tag:blogger.com,1999:blog-74137281371200374002024-03-04T22:27:34.190-08:00ILHAM ClusterKHAZANAH ISLAM MINANGKABAU : al 'ulama waratsatul anbiya' ..... historia vitae magistraIFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.comBlogger125125tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-81637326898262495272012-06-12T00:32:00.000-07:002012-06-12T00:41:32.415-07:00HAMKA : "Ketika Ulama Tidak Bisa Dibeli"<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">Ditulis ulang : Muhammad Ilham </span><br />
<span style="font-size: small;"> (dikutip
dari buku “Mengenang 100 tahun HAMKA”) </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1aVtDbjx2mNTsmbkdBpP339Rmxf6hbx7Aen3IUZZFXJZa5dIRMVXTkVsurDlduFhkl4LPAuw-f7KmwWUsfpQlV6YvFVHR4XONyPg1Hk0E6ReNSZVhaJfoX_qVPX-2AZLXKjFfNLTocTg/s1600/BuyaHamka4.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1aVtDbjx2mNTsmbkdBpP339Rmxf6hbx7Aen3IUZZFXJZa5dIRMVXTkVsurDlduFhkl4LPAuw-f7KmwWUsfpQlV6YvFVHR4XONyPg1Hk0E6ReNSZVhaJfoX_qVPX-2AZLXKjFfNLTocTg/s1600/BuyaHamka4.jpg" /></a></span><span style="font-size: small;">Surat itu pendek. Ditulis oleh Hamka dan ditujukan
pada Menteri Agama RI Letjen. H. Alamsyah Ratuperwiranegara. Tertanggal 21 Mei
1981, isinya pemberitahuan bahwa sesuai dengan ucapan yang disampaikannya pada
pertemuan Menteri Agama dengan pimpinan MUI pada 23 April, <b>Hamka telah
meletakkan jabatan sebagai Ketua Umum Majeiis Ulama Indonesia (MUI)</b>. Buat banyak orang pengunduran diri Hamka sebagai Ketua
Umum MUI mengagetkan. Timbul bermacam dugaan tentang alasan dan latar
belakangnya. Agaknya sadar akan kemungkinan percik gelombang yang
ditimbulkannya, pemerintah dalam pernyataannya mengharapkan agar mundurnya
Hamka “<i>jangan sampai dipergunakan golongan tertentu untuk merusak kesatuan dan
persatuan bangsa, apalagi merusak umat lslam sendiri</i>.”<b><i> Kenapa Hamka mengundurkan diri?</i></b></span><span style="font-size: small;"> Hamka sendiri mengungkapkan
pada pers, pengunduran dirinya disebabkan oleh fatwa MUI 7 Maret 1981. Fatwa
yang dibuat Komisi Fatwa MUI tersebut pokok isinya mengharapkan <b style="color: black;">umat Islam mengikuti upacara Natal</b>, meskipun
tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa. Menurut K.H.M. Syukri Ghozali,
Ketua Komisi Fatwa MUI, fatwa tersebut sebetulnya dibuat untuk menentukan
langkah bagi Departemen Agama dalam hal umat Islam. “Jadi seharusnya memang
tidak perlu bocor keluar,” katanya. </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Fatwa ini kemudian dikirim pada 27 Maret pada pengurus
MUI di daerah-daerah. Bagaimanapun, harian Pelita 5 Mei 1981 memuat fatwa
tersebut, yang mengutipnya dari Buletin Majelis Ulama no. 3/April 1981. Buletin
yang dicetak 300 eksemplar ternyata juga beredar pada mereka yang bukan
pengurus MUI. Yang menarik, sehari setelah tersiarnya fatwa itu, dimuat pula
surat pencabutan kembali beredarnya fatwa tersebut. Surat keputusan bertanggal
30 April 1981 itu ditandatangani oleh Prof. Dr. Hamka dan H. Burhani
Tjokrohandoko selaku Ketua Umum dan Sekretaris Umum MUI. Menurut SK yang sama, pada dasarnya menghadiri
perayaan antar agama adalah wajar, terkecuali yang bersifat peribadatan, antara
lain Misa, Kebaktian dan sejenisnya. Bagi seorang Islam tidak ada halangan
untuk semata-mata hadir dalam rangka menghormati undangan pemeluk agama lain
dalam upacara yang bersifat seremonial, bukan ritual. Tapi bila itu soalnya,
kenapa heboh? Rupanya “bocor”nya Fatwa MUI 7 Maret itu konon sempat menyudutkan
Menteri Agama Alamsyah. Hingga, menurut sebuah sumber, dalam pertemuannya
dengan pimpinan MUI di Departemen Agama 23 April, Alamsyah sempat menyatakan
bersedia berhenti sebagai Menteri. Kejengkelan Menteri Agama agaknya beralasan
juga. Sebab rupanya di samping atas desakan masyarakat, fatwa itu juga dibuat
atas permintaan Departemen Agama. “<i>Menteri Agama secara resmi memang meminta
fatwa itu yang selanjutnya akan dibicarakan dulu dengan pihak agama lain.
Kemudian sebelum disebarluaskan Menteri akan membuat dulu petunjuk
pelaksanaannya</i>,” kata E.Z. Muttaqien, salah satu Ketua MUI. Ternyata fatwa itu keburu bocor dan heboh pun mulai.
Melihat keadaan Menteri itu, Hamka kemudian minta iin berbicara dan berkata,
menurut seorang yang hadir, “Tidak tepat kalau saudara Menteri yang harus
berhenti. Itu berarti gunung yang harus runtuh.” Kemudian inilah yang terjadi:
Hamka yang mengundurkan diri. “Tidak logis apabila Menteri Agama yang berhenti.
Sayalah yang bertanggungjawab atas beredarnya fatwa tersebut …. Jadi sayalah
yang mesti berhenti,” kata Hamka pada Pelita pekan lalu. Tapi dalam
penjelasannya yang dimuat majalah Panji Masyarakat 20 Mei 1981, Hamka juga
mengakui adanya “kesalahpahaman” antara pimpinan MUI dan Menteri Agama karena
tersiarnya fatwa itu. </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Kepada TEMPO Hamka mengaku sangat gundah sejak peredaran
fatwa itu dicabut. <i>“Gemetar tangan saya waktu harus mencabutnya. Orang-orang
tentu akan memandang saya ini syaithan. Para ulama di luar negeri tentu semua
heran. Alangkah bobroknya saya ini, bukan?”</i> kata Hamka. Alasan itu agaknya
yang mendorong lmam Masjid Al Azhar ini menulis penjelasan, secara pribadi,
awal Mei lalu. Di situ Buya menerangkan: surat pencabutan MUI 30 April itu
“tidaklah mempengaruhi sedikit juga tentang kesahan (nilai/kekuatan hukum) isi
fatwa tersebut, secara utuh dan menyeluruh.” HAMKA juga menjelaskan, fatwa itu
diolah dan ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI bersama ahli-ahli agama dari
ormas-ormas Islam dan lembaga-lembaga Islam tingkat nasional — termasuk
Muhammadiyah, NU, SI, Majelis Dakwah Islam Golkar. Buya Hamka tercatat sebagai ketua MUI pertama sejak
tahun 1975. Keteguhannya memegang prinsip yang diyakini membuat semua orang
menyeganinya. Pada zamam pemerintah Soekarno, Buya Hamka berani mengeluarkan
fatwa haram menikah lagi bagi Presiden Soekarno. Otomatis fatwa itu membuat sang
Presiden berang ’kebakaran jenggot’. Tidak hanya berhenti di situ saja, Buya
Hamka juga terus-terusan mengkritik kedekatan pemerintah dengan PKI waktu itu.
Maka, wajar saja kalau akhirnya dia dijebloskan ke penjara oleh Soekarno.
Bahkan majalah yang dibentuknya ”Panji Masyarat” pernah dibredel Soekarno
karena menerbitkan tulisan Bung Hatta yang berjudul ”Demokrasi Kita” yang
terkenal itu. Tulisan itu berisi kritikan tajam terhadap konsep Demokrasi
Terpimpin yang dijalankan Bung Karno. Ketika tidak lagi disibukkan dengan
urusan-urusan politik, hari-hari Buya Hamka lebih banyak diisi dengan kuliah
subuh di Masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan. Ketika menjadi Ketua MUI, Buya Hamka meminta agar
anggota Majelis Ulama tidak digaji. Permintaan yang lain: ia akan dibolehkan
mundur, bila nanti ternyata sudah tidak ada kesesuaian dengan dirinya dalam hal
kerjasama antara pemerintah dan ulama. Mohammad Roem, dalam buku
Kenang-kenangan 70 tahun Buya Hamka, menyebut masalah gaji itu sebagai bagian
dari “politik Hamka menghadapi pembentukan Majelis Ulama”. Ulama mubaligh ini,
menurut Roem, kuat sekali menyimpan gambaran “<b>ulama yang tidak bisa dibeli</b>“.
Walaupun gaji sebenarnya tidak usah selalu menunjuk pada pembelian, kepercayaan
diri ulama sendiri agaknya memang diperlukan. </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Tak ada lagi Buya Hamka. orang tak akan menantikan
khotbahnya di Masjid Al Azhar. Tak akan mendengarkan suaranya yang serak itu
lagi, pada malam tarawih, pada kuliah pagi, pada pengajian subuh lewat RRI —
untuk seluruh Indonesia. Suara yang sangat dikenal itu akan tak ada lagi.
Selama-lamanya. Ulama sangat penting itu berpulang “di hari baik bulan
baik”, hari Jum’at 21 Ramadhan (24 Juli), “ketika bulan puasa masuk tahap
ketiga” atau tahap lailatul qadar, menurut pengertian orang santri. Memang
menunjukkan keutamaan: ribuan orang yang mengiring jenazahnya ke pemakaman, dan
yang keluar ke pinggir-pinggir jalan, boleh dikatakan semuanya orangorang yang
berpuasa dan baru turun dari sembahyang Jum’at. Entah apa yang menggertak
mereka itu: dalam waktu hanya empat jam, dan tanpa sempat disiarkan koran
(meninggal pukul 10.30, dan diberangkatkan ke pemakaman pukul – 14.30), ribuan
para pelayat memenuhi jalan dan pekuburan dengan kendaraan yang macet panjang
di daerah Kebayoran Lama dan Tanah Kusir. Hamka memang sudah hampir tidak berarti “golongan”
agama. Juga tidak hanya seorang “kiai”. Barangkali memang inilah ulama pertama
yang dipunyai Indonesia, yang sangat paham “hidup di luar masjid”. </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Abdul Malik (bin Abdul) Karim Amrullah, HAMKA,
dilahirkan di Negeri Sungai Batang, di sebuah rumah di pinggir Danau Maninjau
yang molek di tanah Minangkabau. “Nama ibuku Shafiyah,” katanya dalam bukunya
Kenang-kenangan Hidup. “Beliau meninggal pada usia masih muda, sekitar 42
tahun. Beliau dianugerahi Tuhan sepuluh orang putra. Lima dengan ayahku dan
lima pula dengan suaminya yang kedua. Ibuku cantik! . . . ” la sangat memuja
ibunya — sebagaimana juga istrinya yang pertama, nanti, Siti Raham. Ayahnya,
yang ia kagumi, hanya sebentar-sebentar tampak menyelinap dalam hidup intelektualnya
–meski dengan pengaruh sangat kuat. Haji Rasul, nama asli sang ayah, adalah orang pribumi
pertama yang mendapat gelar doktor honoris causa — dari Universitas Al Azhar,
Kairo, tempat ia sendiri belakangan juga mendapat gelar yang sama di tahun 1958
–dan pemimpin pesantren Sumatra Thawalib yang masyhur di Padangpanjang.
Kenang-kenangan masa kecil inilah yang, bagi siapa yang membaca buku-bukunya,
termasuk Ayahku, membentuk jiwa anak muda yang bengal namun lembut itu. Si
Malik itu seorang jagoan kecil dulu. Belajar silat, belajar iniitu, kemudian
lari ke Jawa dan berguru pada H.O.S. Tjokroaminoto dan Suryopranoto, ikut
pergerakan, lari ke Mekah — dan akan tinggal di sana kalau saja tidak
dinasihati Haji Agus Salim untuk pulang. Dan jangan lupa: pemuda ini juga
bercinta — di kapal, misalnya, meski akhirnya tak jadi kawin. Ia sendiri
mengakui sifat-sifatnya yang dulu: kecuali pemarah, pantang tersinggung dan
perajuk, “juga lekas jatuh hati kepada gadis-gadis” . . . Memang sangat
manusiawi. Ia memang akhirnya menjadi seperti yang dicita-citakan ayahnya:
mengganti kedudukannya sebagai ulama, seperti juga neneknya dan ayah neneknya. </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Tapi bahwa ia tak seperti mereka, terlihat misalnya
dari sikap Buya kepada poligami: Hamka termasuk ulama yang tidak merestuinya.
Kenang-kenangannya masa bocah, dari sebuah keluarga yang pecah, yang
berpoligami dan bercerai, rupanya cukup tajam untuk menggugah jiwa halusnya.
Kenang-kenangan itulah, bersama dengan penghayatannya kepada adat Minangkabau,
yang menjadi modal pokok roman-romannya yang memeras air mata: <i>Di Bawah
Lindungan Ka’bah</i>, <i>Tenggelamnya Kapal van der Wijk</i>, <i>Si Sabariah</i>,
<i>Dijemput Mamaknya</i>,<i> Merantau ke Deli</i>, dan kumpulan cerpen <i>Di
Dalam Lembah Kehidupan</i>. Hamka bukan sekedar “ulama yang bersastra”. Ia ulama,
dan ia pengarang. Hanya segi sastra itu makin mundur ke belakang sejalan dengan
usianya yang menua, maupun tugas-tugasnya yang menjadi makin formal agama.
Ketika ia menulis tafsir Qur’annya yang 30 jilid, yang diberinya judul dengan
nama masjid yang dicintainya, Al Azhar, kemampuan kepengarangan itu tidak lahir
dalam wujud bahasa yang disengaja indah Namun orang toh tahu bahwa caranya
bertutur betapapun berbeda. Tafsir itu sendiri dikerjakannya di penjara rezim
Soekarno. Ia ditangkap persis ketika sedang memberi pengajian ‘. Kepada
seratusan ibu-ibu di bulan Ramadhan. Pengalaman itu ada terasa menerbitkan rasa
pahit juga. Namun bahwa Hamka. “mudah memaafkan dan menyesuaikan diri”,
terlihat dari misalnya pergaulannya dengan keluarga Bung Karno — Nyonya
Fatmawati terutama — yang sangat baik sampai akhir hayat. Ulama ini memang memenuhi fungsi pemimpin rohani yang
paling pokok jadi pelayan. Asal jangan ditekan, dan jangan dibeli. Kata-katanya
enam bulan lalu, ketika jilid terakhir tafsir itu selesai dicetak, merupakan salah
satu firasat. “<i>Nampaknya, tugas yang menjadi beban selama ini selesai.
