hukum Rasullah dan kepada kitabnya. Kemudian maka daripada setengah adat lagi segala mahanusia ketika duduk2 mereka itu bersanang2 pada tiap2 tempat permedanan dan tiap2 dusun dan nagari dan tiap2 kampung dan masjid, banyak2lah khabar mereka itu dan runding mereka itu yaitu kata setengah mereka itu, "Adapun sekalian Tuanku2 kita ini sampailah damai dan sekalian kita ini sampailah sanang. Maka betapakah pekerjaan* Tuanku yang terdahulu ini? Adapun Tuanku nan Tuho dikatanya Rahib Tuho dan Fakih Saghir dikatanya Kafir dan Raja sekalian orang Empat Angkat hitam semuhanya; sekalian kita ini memperangi orang Empat Angkat, mati syahid katanya. Barangkali Tuanku2 nan Selapan ini salah adanya, jikalau ada ia benar, tidak ia mau semufakat dangan Fakih Saghir dan tidak ia mau tobat kepada Tuanku nan Tuho, itulah halnya."

Dan kata setengah mereka itu, "Jikalau ada sekalian pekerjaan Tuanku2 ini salah, baiklah kita meminta´ kembali akan sekalian arta kita yang diambilnya sebab disalahkannya atau sebab dirampasnya." Dan kata setengah yang lain2 mereka itu, "Adapun sekalian nagari kita ini sampailah habis dan nagari Empat Angkat tinggal selamat juga. Sekarang sekalian kita ini sampailah hina. Maka sekaliannya itu* sebab celaka Tuanku nan Selapan juga adanya."

Fitnah Bersangatan, Tuanku Nan Saleh Kalahkan Hujjah Tuanku Nan Salapan

Maka daripada sekira2 setahun lama masanya sebab lah* bersangatan* masyhur fitnah antara mereka itu, masuklah fitnah itu ke dalam hati Tuanku2 nan Selapan. Maka mufakat jua mereka itu dan berhubung2 jualah bicara mereka itu, ya`ni kata setengah Tuanku2 yang lebih arif bijaksana, " Jikalau tidak kita habiskan nagari Empat Angkat ini, atau dihutangkan dangan beberapa kati emas dan dialahkan kitab Fakih Saghir ini, di belakang niscayanya besar mudaratnya kepada kita, dan kebanyakan* mahanusia hampir hitam akhirnya.

Maka terlebih baiklah kita panggil Tuanku2 yang lebih alimnya dan yang lebih masyhur kitabnya, yaitu Tuanku di Batu Ladiang* dan Tuanku nan Saleh dalam nagari Talawi, karena Tuanku nan bedua itu lebih sangat alimnya tidak jenis akan telawan oleh Fakih Saghir. Lagi pula Tuanku nan Saleh itu dimasyhurkan orang membatalkan* martabat, menyalahi agama Tuanku di Ulakan jua. Barangkali marah2 ia kepada Tuanku nan Tuho dan Tuanku nan Tuho marah2 pula sama dia, sebab bapa´ Tuanku nan Saleh itu diperangi Tuanku nan Tuho dan dialahkan nagari yang kediamannya masa dahulunya, yaitu nagari Taram. Sebab ia membatalkan martabat jua adanya."

Maka telah sempurna mufakat mereka itu, memanggillah mereka itu akan Tuanku nan bedua itu, serta mengiringi Tuanku2 yang lainnya. Maka tempo Tuanku nan Saleh sampai ke dalam mesjid Tuanku di Mansiang, berhimpunlah Tuanku2 dalam luhak itu dan me´alahkan Tuanku nan Saleh akan sekalian Tuanku2 dangan kitabnya hingga Tuanku di Mansiang sekalipun.

Tuanku Nan Saleh Benarkan Petuah Tuanku Nan Tuo, Tuanku Nan Salapan Marah Besar

Kemudian maka Tuanku nan Saleh berjalan2 antara nagari hendak menjalang tempat Tuanku nan Tuho. Itu pun Tuanku nan Tuho menyuruh memanggil Tuanku nan Saleh. Maka setelah sampai Tuanku nan Saleh serta Tuanku2 yang mengiringinya masuk nagari Kota Tuho, dan lah* bertamu* ia dangan Tuanku nan Tuho, berheluanlah kedua fihaknya serta bersuka2 ia dangan berjawatan tangan. Maka duduklah ia bersanang2 hingga sedikit kemudian. Maka Tuanku nan Saleh meminta´ mengeluarkan kitab semuhanya kepada Tuanku nan Tuho serta mehimpunkan sekalian Tuanku2 yang ada dalam nagari itu. Maka setelah* hadir kitab semuhanya serta sekalian Tuanku2, maka bersama2 ia memafhumkan sekalian kitab itu serta saya, Fakih Saghir itu pun semufaka* semuhanya, tidak bersalahan suatu jua dan jikalau sebarat zarat sekalipun, hanya semufakat* jua membenarkan petuah Tuanku nan Tuho.