Tinggal lagi kini menunggu panggilan llahi . . .</i> ” Dan panggilan itu pun
datang kini. “<i>Kita kehilangan seorang ulama besar. Kita
kehilangan seorang pemikir besar. Kita kehilangan seorang sastrawan besar,</i>
” komentar Menteri Agama Alamsyah, ketika melepas jenazah almarhum di
pekuburan. E.Z. Muttaqien, salah seorang ketua Majelis Ulama Indonesia sekarang
ini mengakui: “<i>Akhir-akhir ini beban Buya Hamka memang sangat berat.
Kesehatannya tidak memungkinkannya lagi memikul beban itu</i>.” </span><br />
<br />
<span style="font-size: small;">Puisi ini ditulis Buya Hamka pada tanggal 13 November
1957 setelah mendengar pidato M. Natsir yang mengurai kelemahan system
kehidupan buatan manusia dan dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante
agar menjadikan Islam sebagai dasar Negara RI.<b> </b></span>
</div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b>Kepada Saudaraku M. Natsir</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i>Meskipun
bersilang keris di leher</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i>
Berkilat pedang di hadapan matamu<br />
Namun yang benar kau sebut juga benar<br />
Cita Muhammad biarlah lahir</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i>Bongkar
apinya sampai bertemu</i></span><span style="font-size: small;"><br />
<i>Hidangkan di atas persada nusa</i><br />
<i>Jibril berdiri sebelah kananmu</i><br />
<i>Mikail berdiri sebelah kiri</i><br />
<i>Lindungan Ilahi memberimu tenaga</i><br />
<i>Suka dan duka kita hadapi</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i>Suaramu
wahai Natsir, suara kaum-mu</i></span><span style="font-size: small;"><br />
<i>Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi</i><br />
<i>Ini berjuta kawan sepaham</i><br />
<i>Hidup dan mati bersama-sama</i><br />
<i>Untuk menuntut Ridha Ilahi</i><br />
<i>Dan aku pun masukkan</i><br />
<i>Dalam daftarmu……!</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">(dikutip
dari buku “Mengenang 100 tahun HAMKA”)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;">Sajak berikut merupakan rangkaian dari sajak berbalas
dari M Natsir pada Buya Hamka yang sebelumnya menyusun sajak untuk M Natsir
yang berjudul “Kepada saudaraku M Natsir”.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b>DAFTAR</b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i>Saudaraku
Hamka,</i></span><span style="font-size: small;"><br />
<i>Lama, suaramu tak kudengar lagi</i><br />
<i>Lama…</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i>Kadang-kadang,</i></span><span style="font-size: small;"><br />
<i>Di tengah-tengah si pongah mortir dan mitralyur,</i><br />
<i>Dentuman bom dan meriam sahut-menyahut,</i><br />
<i>Kudengar, tingkatan irama sajakmu itu,</i><br />
<i>Yang pernah kau hadiahkan kepadaku,</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i>Entahlah,
tak kunjung namamu bertemu di dalam ”Daftar”.</i></span><span style="font-size: small;"><br />
<i>Tiba-tiba,</i><br />
<i>Di tengah-tengah gemuruh ancaman dan gertakan,</i><br />
<i>Rayuan umbuk dan umbai silih berganti,</i><br />
<i>Melantang menyambar api kalimah hak dari mulutmu,</i><br />
<i>Yang biasa bersenandung itu,</i><br />
<i>Seakan tak terhiraukan olehmu bahaya mengancam.</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i>Aku
tersentak,</i></span><span style="font-size: small;"><br />
<i>Darahku berdebar,</i><br />
<i>Air mataku menyenak,</i><br />
<i>Girang, diliputi syukur</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><i>Pancangkan !</i></span><span style="font-size: small;"><br />
<i>Pancangkan olehmu, wahai Bilal !</i><br />
<i>Pancangkan Pandji-pandji Kalimah Tauhid,</i><br />
<i>Walau karihal kafirun…</i><br />
<i>Berjuta kawan sefaham bersiap masuk</i><br />
<i>Kedalam ”daftarmu” … *</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><b>Saudaramu,</b></span><span style="font-size: small;"><br />
Tempat, 23 Mei 1959</span><b><span style="font-size: x-small;"> </span></b><br />
<br />
<b><span style="font-size: x-small;">(cc) Suka Sejarah Blog/Foto : google.picture.com/panjimas</span></b></div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-27389643483294733712012-04-06T00:46:00.001-07:002012-04-06T00:49:41.932-07:00Syekh Halaban di Jurnal Aswaja<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDdn0sqsXcXzcpUHh_QPrzgUizx5buuV5slj9bX7aP0urYXoh1ObHrXU9xqkr-cnPOG8kqWswhUpMzQjryuDfP0_sMIFy-IX2ULHcsZRoy1DXfpKHfdfplNmcyP7iBZEGV65h2ZIhqLbg/s1600/248335_228390463838255_100000019094670_975463_8048024_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDdn0sqsXcXzcpUHh_QPrzgUizx5buuV5slj9bX7aP0urYXoh1ObHrXU9xqkr-cnPOG8kqWswhUpMzQjryuDfP0_sMIFy-IX2ULHcsZRoy1DXfpKHfdfplNmcyP7iBZEGV65h2ZIhqLbg/s640/248335_228390463838255_100000019094670_975463_8048024_n.jpg" width="496" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: center;">
<b><span style="font-size: x-small;"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Artikel Muhammad Ilham & Hendra Bakti di Jurnal Aswaja</span></span></b></div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-4698006731308754052011-12-02T07:36:00.001-08:002011-12-02T07:36:32.382-08:00Eksotisme Kultural Surau Lubuk Bauk<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span lang="SV" style="font-family:Georgia;">Edit : Muhammad Ilham<br /><br />Surau Lubuk Bauk didirikan di atas tanah wakaf Datuk Bandaro Panjang, seorang yang berasal dari suku Jambak, Jurai Nan Ampek Suku. Dibangun oleh masyarakat Nagari Batipuh Baruh dibawah koordinasi para ninik mamak pada tahun 1896 dan dapat diselesaikan tahun 1901. Bangunan yang bercorak Koto Piliang yang tercermin pada susunan atap dan terdapatnya bangunan menara, sarat dengan perlambang dan falsafah hidup ini memiliki peran besar dalam melahirkan santri dan ulama yang selanjutnya menjadi tokoh pengembang agama Islam di Sumatera Barat. Surau Nagari Lubuk Bauk berdiri di pinggir jalan raya Batusangkar Padang. </span><span style="font-family:Georgia;">Secara administratif terletak Desa Lubuk Bauk, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Bangunan surau terletak lebih rendah ± 1 m dari jalan raya berbatasan dengan jalan raya Batusangkar Padang di bagian utara, kolam dan masjid di bagian timur, kolam dan rumah penduduk di bagian selatan, dan rumah penduduk di bagian barat.</span></span><br /></div> <span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"><br /></span></span> <div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;">Surau Lubuk Bauk berdenah bujur sangkar, terbuat dari kayu surian dengan luas 154 m2 dan tinggi bangunan sampai kemuncak ± 13 m. Bangunan dikelilingi pagar besi berbentuk panggung dengan tinggi kolong 1,40 m terdiri dari tiga lantai dan satu lantai berfungsi sebagai kubah/menara yang terletak di atas atap gonjong berbentuk segi delapan. Pintu gerbang terletak di timur menghadap ke selatan (jalan raya), sedangkan pintu masuk surau terletak di timur dan naik melalui enam buah anak tangga. Di atas pintu (ambang pintu) terdapat tulisan arab Bismillahirrahmanirrahim yang dibuat dengan teknik ukir dan di belakangnya ditutup dengan bilah papan. Di depan pintu terdapat tempat mengambil air wudlu. Atap bangunan terbuat dari seng, bersusun tiga. Atap pertama dan kedua berbentuk limasan, sedangkan atap ketiga yang juga berfungsi sebagai menara memiliki bentuk gonjong di keempat sisinya. </span><span lang="SV" style="font-family:Georgia;">Pada bagian puncak, atapnya membentuk kerucut dengan bentuk susunan buah labu/bola-bola.</span></span><br /></div> <span style="font-size:85%;"><span lang="SV" style="font-family:Georgia;"><br /></span></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span lang="SV" style="font-family:Georgia;">Bangunan surau terdiri atas tiga lantai, yaitu lantai I, <span class="caps">II, </span>dan <span class="caps">III.</span> Denah lantai I berukuran 12 × 12 m. Lantai I merupakan ruang utama untuk sholat dan juga tempat belajar agama. Di sisi barat terdapat mihrab berukuran 4 × 2,50 m. Di ruang ini tidak terdapat mimbar. Ruang utama ini ditopang oleh 30 tiang kayu penyangga yang bertumpu di atas umpak batu sungai. Menurut keterangan masyarakat, jumlah tiang sebanyak itu sama dengan jumlah tiang rumah gadang menurut adat Minangkabau. Tiang-tiang tersebut berbentuk segi delapan dan tiang bagian tengah diberi ukiran di sebelah atas serta bagian bawahnya. Dinding dan lantai terbuat dari bilah papan, dan pada sisi utara, selatan, dan timur terdapat jendela yang diberi penutup. Di bagian luarnya terdapat ukir-ukiran berpola tanaman sulur-suluran. Ukiran diletakkan di bagian atas lengkungan-lengkungan yang menutupi kolong bangunan. </span><span lang="FI" style="font-family:Georgia;">Lantai II berukuran 10 × 7,50 m, lebih kecil dari lantai I. Untuk masuk ke lantai II melalui sebuah tangga kayu. Di dalam lantai II tiang utama (empat tonggak) juga diberi ukiran-ukiran yang berpola sama dengan tiang di lantai I. Lantai <span class="caps">III </span>berdenah bujur sangkar berukuran 3,50 × 3,50 m. Di tengah-tengah ruangan terdapat satu tiang dengan tangga melingkar untuk naik ke menara. </span><span style="font-family:Georgia;">Sedangkan bagian luar lantai <span class="caps">III </span>membentuk empat serambi dengan atap membentuk gonjong yang meman-tulkan ciri-ciri khas bangunan Minang yang menghadap ke arah empat mata angin. Dinding serambi yang menghadap luar penuh dengan ukiran yang diberi wama merah, kuning, dan hijau mengambil pola tumbuhan pakis seperti pola bias pada bangunan rumah seorang tokoh masyarakat atau pemerintahan. Di salah satu bidang hias, di setiap serambi terdapat dua ukiran bundar yang bagian tengahnya disamar oleh tumbuh-umbuhan. Ukiran tersebut mengmgatkan pada motif uang Belanda dan mahkota kerajaan. Menurut keterangan masyarakat, empat serambi melambangkan Jurai nan Ampek Suku, agama, dan lambang dan empat tokoh pemerintahan (Basa Empat Balai) kerajaan Pagaruyung. Sedangkan ukiran pakis di bagian luar serambi melambangkan kebijaksanaan, persatuan, dan kesatuan dalam nagari. </span><span lang="SV" style="font-family:Georgia;">Bangunan menara berdenah segi delapan berdinding kayu dengan jendela jendela semu yang diberi kaca di setiap sisinya. Pada bagian luar, terdapat ukiran sulur-suluran pada bagian bawah dan pada bagian atasnya terdapat hiasan dengan pola segi empat. Bagian atas menara diberi kemuncak yang terdiri dari bulatan-bulatan (labu-labu) yang makin ke atas semakin mengecil dan di akhiri oleh bagian yang runcing (gonjong).</span></span><br /><br /><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0FTLUWnCR5NzoelRfpoaDJiQlvux-5W_CCeDryXAKAoJ5yLjZOiKuukPYl_aNrJf2CQgNOYmi9NPl8WGYE3N_-9OCiFsZZyUEoeJbJS5pcWGt2k0hg-8E-cotDyE7nff-2TT8AilWUj0/s1600/DSCN3239.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0FTLUWnCR5NzoelRfpoaDJiQlvux-5W_CCeDryXAKAoJ5yLjZOiKuukPYl_aNrJf2CQgNOYmi9NPl8WGYE3N_-9OCiFsZZyUEoeJbJS5pcWGt2k0hg-8E-cotDyE7nff-2TT8AilWUj0/s400/DSCN3239.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672267238671176834" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsRTudtOCeDDuDPajifi0V_vD2RAlWSn79je_vtkyb9XWS11i4ykmfknYcmfFWCd5kS3VOEtCH3rEad9H70yY83xWAawTFZBnSzp5g5mAbs7ErTCOymrkpzr-QAeIPcvQ901Gw5A6MTW0/s1600/DSC00620.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsRTudtOCeDDuDPajifi0V_vD2RAlWSn79je_vtkyb9XWS11i4ykmfknYcmfFWCd5kS3VOEtCH3rEad9H70yY83xWAawTFZBnSzp5g5mAbs7ErTCOymrkpzr-QAeIPcvQ901Gw5A6MTW0/s400/DSC00620.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672266867814070210" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFJeOjVHwELAspx4OO8ui7zNzavi23Vkr0cMv37sS2MGjKVJKFRTtZhujj1YetOFtvkjBqc363zNVe98PL2i4LNATegBKPOMrMmbQeuOK-QPn7_GCc3EJpi-Bf2bVJ7nNKENapocgGfec/s1600/DSC00611.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFJeOjVHwELAspx4OO8ui7zNzavi23Vkr0cMv37sS2MGjKVJKFRTtZhujj1YetOFtvkjBqc363zNVe98PL2i4LNATegBKPOMrMmbQeuOK-QPn7_GCc3EJpi-Bf2bVJ7nNKENapocgGfec/s400/DSC00611.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672266839311604002" border="0" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAIha5v7liOsZ2GWmw1BBVWZkc6i5dkyOiajMZva3uZ-GPxk0kcobr3pAJW-4IgBD7HwHe4LfYf0kUhBAzR0H3fFoTek_0DbPgz3rAajI7ONGy9uKzr6sccalIVmoh-zhlkXCZ3M_wF4Q/s1600/slbk5+gedhe.jpg"><br /></a><br /><br /></div><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj75PezGyWhoEO38-mNCyki-4ydlZA4K1nyhA0y-kunlZbZ1OBi4X2DyqC4hrFDmX-Y7BqRzaPLBlTw31XImFZMjjDFWpgo__IPCtu2p6948w5Z3Zf57V3JdlwAoKD5bCB3OmaKi41A5RA/s1600/Surau+Lubuk+Bauk.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 326px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj75PezGyWhoEO38-mNCyki-4ydlZA4K1nyhA0y-kunlZbZ1OBi4X2DyqC4hrFDmX-Y7BqRzaPLBlTw31XImFZMjjDFWpgo__IPCtu2p6948w5Z3Zf57V3JdlwAoKD5bCB3OmaKi41A5RA/s400/Surau+Lubuk+Bauk.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672267253475215826" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiP3kBWdLtgFghx6-HgEm9y02SX3Zdda5c7fu_T0OlGPgTeIqL0iFhfzyTpPnch6WQxg50lb-VSCshpO7Vm8CPVSTJ3F1Jlx9jP6Q-u-kKfFWlWOzutbUA3GtdnPzKjxNc7EKWyC7QeAx4/s1600/DSC00617.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiP3kBWdLtgFghx6-HgEm9y02SX3Zdda5c7fu_T0OlGPgTeIqL0iFhfzyTpPnch6WQxg50lb-VSCshpO7Vm8CPVSTJ3F1Jlx9jP6Q-u-kKfFWlWOzutbUA3GtdnPzKjxNc7EKWyC7QeAx4/s400/DSC00617.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672266862243467506" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgvrqNWokx3tPk7y5Q0jppDVZC9vhImKLO6wdkA_GLxS4L0jOBDPixEv5YSzNxzY_z4qsLEoQMRC3whDj2JGc_b9lfHvojlrYfPBdVEDkhxqPj94JfsYVZ3WfKTR7QIFPtSFw5iSba9h4/s1600/DSC00615.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgvrqNWokx3tPk7y5Q0jppDVZC9vhImKLO6wdkA_GLxS4L0jOBDPixEv5YSzNxzY_z4qsLEoQMRC3whDj2JGc_b9lfHvojlrYfPBdVEDkhxqPj94JfsYVZ3WfKTR7QIFPtSFw5iSba9h4/s400/DSC00615.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672266859434005282" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhU_Drqbyo9Gvpu54nfXibjlX0BiJBcCYdSth5cZEm9kG_6YGvqtnjvuBmYr1l6JRPHYUMr-4Kh5Yyx1UK5lkmaQWAMGNy1wpzmMKqF6SKG4eYbgOBkPSLgqY7oZZtQqBVlDMagg5OFcQg/s1600/DSC00612.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhU_Drqbyo9Gvpu54nfXibjlX0BiJBcCYdSth5cZEm9kG_6YGvqtnjvuBmYr1l6JRPHYUMr-4Kh5Yyx1UK5lkmaQWAMGNy1wpzmMKqF6SKG4eYbgOBkPSLgqY7oZZtQqBVlDMagg5OFcQg/s400/DSC00612.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672266846005872418" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbLWjJh47pOXk9q5Yk99Pri3ad6rcplIWTCGoPVYuFIgOcP_sn8OemxC5B6I0PcXyAhE0u5mTc8IMpfiOlEnOfRcVu6kDclxPbVPDuP_pGrcMW42rInEWs2cORbMTegloTNhZB7SX65_Y/s1600/surau+LB.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 194px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbLWjJh47pOXk9q5Yk99Pri3ad6rcplIWTCGoPVYuFIgOcP_sn8OemxC5B6I0PcXyAhE0u5mTc8IMpfiOlEnOfRcVu6kDclxPbVPDuP_pGrcMW42rInEWs2cORbMTegloTNhZB7SX65_Y/s400/surau+LB.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672267257978544498" border="0" /></a><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;font-size:85%;" ><span style="font-family:arial;">Foto (c) Labor Sejarah FIBA IAIN Padang</span></span><br /></div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-89701848816046497452011-11-07T07:00:00.001-08:002011-11-07T07:09:36.982-08:00Masjid Limo Kaum<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;">Masjid-masjid di Minangkabau tidak jauh berbeda dengan mesjid-mesjid kuno di Indonesia, yang membedakan dengan mesjid luar Minangkabau adalah makna-makna dibalik simbol-simbol budaya yang diapresiasikan dalam bentuk arsitektur mesjid. Keberlanjutan budaya pra Islam sangat kental dilihat terhadap mesjid-mesjid kuno di Minangkabau. Material kultur pra Islam telah menjadi <i style="">living monument </i>(monument yang masih difungsikan) dalam kehidupan masyarakat Minangkabau karena budaya pra Islam tidak ditinggalkan tetapi diramu sedemikian rupa sehingga menghasilkan arsitektur yang mengagumkan (Sudarman : 2006 & 2009)</span></span><span style="font-size:85%;">.</span></div><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3bWjmV0LvrlvSj4yYnl8pdp5ql4BEHyiI8DHeLa4ecPhZ7tCVF2-brUlSGkC0GX8UMUuR7FoKoWeKQ1PYzfeQCmzuqSlq0PFuvgE5h39VVnb-hQ1863V1MBKJ5PtHZg7GmymmEvQI3i0/s1600/DSCN1190.JPG"><br /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5Tsq9dGhXABq43C_fsR31vcPs37pFbutRd0DkmM_9YYYtqb0QHi6aXA836SHb2sEfMNpuqCyoU5u5k_GRhKCIlXAYBSEk4E4avz9XmMQXNkYrRB7r3KQy85-RXINDY8A5dJtCKTnc608/s1600/DSCN1192.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5Tsq9dGhXABq43C_fsR31vcPs37pFbutRd0DkmM_9YYYtqb0QHi6aXA836SHb2sEfMNpuqCyoU5u5k_GRhKCIlXAYBSEk4E4avz9XmMQXNkYrRB7r3KQy85-RXINDY8A5dJtCKTnc608/s400/DSCN1192.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672269617158414194" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUCpZOgC3UMCk2WOMCuzhIQ3D40RwYdfTusAKl5W-OQbAEBylt64ULPHWf8UaNwShHkiWfsToor9LD5HFqqa0miQs8EDE0OlM7Ork-sh7G1QBzfqKLTh0vzEhdeHhlu_L6MpMLV3OL1q0/s1600/DSCN1216.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUCpZOgC3UMCk2WOMCuzhIQ3D40RwYdfTusAKl5W-OQbAEBylt64ULPHWf8UaNwShHkiWfsToor9LD5HFqqa0miQs8EDE0OlM7Ork-sh7G1QBzfqKLTh0vzEhdeHhlu_L6MpMLV3OL1q0/s400/DSCN1216.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672270170524151762" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKkg2UsqyWyXAIgmHywoDCMr5yb2WIBIyRRXAZ-aQBZNvv3Fqwbvb4tNSEg9U5BX6RzpRJ1ELlAxpxVhBZZRmb-GFbYzw3n1R7IP89rFlR2Rsc2uOyctq05vBGyjpY3kHMkIUPdp_nEV0/s1600/DSCN1215.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKkg2UsqyWyXAIgmHywoDCMr5yb2WIBIyRRXAZ-aQBZNvv3Fqwbvb4tNSEg9U5BX6RzpRJ1ELlAxpxVhBZZRmb-GFbYzw3n1R7IP89rFlR2Rsc2uOyctq05vBGyjpY3kHMkIUPdp_nEV0/s400/DSCN1215.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672270162879629970" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEid4tYTjHKdojm3BK620QKzRryFadH69VdgxhOdNZmKpTZgjIZNvYpg3_R1ayA4yELphHen8mc08Lbn_fwFU69I-EDjcc54r4KixhogMb9fq_6IrykfdHEj-NItjPd9peDKYKGYG_AcNaU/s1600/DSCN1213.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEid4tYTjHKdojm3BK620QKzRryFadH69VdgxhOdNZmKpTZgjIZNvYpg3_R1ayA4yELphHen8mc08Lbn_fwFU69I-EDjcc54r4KixhogMb9fq_6IrykfdHEj-NItjPd9peDKYKGYG_AcNaU/s400/DSCN1213.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672270161178184994" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjh58MvVrLbTCgjsRIA2OBV8qDaWYsU20sdLrkaLCbMOpktQp3hQi7y61FjHB_C5YYGRrt8IIxbgVIMqtPnhEQaY15rf1apKqfr4uwj6fYngfOSdvD-40cJsU0Lah9g_rx1FyGYuU3haDk/s1600/DSCN1205.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjh58MvVrLbTCgjsRIA2OBV8qDaWYsU20sdLrkaLCbMOpktQp3hQi7y61FjHB_C5YYGRrt8IIxbgVIMqtPnhEQaY15rf1apKqfr4uwj6fYngfOSdvD-40cJsU0Lah9g_rx1FyGYuU3haDk/s400/DSCN1205.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672269632283826850" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3QCKk-9QI_bWGTamavp3eSlP8ZdLJnHmMa9V4ccJ8vJrZtLN2_Y2OQM9AfVo7oCRTaY3d5oekXIR8R5JKDlWX70wnqAvRzxGBN5euVPZksQm3Tgb1HwUerWkA5lV3ZHt4jO14spAjiFc/s1600/DSCN1206.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3QCKk-9QI_bWGTamavp3eSlP8ZdLJnHmMa9V4ccJ8vJrZtLN2_Y2OQM9AfVo7oCRTaY3d5oekXIR8R5JKDlWX70wnqAvRzxGBN5euVPZksQm3Tgb1HwUerWkA5lV3ZHt4jO14spAjiFc/s400/DSCN1206.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672269631121732498" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1beg7G8NxirRHs1Ntzh4ttR-nZm1tjyz2d9jKUo_DxsJc4ZFF2CX_XDeyWFiM7UA9ctctM7z8y3xAe1_WpJNL1M2lKuvLgz6OT05DpYpmpTRLU06VkaLWS7kNhgt5LCf-uErU98f4Vj4/s1600/DSCN1201.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1beg7G8NxirRHs1Ntzh4ttR-nZm1tjyz2d9jKUo_DxsJc4ZFF2CX_XDeyWFiM7UA9ctctM7z8y3xAe1_WpJNL1M2lKuvLgz6OT05DpYpmpTRLU06VkaLWS7kNhgt5LCf-uErU98f4Vj4/s400/DSCN1201.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672269617781575922" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5JrT283AFLoqlPtpA3R9IaiVXw84j2odLG1spv5zDgiv1nOtntO-LH1VHSxx9bXH1r-8qF8pBmZ9y37OwwlsW9NbDpvSKipMCcE9YCha2Mtjc0psIF_vKX35PJhGNpxxElTKJABxUlD8/s1600/DSCN1199.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5JrT283AFLoqlPtpA3R9IaiVXw84j2odLG1spv5zDgiv1nOtntO-LH1VHSxx9bXH1r-8qF8pBmZ9y37OwwlsW9NbDpvSKipMCcE9YCha2Mtjc0psIF_vKX35PJhGNpxxElTKJABxUlD8/s400/DSCN1199.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672269613363722466" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheIP0Ev9Sjqd5YcFezjAm8L234ZOpwUbO7yKD_4GihN-tC5FnsYu9HyI1G5qdEP4zY4m49pGt0T_bqMqj79sDpULDo_wlwx44naoXznCZ0owukYYUtZjaNRJoc7DGlAN3QBO3IlBXUO4Y/s1600/Masjid+Raya+Limakaum-b.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 274px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheIP0Ev9Sjqd5YcFezjAm8L234ZOpwUbO7yKD_4GihN-tC5FnsYu9HyI1G5qdEP4zY4m49pGt0T_bqMqj79sDpULDo_wlwx44naoXznCZ0owukYYUtZjaNRJoc7DGlAN3QBO3IlBXUO4Y/s400/Masjid+Raya+Limakaum-b.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672270606177125970" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEisf8QTPQQ8wKNvQtgiauNUvWFyVISZcykSV7oZQH31NGB1cUxScRRihk-Ht9_HUSW9pjxYjZX2K4szi7VX1UqFYtWcK5LGViGa9mRaK2SPgtHTEP_ve6xZwTeEni1C5Mu3eHzD4eP7w4Y/s1600/DSCN1218.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEisf8QTPQQ8wKNvQtgiauNUvWFyVISZcykSV7oZQH31NGB1cUxScRRihk-Ht9_HUSW9pjxYjZX2K4szi7VX1UqFYtWcK5LGViGa9mRaK2SPgtHTEP_ve6xZwTeEni1C5Mu3eHzD4eP7w4Y/s400/DSCN1218.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672270596093502866" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjup8Ls9zz9CMP8Cn_dalYeve2ofrbeRvs-JVw57m_N7stZnBeqK1DQ3xhr065UZDv16-b58hO55j9JQrU3GNOrRvqkCWhzfnhjQGprxCwN5-RUKNg1bfcpDV7t46cdkapOdQ-6z2x8jAM/s1600/DSCN1204.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjup8Ls9zz9CMP8Cn_dalYeve2ofrbeRvs-JVw57m_N7stZnBeqK1DQ3xhr065UZDv16-b58hO55j9JQrU3GNOrRvqkCWhzfnhjQGprxCwN5-RUKNg1bfcpDV7t46cdkapOdQ-6z2x8jAM/s400/DSCN1204.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672270588270386322" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_8D8UewqlcgQPY8lU0FTCfiNvc6c2us46NbvunCcyGeT2Op5EBHxA22-NTKyyJUP5nj0j8_4t0lrVgayXRiVoq06g-Ob5zl2QQxIFy6fHPLrZOjAKkoMNuogh8EJocZ_x0c4SF26L5l0/s1600/DSCN1194.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_8D8UewqlcgQPY8lU0FTCfiNvc6c2us46NbvunCcyGeT2Op5EBHxA22-NTKyyJUP5nj0j8_4t0lrVgayXRiVoq06g-Ob5zl2QQxIFy6fHPLrZOjAKkoMNuogh8EJocZ_x0c4SF26L5l0/s400/DSCN1194.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672270588998155266" border="0" /></a><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"></span></span><span style="font-size:85%;"><br /></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3bWjmV0LvrlvSj4yYnl8pdp5ql4BEHyiI8DHeLa4ecPhZ7tCVF2-brUlSGkC0GX8UMUuR7FoKoWeKQ1PYzfeQCmzuqSlq0PFuvgE5h39VVnb-hQ1863V1MBKJ5PtHZg7GmymmEvQI3i0/s1600/DSCN1190.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3bWjmV0LvrlvSj4yYnl8pdp5ql4BEHyiI8DHeLa4ecPhZ7tCVF2-brUlSGkC0GX8UMUuR7FoKoWeKQ1PYzfeQCmzuqSlq0PFuvgE5h39VVnb-hQ1863V1MBKJ5PtHZg7GmymmEvQI3i0/s400/DSCN1190.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672270183361558594" border="0" /></a><br /><div style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIj_Loxzc7ZXIt0c5se-59NgMJPJyXTsQdWygjb0-Nq6inlfPu1Bico8sTpxKI1kTAWrx52JQ_JH9CGvk-U41m2UyhN0eYaDma1kPEmbuTIfEedn-WUuJUwTYv4MoRNd3K70JiGf_eZfY/s1600/DSCN1188.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 300px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIj_Loxzc7ZXIt0c5se-59NgMJPJyXTsQdWygjb0-Nq6inlfPu1Bico8sTpxKI1kTAWrx52JQ_JH9CGvk-U41m2UyhN0eYaDma1kPEmbuTIfEedn-WUuJUwTYv4MoRNd3K70JiGf_eZfY/s400/DSCN1188.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672270172593749362" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;font-size:85%;" ><span style="font-family:arial;">Foto (c) Labor Sejarah FIBA IAIN Padang</span></span><br /></div></div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-34721666529731952242011-11-07T06:38:00.000-08:002011-11-07T07:01:17.476-08:00Masjid Tuo Kayu Jao<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;">Masjid-masjid di Minangkabau tidak jauh berbeda dengan mesjid-mesjid kuno di Indonesia, yang membedakan dengan mesjid luar Minangkabau adalah makna-makna dibalik simbol-simbol budaya yang diapresiasikan dalam bentuk arsitektur mesjid. Keberlanjutan budaya pra Islam sangat kental dilihat terhadap mesjid-mesjid kuno di Minangkabau. Material kultur pra Islam telah menjadi <i style="">living monument </i>(monument yang masih difungsikan) dalam kehidupan masyarakat Minangkabau karena budaya pra Islam tidak ditinggalkan tetapi diramu sedemikian rupa sehingga menghasilkan arsitektur yang mengagumkan (Sudarman : 2006 & 2009)</span></span><span style="font-size:85%;">. Agama Islam di Kabupaten Solok, Sumatra Barat, telah berkembang sejak abad ke-16. Fakta sejarah ini dibuktikan dengan berdirinya Masjid Tuo Kayu Jao, berusia 400 tahun. Meski bangunan bergaya Masjid Demak, Banten, ini sempat dipugar tapi sebagian besar bangunan masjid masih asli.