Maka tetaplah Tuanku nan Saleh dalam nagari itu sekira2 selapan hari atau lebih, supaya beperdamaikan ia antara keduanya, dan bepertamukan ia pada tarup nagari hampir nagari Banuhampu. Serta ia Tuanku nan Saleh menyuruhkan kepada sekalian Tuanku2 dalam Luhak Agam ini mengikut kitab Tuanku nan Tuho semuhanya. Kemudian daripada itu pulanglah Tuanku nan Saleh beserta dangan kemuliaannya [...].* Maka masyhurlah kabar Tuanku nan Saleh membenarkan kitab Tuanku nan Tuho pula halnya. Maka sebab mengetahui mereka itu akan kabar Tuanku nan Saleh seperti demikian itu rupanya, hampir memunuh mereka itu, karena sangat marah2 mereka itu. Tetapi Allah ta`ala memeliharakan akan hambanya yang mu´min sebenarnya.

Nagari Ampek Angkek Kembali Diperangi, Bonjo Cangkiang Tak Teralahkan

Maka bersungguh2 mereka itu memasang mufakat dan mencari bicara apa2 akan sudahnya, serta berkabar2 mereka itu dalam mufakat mereka itu, yaitu, "Jikalau tidak kita alahkan nagari Empat Angkat semuhanya niscaya sangat tekaburnya kepada kita, d[an] sekalian kita ini hina semuhanya. Barangkali Fakih Saghir itu menjadi* raja besar akhirnya dan sekalian kita ini jadi ra`yatnya. Tambahnya lagi, Tuanku2 yang kepala2 yang sangat masyhur ulamanya telah membenarkan akan kitabnya. Maka apabila lai sampai dialahkan [...]* nagarinya itu, baiklah kita meminta´ ketundukkannya setinggar semata2 dan pedang semata2, supaya boleh kita memunuh hulubalang yang kepala2 dan sekalian cerdik cendakia dan sekalian ulamanya dan jikalau kanak2 sekalipun karena tidak jenis akan telawan oleh kita sekalian ahli kitabnya. Biarlah kita tinggalkan nagarinya sekira2 selegar kuda bermain2 saja." Maka sebab itu bersungguh2lah mereka itu memperangi nagari Empat Angkat. Maka terbakarlah tarup nagari sedikit2. Maka telah* lama2 antaranya sampailah habis nagari Empat Angkat semuhanya dan sukarlah berhisab orang Empat Angkat nan mati dan tertawan, dan tinggallah sebuah nagari Kota Tuho dan kampung yang sedikit, yaitu Bonjo Cangkiang namanya, dan bersungguh2 jualah mereka itu memperangi keliling tempat itu siang dan malam, pagi dan patang, tidak boleh keluar ke kiri dan ke kanan dan tidak boleh berhenti sedikit jua melainkan parang2 jua hanya.

Tuanku Nan Tuo Diperdaya, Anak-anaknya Dibunuh

Maka sekira2 empat tahun lamanya tidak jua te`alahkan kampung yang sedikit itu, terbitlah bicara setengah mereka itu, "Jikalau tidak mati jua Fakih Saghir ini, tidak mumkin kita me´alahkan kampungnya dan tidak ia mau tunduk kepada kita. Barangkali di belakang banyak2lah menola* dan berbuat kampung seperti kampungnya ini. Dan banyak persalahan tiap2 nagari, sebab banyak mereka itu sakit2 hati. Dan tidak takut mereka itu akan dialahkan, sebab taguh* tempat kediaman mereka itu seperti kampung Fakih Saghir ini. Dan hampir mereka itu melawan kepada segala Tuanku2, dan tidak mau mereka itu menurut hukum Tuanku hanya kebanyakkan mereka itu menurut pendapat Fakih Saghir saja. Maka binasalah agama kita dan terlebih baik jualah kita beperdayakannya, ya`ni daya itu bersungguh2 kita meminta´ paham bepersuatukan hukum kitab Allah. Kita suruh sampaikan kabar pekerjaan itu kepadanya. Jikalau lebih terang kitabnya, kita sukakan menurut dia. Mudah-mudahan mau ia menurut bicara itu. Sebab itu Fakih Saghir itu lebih sangat bersungguh2nya menuntub* keterangan memfaham kitab Allah, karena kesudah2an keterangan kitab Allah itu tempat kepeliharaan dirinya dan* artanya. Maka terlebih sukalah* ia dibawa kepada barang mana tempat di luar nagarinya; ketika itu mudahlah kita memunuh dia."

Maka setelah dihiaskan Allah daya itu ke dalam hati mereka itu, bersungguh2lah mereka itu memasang bicara itu. Fihak kepada diri saya, Fakih Saghir, tidak mengetahui saya akan daya itu, hanya semata2 mengembalikan kepada Allah ta`ala saja. Maka telah sempurna daya mereka itu, dan memanggil mereka itu akan saya juga, keluarlah saya serta Tuanku nan Tuho dan serta beberapa orang yang mengiringi. Ketika itu memunuhlah mereka itu akan sekalian anak2 Tuanku nan Tuho serta orang yang mengiringi itu, sembilan orang banyaknya; dan tidak sampai daya mereka itu kepada saya dangan tolong Tuhan subhanahu wa ta`ala adanya, dan tinggallah Tuanku nan Tuho serta saya. Barangkali sebab Allah ta`ala meluluskan hukumnya jua, maka melepaskan Allah ta`ala dangan tolongnya akan hambanya yang mu`min, lagi sabar, lagi pilihan.