<br /><br /><br /></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9QJ2dZQGa1cM05L0EIACwshmuOXC7cKV0VIY5XnBVm8nSDTxR2Fpx4i50bScHqtcn-1iPCcF4vGhgHAqYHmVULvQu0ujkSBCsZbjpnUYIdzwI2Nnahx_OhlNhXKIKLLquiEtXvEra-NE/s1600/dr+sisi+barat+%252798.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 272px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9QJ2dZQGa1cM05L0EIACwshmuOXC7cKV0VIY5XnBVm8nSDTxR2Fpx4i50bScHqtcn-1iPCcF4vGhgHAqYHmVULvQu0ujkSBCsZbjpnUYIdzwI2Nnahx_OhlNhXKIKLLquiEtXvEra-NE/s400/dr+sisi+barat+%252798.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672264131977059778" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3FPy-6MtRSoFmECsSnCi2cdCUZb27-YgxdUZbv6VlgdkCo4ejRB7D0CH2Vcq3Y1nq4Bij9iedrNAs4NzLIxLuQ5yLlUpXFC0i7ukMXGeA6UXCaixs9UblUwgUabbOHMEbdP6hMqGXez8/s1600/atap+%252798.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 272px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3FPy-6MtRSoFmECsSnCi2cdCUZb27-YgxdUZbv6VlgdkCo4ejRB7D0CH2Vcq3Y1nq4Bij9iedrNAs4NzLIxLuQ5yLlUpXFC0i7ukMXGeA6UXCaixs9UblUwgUabbOHMEbdP6hMqGXez8/s400/atap+%252798.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672264124371079362" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMP8UbLGyKWK5jVGHuMZSjtkmOxsOLHzHPUJe-67HAO6zJis6KpGTBcsm2Bu9dMspdHm_mBuaYun8URXDa_McxH2m7-G-rJMv8abRLYWgNuRKfgxMXKjMDe07cAcsaDFcW2umTMzfG1fw/s1600/MKJ+%252798.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 270px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMP8UbLGyKWK5jVGHuMZSjtkmOxsOLHzHPUJe-67HAO6zJis6KpGTBcsm2Bu9dMspdHm_mBuaYun8URXDa_McxH2m7-G-rJMv8abRLYWgNuRKfgxMXKjMDe07cAcsaDFcW2umTMzfG1fw/s400/MKJ+%252798.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672264131521577218" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSyKu7Q8HA3Byc-lRB6MgJ2hfUug-hhcnbgScV-q4wo27xaV15e3MgFDTXtE03LjuhyphenhyphenlDMBVKtVF5uYe5sjdIMTU7jrXfPzb-i3Kd3tLa-835X-0hl-P4YqcVSfhmDfedGxLPHMEihNxA/s1600/MKJ+%252799.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 270px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSyKu7Q8HA3Byc-lRB6MgJ2hfUug-hhcnbgScV-q4wo27xaV15e3MgFDTXtE03LjuhyphenhyphenlDMBVKtVF5uYe5sjdIMTU7jrXfPzb-i3Kd3tLa-835X-0hl-P4YqcVSfhmDfedGxLPHMEihNxA/s400/MKJ+%252799.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672264144182102882" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9I3Jk_OEnnyPZJU0OGLM6kSTnxCrc1lBR_3UDnwWg3vjxw_Da5lrodyPAJig0l5ab0boylouhi8vOqosFOooMsEwHO1qFegJC7JUdcscFm7BEue1odCOySs3vrMmDPAoDLEjfXvMtXdw/s1600/Masjid+Kayu+Jao3.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 275px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9I3Jk_OEnnyPZJU0OGLM6kSTnxCrc1lBR_3UDnwWg3vjxw_Da5lrodyPAJig0l5ab0boylouhi8vOqosFOooMsEwHO1qFegJC7JUdcscFm7BEue1odCOySs3vrMmDPAoDLEjfXvMtXdw/s400/Masjid+Kayu+Jao3.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672264461505967090" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxxqtnr_Grroj-1z1MS4j4tNXCUkyaTukgrmPCTCD_cXjdXBpp4dHc1dQnF0VaD9dUIQmq3DNX18AwbPFNNO9ggRQXczs2Z5w4fG94poB4ui_iqPuYrRjzLW5DeCRY_ERE0GA8AB2TfTY/s1600/Masjid+Kayu+Jao4.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 265px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxxqtnr_Grroj-1z1MS4j4tNXCUkyaTukgrmPCTCD_cXjdXBpp4dHc1dQnF0VaD9dUIQmq3DNX18AwbPFNNO9ggRQXczs2Z5w4fG94poB4ui_iqPuYrRjzLW5DeCRY_ERE0GA8AB2TfTY/s400/Masjid+Kayu+Jao4.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672264467846048242" border="0" /></a><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDcefCR79bnKSlKVGTcN0QaodSX547qQ3IB7aA76sejYOhFEwpol5nhZFt9JcVEoQzqM2NoyRiJL5Rjf9y06-YTmRK9E3HOdPDE1YqrT9_6uHk5TGA4fJPWSCPkny0Nz6LeogFlrgUd8M/s1600/MKJ+%252799b.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 343px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDcefCR79bnKSlKVGTcN0QaodSX547qQ3IB7aA76sejYOhFEwpol5nhZFt9JcVEoQzqM2NoyRiJL5Rjf9y06-YTmRK9E3HOdPDE1YqrT9_6uHk5TGA4fJPWSCPkny0Nz6LeogFlrgUd8M/s400/MKJ+%252799b.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672264145239052466" border="0" /></a><br /><div style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjs2Z1DrdrfogFwLg5Eja_Sky8OJgFNQ5gLHEummIU3sjNXfATZFf4TqKxwQi08n9em8mOO92FoLkja2dc6hZkrYcautnPEzicAbTe-svbssOLT-4J5MFQm81GdqLFrCMwIw5wg4K81V5Q/s1600/kayu+jao+3.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 258px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjs2Z1DrdrfogFwLg5Eja_Sky8OJgFNQ5gLHEummIU3sjNXfATZFf4TqKxwQi08n9em8mOO92FoLkja2dc6hZkrYcautnPEzicAbTe-svbssOLT-4J5MFQm81GdqLFrCMwIw5wg4K81V5Q/s400/kayu+jao+3.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672264482403859426" border="0" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCHgXisc5A1bCzR55C7Dnf7Os-dPSHTFMyVVNMF6cjybX-gv410-OE8rMEEJKSdQQ04o-kulxzc8y_nPjZ31U6kKg-nwcgw_LK5J5kgTMPYQYa4Ok0mjDPif4Ck5eJGP6-1zc7FiBVp5Y/s1600/kayu+jao+2.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 256px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCHgXisc5A1bCzR55C7Dnf7Os-dPSHTFMyVVNMF6cjybX-gv410-OE8rMEEJKSdQQ04o-kulxzc8y_nPjZ31U6kKg-nwcgw_LK5J5kgTMPYQYa4Ok0mjDPif4Ck5eJGP6-1zc7FiBVp5Y/s400/kayu+jao+2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672264457804818226" border="0" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHuwaq4jL3hl0fxtFCA8t-wT6_WD5UpVExCTg1aG2DjKDzk223ca9R1d8fHcX-WWSfJ68dBeLS_GgdLCqPTvd_olaDfmEtYyoDdhN-N2CyqKixCbQYQ90hgftcFSNrT3EtV_uxPRlvBEM/s1600/kayu+jao+1.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 251px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHuwaq4jL3hl0fxtFCA8t-wT6_WD5UpVExCTg1aG2DjKDzk223ca9R1d8fHcX-WWSfJ68dBeLS_GgdLCqPTvd_olaDfmEtYyoDdhN-N2CyqKixCbQYQ90hgftcFSNrT3EtV_uxPRlvBEM/s400/kayu+jao+1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672264455858782834" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;font-family:arial;font-size:85%;" >Foto (c) Labor Sejarah FIBA IAIN Padang</span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" ><br /></span></div></div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-55204647864665564472011-11-07T06:35:00.001-08:002011-11-07T06:35:30.968-08:00Ilyas Ya’kub (Bagian : 1)<span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" >Ditulis ulang/edit : Muhammad Ilham</span><span style="font-weight: bold;font-family:georgia;font-size:85%;" ><br /><br /></span> <p class="ListParagraph" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; font-weight: bold;font-family:georgia;"><span style="font-size:85%;"><span style="line-height: 115%;">“Apa sadja jang di bangoen bangsa dan tjita2 jang di harapkan berhasil dengan boeah pergerakan, perlu mempounyai samboungan lidah (pers). Ia akan membawa dan menyampaikan pemandangan, perasan dan tjita2 itoe. Kita rakyat Indonesia jang djoega masoek golongan bangsa jang bangoen dan bergerak, perloe mempoenyai samboengan lidah soepaya pergerakan kita itoe djangan tuli dan keloe”. (Medan Rakyat: No. 1, Februari 1931) </span></span></p> <span style="font-weight: bold;font-family:georgia;font-size:85%;" ><span style="line-height: 115%;"><br /></span></span><div style="text-align: justify; font-weight: bold;font-family:georgia;"><span style="font-size:85%;"><span style="line-height: 115%; font-weight: normal;">Ilyas Ya’kub dilahirkan pada hari Jum’at bulan Rajab tahun 1903 M, di Asam Kumbang Painan, Kabupaten Pesisir Selatan. Terlahir dari pasangan keluarga Haji Ya’kub dan Siti Hajir. Bapaknya berprofesi sebagai seorang pedagang kain sementara ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Kakek dari pihak ayahnya bernama Haji Abdurrahman seorang ulama terkemuka di Pesisir Selatan bahkan ke Kurinci. Dalam keluarga Ilyas anak ketiga dari empat bersaudara yang kesemuanya laki-laki. (Edwar: 1981, 219). Dari silsilah keturunan, ternyata Ilyas cucu dari seorang ulama. Kakek beliau ini, banyak mempunyai murid, baik yang berdomisili di painan maupun di Kurinci. Haji Abdurrahman selain seorang ulama beliau juga seorang yang haus dengan ilmu, ini terlihat dari kemauan kakeknya ini menuntut ilmu mulai dari kampung, ke Aceh bahkan sampai ke Makkah. </span><span style="line-height: 115%; font-weight: normal;">Pada tahun 1932, setahun sekembalinya dari Mesir, Ilyas menikah dengan Tinur seorang putri kesayangan Haji Abdul Wahab guru mengaji Ilyas sebelum berangkat ke Makkah. Pesta pernikahannya tidak dilaksanakan di kampung, tetapi di Semurut Kerinci. Di daerah ini, banyak terdapat murid-murid calon mertuanya, serta letak daerahnya juga jauh dari kota Padang. Pesta pernikahan ini dilaksanakan secara sederhana, tapi cukup berkesan walau jauh dari kota Padang, namun mata-mata Belanda dapat juga mengetahuinya, sehingga perhelatan itu terpaksa diundurkan beberapa hari. (Fauzi Ilyas: 1977,8). Ilyas ditangkap dengan tuduhan mengadakan rapat raksasa untuk mempropagandakan kemerdekaan Indonesia. Setelah melalui proses dengan pemerintahan Belanda, beberapa hari kemudian Ilyas dilepas.</span><span style="line-height: 115%;"><br /><br /><span style="font-weight: normal;">Dari hasil pernikahan Ilyas dan Tinur, mereka dikaruniai 13 orang anak. Ketika penulis mewawancarai salah seorang dari anak Ilyas Ya’kub yang bernama Mulyetri Ilyas, ia mengungkapkan, dari ketiga belas ia bersaudara yang masih hidup adalah 10 orang sedang yang tiga orang lainnya telah meningal dunia. Ketiga orang yang telah meninggal dunia itu, satu meninggal di Digul dan satunya lagi di Australia keduanya meninggal pada masa pembuangan bapak oleh pemerintahan Belanda. Sedangkan yang satu lagi meninggal di Padang sekembalinya dari pembuangan. Adapun yang masih hidup sampai berita ini di dapat adalah: Ali Syaidi Ilyas, Fikri Ilyas, Rostila Ilyas, Rawasi Ilyas, Fauzi Ilyas, Silmi Ilyas, Hayati Ilyas, Surihati Ilyas, Mulyetri Ilyas dan Tisri Yeni Ilyas. (Mulyetri Ilyas, Wawancara: 22 Agustus 2007). Putri ke duabelas Ilyas ini juga bercerita: melalui informasi dari ibu dan kakak-kakaknya, ia mendapat informasi bahwa, bapak ketika hidupnya mempunyai hobi suka menulis dan senang mendengarkan lagu-lagu apa saja. Disela-sela hari libur, dirumah beliau juga sering bercanda dan bernmain dengan kami seperti main kuda-kudaan dan sulap-sulapan. Walaupun begitu, disisilain beliau selalu serius dalam setiap kali menghadapi masalah, tegas dan pantang di sogok walau dengan apapun.</span><span style=""> </span></span><span style="line-height: 115%;"><br /><br /><span style="font-weight: normal;">Pendidikan formal Ilyas Ya’kub, berawal dari sekolah </span><i style="font-weight: normal;">Gouverment Inlandsche School</i><span style="font-weight: normal;"> di daerah Asam Kumbang Painan, Kab. Pesisis Selatan sekarang. (Marlina Yanti: 2000, 23). Pada malam harinya setelah selesai sholat magrib, ia belajar mengaji serta pelajaran agama bersama kakeknya di surau desa. Setelah menamatkan pendidikan formal, ilyas bekerja di sebuah perusaan tambang batu batu bara Ombilin Sawahlunto, sebagai juru tulis. Pekerjaan ini ia tekuni selama lebih kurang dua tahun antara tahun 1917 sampai dengan tahun1919. Di perusaan tambang ini Ilyas melihat dengan langsung bagaimana nasib saudara-saudara kita sebagai seorang buruh kuli yang diperintah oleh penjajah. Pada suatu hari Ilyas menyaksikan seorang mandor Belanda pada tambang itu, melakukan perbuatan yang diluar prikemanusian, menyiksa seorang pekerja tambang yang sedang duduk istirahat karena lelah akibat beratnya pekerjaan yang mereka lakukan semenjak pagi.(Fauzi Ilyas: 1977, 8 )</span></span><span style="line-height: 115%; font-weight: normal;">. Tidak tahan bekerja dibawah tekanan penjajah, Ilyas keluar dari pekerjaan dan kembali ke kampung halaman. Di kampung ilyas kembali belajar agama kepada seorang ulama terkemuka di koto Merapak, yaitu Syekh Abdul Wahab yang selanjutnya nanti gurunya ini menjadi mertua beliau. Setelah dua tahun belajar pada Syekh Abdul Wahab, Ilyas diajak gurunya menunaikan ibadah Haji ke Mekah. Di Mekah Ilyas mempergunakan kesempatan ini untuk melanjutkan pendidikan. Dari Mekah Ilyas terus ke Mesir dan mendaftar sebagai mahasiswa di Universitas <i style="">Al-Azhar</i> Kairo. Selama jadi mahasiswa, Ilyas tidak hanya sekedar kuliah saja, tetapi juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Baginya suatu kewajiban moral untuk memperjuangkan nasib bangsa dari penjajahan kolonial Belanda. Tugas mahasiswa bukan hanya sekedar belajar, lebih dari itu merupakan komitmen terhadap realitas social dan politik serta berusaha demi kemajuan bangsa, agar terbebas dari cengkraman penjajah. Untuk itu, bersama rekan-rekan mahasiswa lain yang sama-sama berasal dari Indonesia, juga bergabung dengan mahasiswa lainnya yang berasal dari negeri jiran Malaisyia. Ia mendirikan <i style="">Al-Jami’ah Al-Khairriyyah</i>, yaitu organisasi social kemahasiswaan yang bertujuan untuk memperbaiki dan memperlancar anggotanya.(Taufik Abdullah: 1988, 179) Terlepas dari tujuan utama tersebut, organisasi ini juga merupakan wadah dari mahasiswa dua negeri serumpun guna mendiskusikan masalah kolonialisme.<br /><br />Selain aktif di organisasi, Ilyas juga aktif dalam bidang jurnalistik. Dalam bulan September 1925, ia menerbitkan majalah <i style="">“Seruan Al-Azhar”</i>, yaitu majalah bulanan mahasiswa.( Tim IAIN Syarif Hidayatullah: 2004, 419). Kedua majalah ini adalah untuk bacaan oaring-orang Indonesia, baik yang berada di Mesir maupun yang berada di tanah air. Melalui kedua majalah ini, Ilyas banyak mereflekskan sikapnya terhadap praktek kolonial yang tengah melanda di berbagai daerah di Asia dan Afrika. Fikiran-fikiran dan ide-ide yang ada di benak Ilyas Ia tumpahkan melalui kedua majalah ini. Tak lupa pula untaian semangat dan cinta tanah air, selalu ditebarkan. Pokoknya semangat untuk bebas dari kungkungan penjajah serta cinta tanah air selalu diselipkan dalam majalah ini. Tulisan-tulisan yang cukup pedas dan tegas anti penjajahan Belanda, tampaknya telah menyinggung perasaan Perwakilan Pemerintahan Belanda di Mesir. Melalui perwakilan pemerintahan Belanda di Mesir, Belanda mencoba mengupayakan penangkapan, namun usaha ini gagal, karena Ilyas dilindungi oleh beberapa tokoh Nasionalis Mesir. Jalan lain yang di tempuh oleh pemerintahan Belanda ialah dengan memblok majalah-majalah pimpinan Ilyas beredar di Indonesia. (Edwar: 1981, 221) Larangan ini, justru malah semakin dapat kita pahami betapa hebatnya perjuangan Ilyas di luar negeri. Kesibukan Ilyas di bidang organisasi, jurnalis serta mentransparansikan sikap-sikap anti kolonial, mendapat atensi yang cukup besar dari kalangan tokoh pergerakan nasional Mesir. Bahkan Ilyas menjadi tamu tetap di markas besar Partai <i style="">Hizbul Wathan</i> dan sering di ikut sertakan dalam acara-acara kepartaian. Bagi Ilyas Ya’kub, kesempatan ini merupakan suatu pengalaman yang paling berharga, yang sebelumnya tak pernah ia bayangkan. Keikut sertaan Ilyas dalam acara-acara Partai <i style="">Hisbul Wathan</i> telah mempengaruhi jalan fikirannya terutama menyangkut colonial. Dua media yang ia pimpin, seakan-akan telah menjadi pelancar tujuan dan pikiran-pikiran para tokoh Nasionalis Mesir tersebut, juga pada dasarnya merupakan suatu keuntungan besar bagi perjungan Ilyas dan kawan-kawan. Bagaimanapun juga, pergerakan yang terjadi di Mesir pada awal abad ke dua puluh, semakin memperkuat rasa kebangsaan mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari Indonesia, dengan ideologi yang berasaskan Islam dan Kebangsaan. Rasa ke Islaman merupakan cerminan perjuangan Muhammad Abduh, sedang kebangsaan cerminan dari anjuran Mustafa Kamil. (Marlina Yanti: 2000, 27) pada gilirannya, kedepan fikiran semacam ini yang mempengaruhi jalan fikiran politik Ilyas Ya’kub setelah kembali ketanah air. Lantaran keaktifan Ilyas di bidang politik dan jurnalis, mengakibatkan ia tidak menamatkan kuliahnya di <i style="">Al-Azhar</i>. Namun demikian, hal ini tidak mematahkan semangat anti kolonialnya. Selam di Mesir lebihkurang enam tahun, telah banyak memberinya pengalaman yang sangat berharga yang tak mukin di dapati di bangku kuliah saja. Sekaligus dengan berbekal pengalaman itulah ia dapat berbuat dalam pergerakan nasional setelah di tanah air.<br /><br />Dalam bidang politik, Ilyas memantapkan hatinya berkiprah dalam tubuh partai Persatuan Muslim Indonesia (PERMI). Ia sekaligus telah ikut ambil bagian dalam membidani kelahiran PERMI. Pada kongres pertama PERMI tanggal 20-21 Mei 1930 di Bukittinggi, diputuskan Ilyas Ya’kub diangkat sebagai Wakil Ketua, dalam kepengurusan besar PERMI. Sebagai seorang yang pertama kali memformulasikan landasan ideology PERMI, Ilyas dengan penuh keyakinan mempropagandakan ide-ide Islam dan Kebangsaan, sebagai lambang bagi pergerakan nasional Indonesia. Sebuah surat kabar “Medan Rakyat” ia terbitkan sebagai alat propaganda. Melalui majalah ini, Ilyas menyampaikan pokok-pokok pikirannya mengenai PERMI dan nasionalisme serta aktivitas pergerakan bangsa Indonesia. Seperti halnya ketika azas PERMI Islam dan kebagsaan banyak diserang oleh berbagai pihak, Ilyas tampil dengan ide-ide yang cemerlang lewat Medan Rakyat. Ia menuliskan bahwa Islam dan kebagsaan adalah perasaan yang suci dan pantas meresap pada setiap dada pemuda, hingga mengalir keseluruh tubuhnya setiap saat. Nantinya diharapkan menjadi tunas unggul dan mempunyai kemampuan serta keberanian dalam membela agama, bangsa dan tanah air.(Medan Rakyat : 1 Maret1931, 32).<br /><br />Menurut Ilyas, sampai tahun 1931, persatuan dan kesatuan belum juga terwujud di kalangan rakyat Indonesia. Ia masih melihat pertikaian dalam hal basis ideology pergerakan nasional, masih saja mewarnai perjuangan kelompok-kelompok pergerakan. Pada saat itu, Ilyas mulai menyerukan tentang persatuaan tampa harus berpedoman pada satu agama. Hal ini terlihat dalam salah satu artikel yang di tulis sebagimana yang dikutip oleh Taufik Abdullah dalam Medan Rakyat No. 5 April 1931, sebagai berikut: “Pabilakah masanya Indonesia dapat mengemukakan ukuran yang diletakkan di tengah-tengah satu bangsa dalam pergerakan. Kalau kita belum bisa bersatu atas nama satu agama, apakah sdalahnya kita bersatu atas naungan panji-panji sebangsa dan setanah air”. Lebih lanjut Ilyas mengatakan, bahwa perpecahan di tubuh pergerakan nasiuonal adalah merupakan sebuah tragedi, sedang kelahiran PERMI yang berlandaskan Islam dan Kebangsaan, merupakan jalan untuk mengakhiri tragedi tersebut.(Taufik Abdullah: 1988, 165). Dari kutipan artikel ini, terlihat bahwa Ilyas dalam hal pergerakan persatuan tidak hanya harus tertuju kepada PERMI, malahan Ilyas berucap, kalaulah persatuan itu tidak bisa dicapai melalui satu ideologi agama, kenapa tidak melalui persatuan sebangsa dan setanah air saja, sedangkan PERMI hanyalah salahsatu wadah untuk menuju persatuan dan kesatuan. Pada tanggal 19 Juli 1931, dalam sebuah rapat umum PERMI cabang Padang, Ilyas tampil sebagai pembicara. Pertemuan ini menggagas tentang hal-hal pembangunan pikiran dan semangat untuk pergerakan. Ilyas tampil dengan judul pidato “Semangat pergerakan yang dilandasi oleh Islam dan kebangsaan”. Menurut Ilyas kemerdekaan adalah cita-cita bagi setiap insane yang tertindas. Siapapun yang merasa hari ini tertindas oleh penjajah yang bercokol di negeri tumpah darah kita, bangkit dan bangunlah untuk menapak hari esok nan cerah. Jadikan Islam dan Kebangsaan sebagai landasan utama buat modal meraih kemerdekaan.(Marlina Yanti dikutip dari Medan Rakyat: 2000, 53).<br /><br />Tentang disiplin partai, Ilyas sebagai salah seorang pimpinan partai, juga harus menegakkan kedisplinan dan mengontrol anggota partai. Kasus Darwis Thaib, merupakan pelajaran bagi PERMI terhadap tindakan indispliner yang dilakukan pengurus partai. Kasus itu bermula dari adanya desas-desus yang menyebutkan bahwa Darwis Thaib, selain aktif di PERMI juga aktif di PNI. Desas-desus ini menarik perhatian Ilyas, ia segera menangani kasus tersebut. Setelah melakukan penelitian, Ilyas melaporkan kasus ini dalam sidang PB PERMI, yang akhirnya memutuskan untuk memecat Darwis Thaib dari keanggotaan PERMI (Andi Asoka, dikutip dari Medan Rakyat: 1989, 56). Berdasarkan pengalaman ini, Ilyas mengusulkan bahwa untu menjadi pengurus PERMI, terlebih dahulu harus lulus tes disiplin partai. Selain itu para kandidat pengurus partai harus menunjukan kemampuan intelektualnya, sebagai cendikiawan partai. Demikian juga halnya dengan cabang-cabang partai yang berada didaerah, baru akan disetujui sebagai cabang, apabila telah luluis tes disiplin diantara cabang serta telah membuktikan kepatuhannya kepada dewan sentral. Namun usulan ini di tolak oleh PB PERMI.(Taufiq Abdullah: 1988,191). Yang menarik dari usulan Ilyas ini adalah, keingginannya untuk menjadikan PERMI sebagai sebuah partai yang mempunyai disiplin tinggi dan lebih bersifat sentralistis. Alas an penolakan usulan Ilyas agaknya berkaitan dengan ketakutan dewan sentral akan menjadikan PERMI sebagai organisasi politik yang pucat dan bersifat elastis, sehingga akan menghilangkan citrannya sebagai partai masa yang radikal dan revolusioner.</span> <span style="line-height: 115%; font-weight: normal;">Dalam dunia Pers, Ilyas Ya’kub telah melihatkan kepiawaiannya. Ia mendirikan majalah Medan Rakyat dan menyampaikan ide-ide kreatifnya lewat majalah tersebut serta melalui media-media lainnya. Memang kalau kita lihat eksistensi pers di Indonesia pada awal abad ke-20, maka akan kelihatan parallel sekali dengan cita-cita kebangsaan. Pers dijadikan salah satu media yang efektif untuk mendidik masyarakat, sekaligus untuk membangkitkan semangat dan cita-cita pergerakan kebangsaan.(Marwati: 1948,290). Hampir setiap tokoh atau organisasi pergerakan senantiasa memerlukan pers, guna membangkitkan kesadaran rakyat dalam menasionalisasikan cita-cita kebangsaan sekaligus memberikan pendidikan dari berbagai segi. Maka tidaklah mengherankan, kalau Ilyas juga memahami arti penting pers bagi pendidikan dan pergerakan nasionalisme.<br /><br />Keyakinan Ilyas menjadikan pers sebagai salah satu media, untuk mendidik dan membangkitkan semangat rakyat, tidak saja melalui surat kabar Medan Rakyat, namun ia juga aktif membantu surat kabar yang terbit di pusat pergerakan (Jakarta dan Surabaya), yang dipimpin oleh tokoh-tokoh pergerakan Indonesia. Indonesia Berdjoeang misalnya, adalah sebuah surat kabar yang terbit di Jakarta di pimpin oleh Soekarno dan M. Yamin. Dalam surat kabar ini, Ilyas bersama-sama dengan Ali Sastro Amidjojo dan Amir Syarifudin, bertindak sebagai redaktur pelaksana.(Taufiq Abdullah: 1988, 204). Disamping itu, pada majalah terbitan Surabaya, Ilyas Ya’kub juga duduk sebagai redaktur bidang luar negeri serta juga ikut membantu surat kabar yang terbit di Padang. Kalau kita perhatikan, perjuangan untuk bangsa melalui pers pada era 1920-an dan era 1920-an, bukanlah pekerjaan yang mudah. Tidak saja karna faktor modal yang pas-pasan di tengah-tengah persaingan pers Belanda dan Tionghoa yang menjadi kendala, melainkan harus berhadapan dengan kepolisian Belanda. Ilyas pernah dipanggil komisaris polisi, karena di anggap tidak mengirimkan satu eksemplar terbitannya kepada pihak yang berwajib. Dari perspektif ini dapat kita pahami bahwa Ilyas Ya’kub, telah berperan aktif melalui media surat kabar, mendidik dan mengobarkan semangat nasionalisme kedalam dada masyarakat. Ia telah berhasil mengambil simpati masyarakt melalui aksi-aksinya di dunia jurnalis. Mulai dari ketika ia jadi mahasiswa di Mesir, sampai di tanah air. Melalui Medan Rakyat Ilyas telah banyak merobah pola piker masyarakat, sehingga telah membuka mata dan pikiran masyarakat terhadap kondisi bangsa yang sedang dijajah.<br /><br />Dalam bidang pendidkan, usaha Ilyas untuk kemajuan masyarakat tentu tidak terlepas dari usaha-usaha PERMI. Dalam pogram pokok PERMI tentang pendidikan (Daftar Usaha PERMI), berkeinginan menyebarkan pelajaran dan pendidikan kepada rakyat yang berdasarkan ke Islaman dan Kebangsaan. Dalam usahanya meningkatkan kecerdasan rakyat itu, PERMI berusaha mendirikan sekolah-sekolah, mulai dari tingkat rendah sampai ke perguruan tinggi, serta membuka kursus-kursus.(PB. PERMI: 1931, 213-24). Pendidikan ini bertujuan selain untuk meningkatkan kecerdasan tentu juga tidak terlepas dari tujuan politik kemerdekaan. Dengan berkembangnya pendidikan yang pada gilirannya akan meningkatkan kesadaran rakyat, untuk bergerak dalam menuntut kemerdekaan Indonesia. Setelah kongres ke II PERMI di Padang tahun 1931, Ilyas Ya’kub terpilih sebagai Ketua Departemen Pendidikan PERMI. Ia hamper selalu terlibat dalam berbagai usaha PERMI untuk mengembangkan pendidikan. Dalam waktu yang relative sin gkat, dari tahun 1930 awal berdirinya PERMI, sampai tahun 1931 PERMI telah berhasil mendirikan <i style="">Islamic College</i>. Usaha itu tentulah didorong oleh cita-cita dan kemauan yang tinggi untuk merealisasikan apa-apa yang pernah di pogramkan PERMI, khususnya dalam bidang pendidikan. Hal ini terlihat dari isi pidatao pembukaan Islamic Kollege Jum’at tanggal 1 Mei 1931, Ilyas Ya’kub menyampaikan bahwa berdirinya <i style="">Islamic Kollege</i>, tidaklah terlepas dari partisipasi rakyat dan bukan lah semata-mata hasil jerih payah pengurus.