Perang Berlanjut Hingga Belanda Masuk ke Darat

Maka sampailah Tuanku nan Tuho pulang ke nagari Kota Tuho dan saya, Fakih Saghir, jua. Maka kemudian [da]ri itu bersungguh2 jualah saya menguatkan parang melawan Tuanku nan Selapan, karena lah* putus ikhtiar. Tidak patub* kembali Tuanku2 itu daripada sekalian pekerjaannya yang tersalah itu; sebab lah* sangat bertambah2 kejahatannya dan sentiasa pekerjaan itu hingga sampai lah* keluar Kompeni Wolanda ke Tanah Darat ini. Barangkali orang Kompeni tahu adanya; maka pulanglah ma`lum kepada orang Kompeni semuhanya.


Baik-Jahat Orang Padri dan Orang Hitam

Kemudian lagi pula bermula kesudah2an simpan keterangan cerita ini, baiknya dan jahatnya daripada fihak keduanya, yaitu adapun yang baik sebalah Tuanku2 Pedari* ialah mendirikan sembahyang, dan mendatangkan zakat dan puasa pada bulan Ramadan, dan naik haji atas kuasa, dan berbaiki mesjid dan berbaiki labuh tepian, dan memakai rupa pakaian yang halal, dan menyuruhkan orang menuntub* ilmu, dan berniaga. Adapun sekalian yang jahat daripada Tuanku Paderi* menyiar* membakar, dan menyahkan* orang dalam kampungnya, dan memunuh orang dangan tidak hak, yaitu memunuh segala ulama, dan memunuh orang yang berani2, dan memunuh orang yang cerdik cendaki, sebab ber`udu atau khianat, dan merabut dan merampas, dan mengambil perempuan yang bersuami, dan menikahkan perempuan yang tidak sekupu dangan tidak relanya, dan menawan orang dan berjual dia, dan bepergundi´ tawanan, dan mehinakan orang yang mulia2, dan mehinakan orang tuha, dan mengatakan kafir orang beriman, dan mencala* dia.

Adapun sekalian yang baik daripada sebalah orang yang hitam meikrarkan dirinya Islam dan mehentikan rabut* rampas, dan mehentikan* siar bakar, dan mehentikan tikam bunuh, tetapi hingga mulut semata2. Itulah amal yang jahat sekali2, sepuluh ganda* lagi jahatnya amal sekalian orang nan hitam ini, yaitu menyamun dan menyakar, maling dan curi, merabut dan merampas, berjual orang, minum tuak dan minum kilang, memakan darah kerbau, dan memakan daging dangan tidak disembalih, dan memakan ulat dan sirangka´, memakai sekalian yang haram, menyabung dan bejudi, bekendak, dan mehisap madad, dan sekhalwat dangan perempuan dangan tidak nikah, dan membinasakan mesjid, dan membinasakan labuh dan tepian, dan membinasakan larangan dan pegangan, dan berputar2 akal, dan berdusta2 dan mehukum antara segala mahanusia dangan aniaya, dan meninggalkan sembahyang, dan enggan mengeluarkan zakat, dan beperganda2kan emas dangan tidak berniaga, dan meubah2kan janji antara segala mahanusia dan berbuat sekalian pekerjaan yang melalaikan amal dunia dan akhirat. Itulah hukum yang tetap dalam kitab Tuanku nan Tuho adanya.


Wasiat Tuanku Nan Tuo Kepada Fakih Saghir

Wasiat Tuanku nan Tuho kepada saya, Fakih Saghir, sebagai lagi bahwa inilah* suatu keterangan daripada segala ihwal diri saya, maka adalah tatkala hampir ajal Tuanku nan Tuho, ialah meninggalkan petaruh kepada saya, yaitu, "Hendaklah engkau dirikan agama Allah dan agama Rasullah dangan sebenarnya. Dan suruhkan diengkau akan segala mahanusia dangan berbuat baik. Dan tagahkan diengkau akan mereka itu dangan berbuat jahat, dan hukumkan diengkau antara segala mahanusia dangan adil, tuntubkan* diengkau akan balas segala anak saya yang mati masa dahulu. Dan kini tuan2 orang Kompeni sudah tahu, maka itulah besarnya pekerjaan seperti hukum yang sabit dalam surat keterangan ini, dan diri saya ini nyatalah kesudah2han daif mahanusia. Sebab itu dangan seboleh2nya perminta* saya, hendaklah tuan tolong jua saya menguatkan pekerjaan yang dipetaruhkan Tuanku itu. Waila'Llah turja`ulumur."

Artikel ini adalah murni disadur secara keseluruhan (total) dari tuankunanrenceh.blogspot.com dan tidak ada maksud untuk komersialisasi, tapi murni untuk dibaca publik (sharing). Pada bagian-bagian tertentu dilakukan peng-edit-an, terutama yang berkaitan dengan spasi, ejaan dan tipe huruf.