(Andi Asoka, 1989, 65, dikutip dari Medan Rakyat, No. 11, Agustus: 1931) Berkaitan dengan hal itu, partisipasi yang diberikan rakyat merupakan perwujudan respon positif masyarakat terhadap PERMI. Konsekwensinya menurut Ilyas, PB PERMI di tuntut untuk lebih giat lagi bekerja dalam mengembangkan pendidikan serta meningkatkan derajat Islam dan Kebangsaan.<br /><br />Pendirian <i style="">Islamic Kollege</i> di motori oleh Ilyas Ya’kub dan Basa Mandaro. Menurut mereka, Islamic Kollege didirikan dalam rangka menciptakan “Manusia seutuhnya dengan pribadi yang khusus”. Para mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan yang khusus baik dalam bidang pengetahuan umum, maupun agama. Lembaga pendidikan yang bertujuan selain melatih guru juga pimpinan politik masa depan. Sekolah ini mempunyai dewan penasehat yang diketuai oleh Kusuma Atmadja, seorang hakim asal Jawa Barat yang di sebut PERMI sebagai bapak perguruan tinggi Islam. Dewan itu bertanggung jawab atas blue print dan kurikulum perguruan. Pimpinan dari perguruan itu di jabat oleh Abdul Hakim, seorang ahli hukum. Guru-gurunya di ambil dari orang-orang tamatan Mesir dan AMS. Sementara Ilyas dan Jalaluddin Thaib adalah orang-orang yang sesungguhnya mengawasi dan menjalankan sekolah itu sebagai sebuah perguruan tinggi.( Sidi Bukhari Ibrahim: 1981, 62) Selain di <i style="">Islamic Kollege</i>, Ilyas juga menjadi staf pengajar di sekolah Training Guru Wanita yang dipimpin oleh Muchtar Luthfi. Sekolah ini menjadi suatu tempat kursus politik yang sangat efektif, hal ini sangat di mukinkan karena aktivitas dari anggota dewan sentral yang sering mengajar di sekolah itu. Di sekolah ini Ilyas dipercayai memegang mata pelajaran bahasa Arab dan ilmu <i style="">Usulul Qawanin</i>. (Taufik Abdullah: 1988, 215) Ketika pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan undang-undang untuk menertibkan sekolah-sekolah swasta yang dikelola oleh bumi putra. Pada saat itu, perkembanngan pendidikan Indonesia semakin meningkat. Kemajuan itu terlih dari banyaknya muncul lembaga-lembaga pendidikan swasta yang dikelola oleh tokoh-tkoh pergerakan Indonesia. Undang-undang yang dikeluarkan pemerintah tersebut atau yang dikenal dengan Ordonansi itu, menurut Ilyas adalah sebuah cara pemerintah untuk menghalangi dan merusak kemajuan serta keselamatan dari sekolah rakyat di masa depan. (Andi Asoka: 1989, 67). Lebih lanjut Ilyas jelaskan, bahwa ordonansi itu secara tidak langsung telah menghambat cita-cita kaum pergerakan, untuk mencapai kemerdekaan bagsa dan tanah air. Bahkan ia berucap, untuk suatu tindakan yang menghambat cita-cita bangsa, haruslah disingkirkan dengan segenap kemampuan yang ada.<br /><br />Pada kongres PERMI pertama terpilih Dewan Eksekutif yang terdiri dari: H. Abdul Majid sebagai ketua, H. Ilyas Ya’kub sebagai wakil ketua, Mansur Daud sebagai sekretaris dan H. Syu’ib el-Junusi sebagai bendahara.(Taufik Abdullah: 1988, 161). Berdasarkan jabatan sebagai wakil ketua, Ilyas mempunyai tanggung jawab pekerjaan yang cukup besar. Untuk mempropagandakan PERMI beserta azasnya, Ilyas menerbitkan sebuah surat kabar yang bernama Medan Rakyat. Dalam editorialnya yang pertama, sebagaimana yang di kutip oleh Andi Asoka dalam Medan Rakyat nomor 1, Februari 1931. Ilyas menyebutkan bahwa asas dari Medan Rakyat adalah Islam dan Kebangsaan, dan berdiri netral diatas semua partai.( Andi Asoka: 1989, 49). Melalui editor ini tergambar kiranya bahwa Ilyas Ya’kub akan mempublikasikan Islam dan Kebangsaan. Seperti yang tercermin dalam artikel-artikel terbitan Medan Rakyat yang banyak memuat tulisan-tulisan tentang Islam dan Kebangsaan serta aktifitas pergerakan bangsa Indonesia. Aksi-aksi yang dilancarkan Ilyas ini ternyata mendapat perhatian khusus oleh pemerintahan kolonial Belanda. Dalam penggeledaan yang dilaksanakan pada hari selasa tanggal 5 September 1933, dalam tas Ilyas Ya’kub ditemukan beberapa buah majalah Madjou dan dua buah buku politik. Selesai penggeledaan, Ilyas ditangkap dan ditahan di tahanan Muaro Padang. Melalui proses yang panjang mulai 5 September sampai 22 Desember 1933, maka diputuskan oleh pemerintah untuk membuang Ilyas ke Digul (Taufik Abdullah: 1988, 206). Dengan merinci seluruh aktifitas politik Ilyas, mulai dari semenjak ia berdiam di Mesir sampai pada saat penangkapannya. Telah di jadikan sebagai alasan oleh pemerintah Belanda untuk membuangnya.<br /><br />Tindakan pemerintahan Belanda menangkap dan membuang Ilyas Ya’kub, mendapat reaksi yang keras dari berbagai kalangan. Sepeerti simpatisan PERMI, dan kelompok pergerakan lainnya. Reaksi yang jelas sebagai rasa simpati, terlihat dari dimuatnya riwayat perjungan Ilyas Ya’kub pada Head line surat kabar Persatuan Indonesia.sebuah surat kabar yang diterbitkan oleh PB Partindo yang merupakan corong resminya. Selain itu Majalah Raya juga menulis riwayat perjuangan Ilyas Ya’kub dalam salah satu rubriknya (Andi Asoka: 1989, 72). Dalam majalah Persatuan Indonesia dinyatakan bahwa rakyat telah memberikan kepercayaan kepada Ilyas Ya’kub, seorang yang bersifat pendiam tapi banyak bekerja, apa yang dikatakannya memerlukan suatu bukti yang nyata. Lebih lanjut ditulis bahwa alasan ditulisnya riwayat hidup Ilyas Ya’kub, bertujuan untuk cerminan bagi bangsa Indonesia, agar dapat melihat bahwa Ilyas Ya’kub telah menggunakan umurnya untuk kepentingan umum dan kepentingan yang suci, yakni kemerdekaan Indonesia. Majalah Raya yang diterbitkan oleh pelajar-pelajar <i style="">Islamic College</i>, sebuah sekolah tempat Ilyas mengajar juga memberikan apresiasi kepada ilyas dengan mengatakan “Ilyas seorang Jurnalis dan Laider yang tenang, lautan yang tak beriak…. Kita kenal beliau seorang yang tenang dan kalem. Lebih-lebih dalam berpidato, sekalipun sekelilingnya telah menghujan tepukan tangan ia tetap tenang”.( Andi Asoka: 73). Reaksi demi reaksi diteriakan oleh para simpatisan Ilyas. Dengan di tahannya Ilyas merupakan pukulan hebat bagi simpatisannya terutama kelangsungan PERMI. Apalagi bersama dengan Ilyas, kedua temannya yang dijuluki Trio PERMI juga ditangkap dan di asingkan. Dengan demikian berakhirlah perjungan Ilyas bersama PERMI dalam merintis kemerdekaan. Karena setelah ia dibebaskan tahun 1946, Indonesia telah merdeka. Puncak serta akhir dari karir politik Ilyas Ya’kub pada masa kemerdekaan, adalah setelah duatahun pulang dari pembuangan tahun 1948, Ilyas terpilih sebagai ketua DPRD Sumatera Tengah yang berkedudukan di Bukittinggi, sekaligus merangkap sebagai penasehat Gubernur Sumatera Tengah. Kemudian dalam pemilihan umum tahun 1955, Ilyas terpilih menjadi anggota Konstituante Repoblik Indonesia (Edwar: 1981, 225).<br /><br /><span style="font-weight: bold;font-family:arial;" >Sumber : (c) Asril </span><br /></span></span> </div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-48842112170877879982011-11-07T06:31:00.000-08:002011-11-07T06:36:15.481-08:00Ilyas Ya’kub : Berakhir di Digoel (Bagian 2)<span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Ditulis ulang/edit : Muhammad Ilham</span></span><br /><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;font-size:85%;" ><span style="line-height: 115%;">“Apa sadja jang di bangoen bangsa dan tjita2 jang di harapkan berhasil dengan boeah pergerakan, perlu mempounyai samboungan lidah (pers). Ia akan membawa dan menyampaikan pemandangan, perasan dan tjita2 itoe. Kita rakyat Indonesia jang djoega masoek golongan bangsa jang bangoen dan bergerak, perloe mempoenyai samboengan lidah soepaya pergerakan kita itoe djangan tuli dan keloe”. (Medan Rakyat: No. 1, Februari 1931) </span></span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Ilyas Ya’kub dikenal dengan seorang yang ideolog, namun ide-ide yang ia lahirkan selalu mendapat perhatian khusus oleh pemerintahan Hindia Belanda. Kritik-kritik terhadap Belanda membuat Belanda jadi gerah. Akhirnya awan mendung mulai menyelimuti Ilyas. Berawal dari penggeledahan oleh pemerintahan terhadap kantor PB PERMI. Dalam penggeledahan ditemukan Majalah Madjou yang didalamnya ditemukan tulisan-tulisan Ilyas yang menurut pemerintahan Hindia Belanda isinya meremehkan pemerintahan dan menghasut rakyat untuk menentang otoritas pemerintahan Hindian Belanda. Ilyas kemudian ditangkap dan setelah melalui proses penyidangan di putuskan untuk membuang Ilyas ke Digul. (Taufik Abdullah: 1988, 206). Digul adalah daerah yang terletak di pedalaman Irian Jaya, daerah ini dibuka pada bulan Januari 1927 dan digunakan sebagai daerah kamp konsentrasi bagi kaum <i style="">Avan Garde</i></span> (Perintis Kemerdekaan).(Z. Yasni: 1980,9-10).<br /></div><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:85%;"><span style="line-height: 115%;"><br /></span><span style="line-height: 115%;">Kondisi Digul kala itu, sangat menakutan. Iklimnya yang membunuh, serangan nyamuk malaria dan hutan belantara serta para penjaga penjara yang sangat tidak bersahabat adalah suasana baru yang mesti dihadapi Ilyas Ya’kub untuk menebus “dosa politiknya” terhadap pemerintahan Hindia Belanda. Situasi semacam ini bagi Ilyas bukanlah suatu kendala untuk tetap kukuh pada pendirianya yang tidak mau bekerja sama dengan pemerintahan Hindia Belanda. Ketika para penghuni kamp hendak di pindahkan ke Australia Ilyas menolak, sementara para penghuni lainnya telah dipindahkan. Atas nasehat beberapa perwira Australia yang berada di Digul, akhirnya ia bersedia pindah ke Australia. Kesediaan Ilyas ini bukan berarti ia telah bekerjasama dengan Belanda tetapi merupakan salah satu taktik agar segera dipulangkan ketanah air sama dengan sebagian tahanannya lain yang memang teguh pendirian. Sebagai konsekwensi penolakan kerjasama dengan Belanda, ketika ia dipulangkan ke Indonesia, ia tida dilarang merapat di Tanjung Periuk bersama teman yang lainnya tetapi di asingkan lagi ke Kupang Pulau Timor. Selanjutnya dikirim ke Labuhan Singapura, Serawak, ke Brunai dan akhirnya kembali ke Labuhan. Sewaktu mereka berada di Labuhan Singapura, anak mereka yang ketujuh Iqbal meninggal dunia. Kemudian dari sana sang istri dan keenam anaknya yang lain, dipulangkan ketanah air, sedangkan Ilyas belum di perbolehkan.(Fauzi Ilyas: 1977, 6).</span><span style="line-height: 115%;"><br /><br />Diakhir tahun 1946, Ilyas Ya’kub baru dipulangkan ke tanah air. Setelah menikmati alam kemerdekaan selama lebih kurang sepuluh tahun dan telah ikut pula mengisi kemerdekan melalui<span style=""> </span>Ketu DPRD Sumatera Tengah dan penasehat Gubernur Sumatera Tengah, karena sakit yang menghinggapinya selam dua bulan membawa ia berpulang kerahmatullah. Ilyas Ya’kub meninggal pada hari sabtu tanggal 2 Agustus 1958, jam 18,00 W.S.U, di Koto Berapak Painan.(Fauzi Ilyas: 1977, 8). Ilyas dimakamkan secara militer pada hari Minggu tanggal 3 Agustus 1958, di depan Masjid Raya Kapencong Koto Merapak Painan. Upacara pemakaman, juga turut di hadiri oleh penjabat-penjabat sipil dan militer setempat.</span><span style="line-height: 115%;"> Sebagai tanda penghargaan dari pemerintahan daerah, pada tanggal 17 Agustus 1975, Ilyas Ya’kub di beri piagam penghargaan sebagai “Pejuang Umum” oleh Gubernur Sumatera Barat, No. Kesra 82/9-1975. Setiap tanggal 17 Agustus, seluruh unsur pemerintahan daerah dan pelajar-pelajar setempat, selalu mengadakan upacara bendera di pusara<span style=""> </span>Ilyas, demi mengenang jasa-jasanya. Sedangkan pemerintahan Indonsia, juga menghargai perjungan Ilyas dengan dianugerahinya ia sebagai pahlawan Nasional. Sebagaiman yang ditetapkan melalui keputusan presiden No. 074/TK/1999 tertanggal 13 Agustus 1999, bahwa Haji Ilyas Ya’kub resmi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.(www://id.wikipedia.org/wiki/ilyasya’kub).</span></span></div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-77996836667159021852011-10-01T04:31:00.000-07:002011-10-01T04:32:10.519-07:00HAMKA dan Islam dalam Konteks Sosio-Kultural Melayu : Studi tentang Pengaruh Hamka dalam Kemajuan Tradisi Intelektual Islam Di Negara Rumpun Melayu<span style="font-size: 85%;">Oleh : Tim Peneliti FIBA IAIN Padang<br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXCd7haIUf-_aZ5-r8E240UCEmpuzjl72uBd3rIIbNYaqFxF_WD9meXGuYNnzsW9DcZ99stolLm3LV78eZtqpuofAwMDJ9pR8PQb309vKROi2djaxL9sGYkH1xtygBnRXCZRkXPldqQuU/s1600/2.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 300px; height: 250px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXCd7haIUf-_aZ5-r8E240UCEmpuzjl72uBd3rIIbNYaqFxF_WD9meXGuYNnzsW9DcZ99stolLm3LV78eZtqpuofAwMDJ9pR8PQb309vKROi2djaxL9sGYkH1xtygBnRXCZRkXPldqQuU/s320/2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5652132748085250914" border="0" /></a><span style="font-size: 85%;">Hamka merupakan sosok intelektual yang unik. Keunikannya terletak pada suatu kenyataan, meskipun ia produk lembaga pendidikan tradisional, namun memiliki wawasan generalistik dan modern. Dilihat dari sudut keilmuan Melayu, Hamka, terlahir dari sebuah estafet keberlangsungan tradisi intelektual Melayu klasik yang mengalami masa “keemasan” dalam lapangan ilmu pengetahuan pada abad 17 dan 18 M. Keberadaannya merupan sebuah <i style="">kontiniuitas</i> intelektual Melayu yang sudah tidak ada lagi di zaman modern ini. Kemampuannya berkomunikasi sesuai dengan nafas kemelayuan baik melalui bahasa lisan maupun tulisan telah menempatkan dirinya pada kedudukan khusus dalam sejarah intelektual Islam di kawasan rumpun Melayu. Bukan hanya karena beliau banyak menulis buku-buku sejarah, khususnya sejarah Islam di nusantara termasuk biografi, melainkan lebih dari itu pemikiran Hamka telah dapat mengisi kekosongan khazanah peradaban Islam di nusantara. Kemasyhuran pemikiran dan intelektualitasnya melampaui batas tanah air bahkan menyebar sampai ke negeri-negeri Islam baik di kawasan rumpun Melayu maupun Timur Tengah. Dalam konteks ini Hamka dapat dikatakan sebagai pewaris dan penyambung estafet intelektual Islam Melayu klasik.<br /></span></div><span style="font-size: 85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: 85%;">Di sisi lain, Hamka merupakan sosok intelektual (modernis) yang senantiasa <i style="">concern </i></span><span style="font-size: 85%;"> </span><span style="font-size: 85%;">melihat berbagai persoalan umat dan melalui berbagai macam karya tulisnya, Hamka berupaya melakukan “pencerahan” kelesuan dinamika intelektual dan pemahaman keagamaan umat Islam. Orientasi pemikirannya bukan hanya berkisar pada persoalan-persoalan keislaman semata akan tetapi juga berkaitan dengan persoalan-persoalan kehidupan sosial kemasyarakatan. Keseluruhan karya-karya Hamka dikemas melalui pendekatan keislaman. Sebuah pendekatan keilmuan yang jarang dilakukan oleh para ilmuwan pada zamannya.</span><span style="font-size: 85%;" lang="SV"> Sepanjang hidupnya Hamka telah menulis lebih dari 118 buku, belum termasuk tulisan-tulisannya yang dimuat di majalah-majalah dan surat kabar-surat kabar. Karya-karyanya meliputi berbagai macam disiplin ilmu seperti sastra, sejarah, filsafat, tafsir, tasawuf,<span style=""> </span>dan lain-lain. Dari karya-karya tersebut tergambar betapa luas dan dalamnya pengetahuan Hamka tentang ilmu-ilmu keislaman. Karenanya tidaklah mengherankan jika pemikiran-pemikran Hamka sering dianalisa dan diteliti oleh para ilmuwan dan akademisi keislaman baik di Indonesia maupun di semenanjung Malaya. Melalui berbagai analisa terhadap karya-karya tersebut pantaslah kiranya, Hamka mendapatkan julukan sejarawan,dan lain-lain sebagainya.</span><span style="font-size: 85%;" lang="SV"> Di Indonesia, studi ilmiah tentang Hamka sebagai seorang intelektual yang produktif dan sumbangannya bagi kemajuan khazanah intelektual Islam di Indonesia telah banyak dilakukan oleh kalangan akademisi baik ditinjau dari pemikirannya dalam bidang tafsir, sejarah, tasawuf, pendidikan dan lain-lain.</span><span style="font-size: 85%;"><a style="" href="post-edit.g?blogID=7413728137120037400&postID=796961174397308633#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><span style=""></span></span></span></a></span><span style="font-size: 85%;" lang="SV"> Ini menunjukan bahwa jaringan intelektual Hamka ternyata sangat mempengaruhi tradisi keilmuanIslam di Indonesia. Eksistensinya sebagai seorang ulama besar yang intelek dan intelektual yang ulama semakin lama semakin<span style=""> </span>dirasakan. </span><span style="font-size: 85%;"><br /></span></div><span style="font-size: 85%;" lang="SV"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: 85%;" lang="SV">Di sisi lain penelitian dan studi tentang sumbangan pemikiran dan jaringan intelektual Hamka terhadap kemajuan intelektual Islam di kawasan rumpun Melayu, khususnya Indonesia dan Malaysia terasa agak kurang dilakukan. Pada hal seperti yang telah disebutkan di atas bahwa jaringan intelektual Hamka bukan hanya terbatas<span style=""> </span>di Indonesia saja akan tetapi juga merambah ke kawasan negara-negara rumpun Melayu khususnya Malaysia dan Singapura bahkan sampai ke Timur Tengah. </span><span style="font-size: 85%;" lang="SV"> Di Malaysia, buku-buku karya Hamka beredar secara luas dan mendapat tempat di kalangan masyarakat Melayu. </span><span style="font-size: 85%;">Bahkan beberapa di antaranya dijadikan sebagai rujukan dan buku teks pada beberapa lembaga pendidikan. Beberapa karya tersebut telah dicetak ulang di Kuala Lumpur. Bagi orang-orang Melayu, Hamka adalah putra besar alam Melayu yang tampil<span style=""> </span>pada saat umat mengalami kegawatan menangani pelbagai persoalan berat yang diakibatkan oleh penjajah dan proses pembaratan. Sebagai seorang ilmuwan pemikir, Hamka, memberikan perhatian serius terhadap isu-isu kemelayuan dan keislaman. Sebagai seorang putra Melayu, Hamka sangat mencintai seluruh bumi Melayu<span style=""> </span>tanpa dihalangi oleh batas-batas wilayah. Sebagai seorang yang mempunyai kesadaran sejarah dan budaya, Hamka, tidak dapat melepaskan pola pikirnya dari ikatan kemelayuan yang serumpun seagama, serantau sebudaya. Tingginya penghargaan masyarakat Melayu terhadap pemikiran Hamka, telah mengantarkan dirinya sebagai sosk yang dikagumi dan dicintai oleh berbagai kalangan. Atas dasar intelektualitasnya yang brilyan itulah kemudian kalangan ilmuwan dan akademisi Malaysia, menganugrahi Hamka penghargaan <i style="">Doctor Honoris Causa</i><span style=""> </span>dari Universiti Kebangsaan Malaysia pada tahun 1974.<span style=""> </span></span><span style="font-size: 85%;"> Atas dasar hubungan itulah pentingnya diangkat peneltian ini, sehingga sumbangan Hamka dalam menyatukan tradisi intelektual rumpun Melayu berdasarkan kesamaan agama dan budaya dapat ditelusuri lebih jauh sehingga memberikan sumbangan berharga bagi upaya memperkaya khazanah kepustakaan Islam di kedua negara serumpun.</span><span style="font-size: 85%;"><br /></span></div><span style="font-size: 85%;"><br /><span style="font-weight: bold;">Rumusan dan Batasan Masalah</span><br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: 85%;">Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka persoalan pokok dalam penelitian ini adalah<span style=""> </span>Kenapa jaringan intelektual Hamka dapat mengaplikasikan Islam dalam konteks sosial budaya Melayu. Agar penelitian ini lebih terarah, maka persoalan pokok tersebut dapat dikembangkan kepada beberapa rumusan masalah. Dengan rumusan ini diharapkan memberikan gambaran yang jelas terhadap pokok persoalan dalam penelitian ini, yakni: <i style="">pertama</i>, Faktor kultural Minangkabau mana yang mempengaruhi intelektual Hamka ? . <i style="">Kedua</i>, Apa faktor penyebab pemikiran Hamka dapat diterima di negara rumpun Melayu, khususnya </span><span style="font-size: 85%;"><br /></span></div><span style="font-size: 85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: 85%;"><span style="font-weight: bold;">Tujuan dan Manfaat Penelitian</span></span><span style="font-size: 85%;"><br /></span></div><span style="font-size: 85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: 85%;">Tujuan penelitian tidak hanya mendeskripsikan tentang tokoh dan peristiwa yang terjadi sehubungan dengan perkembangan intelektual Islam dalam kontek sosio budaya rumpun Melayu, akan tetapi juga menelaah bagaimana dan apa sebabnya peristiwa itu terjadi. Selain itu, penelitian ini juga berupaya menggali dan mengungkapkan fakta dengan penjelasan berdasarkan suatu analisis yang bersandar kepada prosedur kerja penelitian sejarah. Melalui cara itu diharapkan akan dapat diungkap kembali berbagai realita sosial budaya dalam hubungan dengan sejarah intelektual di kawasan rumpun Melayu.</span><span style="font-size: 85%;"> Manfaat penelitian, <i style="">pertama</i>, diharapkan dapat menambah dan melengkapi khazanah kepustakaan Islam khususnya tentang Hamka sebagai seorang ulama besar, intelektual dan sejarawan yang pernah dimiliki oleh Alam Melayu. <i style="">Kedua</i>, sebagai sumbangan ilmiah bagi pemahaman Islam dalam konteks sosio budaya secara umum dan hubungannya dengan kemajuan tradisi intelektual di Alam Melayu, baik dalam bentuk pengayaan informasi faktual maupun sebagai sumbangan pengetahuan teoritis atau</span><span style="font-size: 85%;"> </span><span style="font-size: 85%;">metodologis.</span><br /></div><span style="font-size: 85%;"></span></div><span style="font-size: 85%;"><br /><span style="font-size:85%;">:: <span style="font-weight: bold; font-family: arial;">Diposting hanya sebagian kecil dari Proposal Lengkap : (c) Tim Peneliti FIBA-2010/2011)</span></span></span>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-19740915808863285582011-09-13T23:59:00.000-07:002011-09-14T01:40:23.177-07:00Migran Minangkabau di Semenanjung Malaysia (Draft Proposal Penelitian Kompetitif Terpadu)<div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;font-size:85%;" ><br />Kesempatan Kerja dan Pengaruhnya terhadap Persepsi Migran Muslim Minangkabau di (Studi Kasus Migran Muslim Minangkabau di Selangor DE.</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhd3owVNGWjN4VZ_gmrXeI_aDod_D_PGPIWMC_9Na1-oRIbgTtGWGDRzso9PhB09AyWBGvuNtnu6YbKhMAGsWOjnc3NVGh9rkzZf_69usBJjsqymKbDHGr3stcXhJLqdqvzY_7MTkztGMw/s1600/1.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 80px; height: 85px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhd3owVNGWjN4VZ_gmrXeI_aDod_D_PGPIWMC_9Na1-oRIbgTtGWGDRzso9PhB09AyWBGvuNtnu6YbKhMAGsWOjnc3NVGh9rkzZf_69usBJjsqymKbDHGr3stcXhJLqdqvzY_7MTkztGMw/s320/1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5652132106027667954" border="0" /></a><br /></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><span style="font-weight: bold;font-size:85%;" >Latar Belakang Masalah</span><span style="font-size:85%;"><br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Migrasi, atau dalam bahasa lain – merantau,</span><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;">merupakan fenomena</span><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;">sosial yang dilegitimasi oleh asas normatif kultural Minangkabau (<i style="">karatau madang daulu, babuah babungo balun, marantau bujang dahulu, dikampuang baguno alun</i>). Merantau merupakan konsep spesifik sosiologis kultural (<i style="">specific concept of culture sociologic</i>), khas <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> (Melayu-Minangkabau) yang secara sosiologis mengandung enam unsur pokok (lebih lanjut lihat Mochtar Naim, 1984: 2-3. Secara sosiologis, merantau adalah <i>relatively moving away from one geographical location to another </i>(David Lee, 2001: 62). Fenomena migrasi atau (khasnya : merantau) tidak terlepas dari berbagai motivasi. Secara sosiologis antropologis, merantau memiliki motivasi ekonomi (lihat Brinley Thomas, 1989: 55), ekonomi yang membudaya (<i style="">culturized economic</i>) (lihat Mochtar Naim, 1984: 48), resistensi ekonomi dan budaya (<i style="">culture and economic resistention</i> ) (lihat Mochtar Naim, 1984 : 72; Kartini Syahrir, 1988 : 77) dan resistensi politik (<i style="">political resistention</i>)</span><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;">(lihat Mochtar Naim, 1984 : 93; Tamrin Amal Tomagola, 1994: 38).<br /><br />Secara umum, merantau dalam perspektif historis, sosiologis dan kultural Minangkabau dilatarbelakangi oleh motivasi perbaikan ekonomi dan resistensi budaya. Tujuan merantau secara sosiologis selalu berdasarkan kepada pertimbangan ekonomi, dimana tujuan utama adalah pusat-pusat sirkulasi ekonomi (Kartini Syahrir, 1988: 12) dan tujuan yang berdasarkan kepada pertimbangan asosiasi klan ataupun etnis (Brinley Thomas, 1989: 92). Kota-kota besar, pusat-pusat perdagangan dan <i style="">link-link spatial</i> (lihat Kartini Syahrir, 1988) yang dibangun oleh etnis Minangkabau merupakan tujuan orang-orang Minangkabau merantau, baik didalam negeri maupun diluar negeri. Tradisi merantau di Malaysia diasumsikan telah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda (Mochtar Naim, 1984 : 77; Tamrin Amal Tomagola, 1994: 14; Wan Syahibuddin Wan Idris, 1999: 37-61). Motivasi utama pada masa itu adalah motivasi adanya resistensi politik (Mochtar Naim, 1984: 104). Setelah kemerdekaan, motivasi merantau beralih kepada motivasi ekonomi dan ini berlanjut hingga saat sekarang. <i style="">Link-Link Spatial</i> merupakan salah satu faktor dan motivasi terpenting orang minangkabau merantau ke <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Malaysia</st1:place></st1:country-region> pasca kemerdekaan. Sehingga tidak mengherankan apabila perantau-perantau Minang membentuk <i style="">enclave-enclave</i><st1:country-region st="on"><st1:place st="on"> Malaysia</st1:place></st1:country-region>.<br /><br />Talcott Parsonn (1989: 77) mengatakan bahwa <i style="">social enclave</i> terbentuk karena perwujudan proteksi dan aktualisasi nilai-nilai budaya. Di Malaysia banyak ditemukan <i style="">enclave-enclave</i><i style="">Link Spatial</i>. Timbulnya kelas-kelas dalam lingkungan sosial Minangkabau. Perantau yang sudah dianggap sebagai WN Malaysia merupakan kelas tertinggi, sedangkan yang telah memiliki <i style="">IC (</i><i style="">identity Card</i>) dianggap lebih berkelas dibandingkan perantau yang hanya memiliki visa apalagi yang dianggap sebagai TKI Illegal. Konsekuensi dari semua ini, terjadinya distorsi nasionalisme di beberapa kelas Minangkabau. </span><span style="font-size:85%;"></span><br /><span style="font-size:85%;"><br />Kehadiran secara historis Migran Minangkabau di Malaysia, secara substantif dimotivasi oleh kesempatan kerja yang lebih luas dan fleksibel di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Malaysia</st1:place></st1:country-region>. <i>Reward</i> dan nilai tukar uang yang tinggi dibandingkan dengan <i>reward</i> dan nilai uang Rupiah yang berada dibawah <st1:country-region st="on">Malaysia</st1:country-region>, memberikan potensi kehilangan nilai-nilai eksistensi manusia, termasuk didalamnya memiliki potensi kehilangan rasa nasionalisme terhadap <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>. Secara asumtif hal ini terlihat dari timbulnya “rasa berutang budi” secara ekonomi serta “rasa kecewa para buruh Migran Muslim Minangkabau” terhadap pemerintah Indonesia yang tidak memperhatikan keselamatan dan keberlangsungan hidup mereka di Malaysia. Artinya, para Migran Muslim Minangkabau ini justru melihat beberapa kasus kekerasan terhadap Migran-Migran Indonesia pada umumnya belakangan ini justru lebih disebabkan karena “daya tawar” politik pemerintah Indonesia lemah dibandingkan Malaysia. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Sementara</st1:city>, <st1:country-region st="on">Malaysia</st1:country-region></st1:place> memberikan peluang kerja yang cukup – terlepas dari berbagai kasus yang berada di dalamnya – asal ketentuan administrasi antar negara dipenuhi. Opini yang terbentuk didalam negeri (baca: <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region>) yang melihat kerajaan <st1:country-region st="on">Malaysia</st1:country-region> sebagai sesuatu yang “telah berubah” dari masa-masa sebelumnya terhadap saudara serumpunnya (baca: <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region>), justru tidak dianggap urgen oleh Migran <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>, khususnya Migran Muslim Minangkabau. Mereka justru – secara kuantitatif – masuk ke <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Malaysia</st1:place></st1:country-region> dalam jumlah yang terus bertambah. Di satu sisi, mereka merasa sebagai orang <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region>, namun disisi lain, mereka justru beranggapan bahwa kehidupan mereka hanya bisa berlangsung di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Malaysia</st1:country-region></st1:place>, dengan segala resiko yang harus mereka hadapi. Dalam konteks fenomena diatas, kesempatan kerja mampu mengalahkan rasa nasionalisme yang dipupuk secara dini dalam sistem kehidupan bernegara <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>. Perlakuan buruk yang diterima oleh Migran Muslim Minangkabau di Malaysia justru dianggap sebagai konsekuensi logis dari “ketidakpatuhan” mereka dan kurangnya “daya tawar” pemerintah Indonesia terhadap Malaysia.<br /><br /></span><span style="font-size:85%;"><b><span style="font-family:georgia;">Rumusan Masalah</span><o:p></o:p></b><br /><br />Dalam penelitian ini, <i>stressing</i> atau fokus permasalahan yang ingin dijawab merupakan elaborasi dari dua konsep kunci yaitu “Lapangan Kerja” dan “Nasionalisme”. Lapangan Kerja bertumpu pada pertanyaan tentang Motivasi kerja di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Malaysia</st1:country-region></st1:place> serta <i>Link Spatial </i>yang telah terbentuk di Selangor DE. Berdasarkan kesempatan kerja yang telah mereka (maksudnya : Migran Muslim Minangkabau)</span><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;">peroleh. Sedangkan Nasionalisme bertumpu pada pertanyaan mengenai persepsi Migran Muslim Minangkabau terhadap nasionalisme (ke-Indonesia-an) yang didalamnya <i>include</i> tentang dinamika persepsi mereka tentang pemerintah <st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region> dan <st1:country-region st="on">Malaysia</st1:country-region> serta apakah timbul reduksi atau re-persepsi nasionalisme di kalangan Migran Muslim Minangkabau di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Malaysia</st1:place></st1:country-region>.</span><span style="font-weight: bold;font-size:85%;" ><span style="font-family:arial;"><br /><br />(c). Muhammad Ilham/2011</span></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></div><p class="MsoBodyText" style="margin-left: 17.85pt;"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><p class="MsoBodyText" face="courier new" style="margin-left: 35.85pt; text-indent: -18pt; text-align: justify;"><!--[endif]--></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt;font-family:courier new;"><span style="font-size:85%;"><o:p> </o:p></span></p>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-7094916739439832322011-09-04T07:04:00.000-07:002011-09-04T07:08:35.726-07:00Syekh Saad Mungka (1857-1942)<span style="text-decoration: underline;"></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Oleh : <span style="font-weight: bold;">Tim Peneliti FIBA IAIN Padang</span></span></span>
<br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">
<br /></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEid7yGfT3HIOccoZnmHG3NyBAe9r2M16d45vKbrvLvYVOEZMs2gf9-FJb8Qm4_YR7NSDFJpT7k0R5Ok5MH51OK1NNT0lm-p7vtxcnErGAXNjWl9-1MywfpPROtbsUXYxyZrTdeBZJIeD7c/s1600-h/Pena.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 75px; height: 75px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEid7yGfT3HIOccoZnmHG3NyBAe9r2M16d45vKbrvLvYVOEZMs2gf9-FJb8Qm4_YR7NSDFJpT7k0R5Ok5MH51OK1NNT0lm-p7vtxcnErGAXNjWl9-1MywfpPROtbsUXYxyZrTdeBZJIeD7c/s320/Pena.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5425722404936492818" border="0" /></a><span style="font-size:85%;">Syekh Muhammad Saad al-Khalidiy Mungka (selanjutnya disebut Syekh Mungka) dikenal dalam khazanah intelektual muslim nusantara (khususnya kazanah intelektual muslim Minangkabau) sebagai mahaguru terbesar tariqat Naqsyabandiah-Khalidiyah sesudah Syekh Ismail al-Khalidi al-Minangkabawi.<a name="_ftnref1"></a> Syekh Mungka, dilahirkan di Jorong Koto Tuo Kenagarian Mungka pada tahun 1859 M/1277 H dari pesukuan Kuti Anyir Pitopang Payakumbuh Luak 50 Minangkabau. Secara genetik, Syekh Mungka merupakan keturunan ulama. Beliau anak dari ulama setempat yang bernama Muhammad Tanta’ yang disegani dan dihormati karena kepribadian, kedalaman ilmu, kewibawaan dan dedikasinya terhadap kampung halamannya. Nama kecil Syekh Mungka adalah Anggun. Beliau memiliki saudara sebanyak 3 orang, yaitu Husin, Sulaiman dan Simba. Salah seorang saudaranya tersebut yaitu Simba, melahirkan 4 orang putra dan putri. Kelak salah seorang putri dari Simba yang bernama Nuriyah menjadi menantu Syekh Muhammad Sa’ad yaitu istri anak beliau yang bernama Muhammad Jamil Sa’adi. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;">Pada waktu muda, Syekh Mungka belajar ilmu-ilmu agama kepada Syeikh Abu Bakar Tabing Pulai Payakumbuh dan juga belajar kepada Syeikh Mhd. Saleh Mungka, Tanah Datar Batusangkar. Pada tahun 1894 M. beliau naik haji ke Mekkah dan bermukim di situ menuntut ilmu sampai tahun 1900 M. Selama lebih kurang enam tahun belajar ilmu agama di Mekkah tersebut, Syekh Mungka memperdalam ilmu agamanya kepada ulama-ulama besar di Jazirah Arab pada masa itu seperti Sayyid Zaini Dahlan, Sayyid Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki, Syekh Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa al-Fathani dan lain-lain. Selama beliau di Mekkah ini, Syekh Mungka tidak pernah belajar pada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi – seorang ulama Minangkabau yang dalam sejarah memiliki reputasi unggul di Mekkah pada masanya dan dijadikan ”guru favorit” para ulama-ulama nusantara yang menuntut ilmu agama di Mekkah dan murid-muridnya tersebut kemudian dikenal sebagai para ulama pembaharu di Minangkabau. Ketika Syekh Mungka berada di Mekkah, beliau masih banyak menjumpai ulama-ulama nusantara yang mengajarkan tareqat. Diantara mereka tersebut adalah Syekh Abdul Karim al-Bantani (berasal dari Banten, Jawa Barat) yang merupakan murid dari Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Ghafur as-Sambasi (asal Sambas Kalimantan Barat). Dua ulama asal Banten dan Sambas Kalimantan Barat ini mendalami tareqat Qadariyah dan Naqsyabandiah.</span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;">Disamping dua ulama nusantara yang ditemui Syekh Mungka untuk mendalami tareqat di Mekkah ini, ada juga ulama nusantara lainnya yang juga pada waktu itu sedang intens mendalami ilmu tareqat yaitu Syekh Abdul ’Azhim al-Manduri (diasumsikan beliau ini berasal dari Madura Jawa Timur), dimana beliau mendalami ilmu tareqat kepada ulama besar tareqat masa itu di Mekkah yang bernama Syekh as-Sayyid asy-Syarif Muhammad Shaleh bin Sayyid Abdurrahman az-Zawawi. Tareqat yang didalaminya adalah tareqat Naqsyabandiah Muzhariyah/Al-Mujaddidiyah al-Ahmadiyah. Ulama yang cukup terkenal yang juga merupakan guru besar ilmu tasawuf di Mekkah pada masa Syekh Mungka belajar di ”kota kelahiran nabi SAW.” ini adalah Syekh Abdul Qadir bin Abdurrahman al-Fathani. Beliau ini fokus pada pendalaman dan transfer ilmu tareqat Syatariyah. Dengan ditemui dan adanya interaksi antara Syekh Mungka dengan para ulama tareqat tersebut, membuat Syekh Mungka tetap istiqomah dan konsisten mempertahankan keyakinan tareqat. Apalagi, ”modal awal” pemahaman tareqat telah didapatkan oleh Syekh Mungka sejak beliau masih berada di kampung halamannya.</span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;">Mungkin ini pula yang menyebabkan Syekh Mungka menjadi guru besar tareqat di Minangkabau, walaupun kawan-kawannya pada masa beliau sama-sama menuntut ilmu agama di Mekkah, banyak yang berada pada posisi berseberangan bahkan konfrontatif dengan tareqat. Hal ini tidak terlepas dari interaksi Syekh Mungka dengan ulama-ulama tareqat besar di Mekkah, dan beliau tidak belajar pada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi – sang penentang tareqat tersebut. Sementara kawan-kawannya yang lain justru berada dibawah bimbingan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Jadi tidaklah megherankan apabila kemudian Syekh Mungka dikenal sebagai ulama pembela tareqat (khususnya tareqat Naqsyabandiah-Khalidiyah).</span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;">Salah seorang murid beliau, Haji Siradjuddin Abbas (yang juga seorang ulama) mengatakan :</span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-style: italic;font-size:85%;" >”Sewaktu penulis buku ini (maksudnya Haji Siradjuddin Abbas : penulis) remaja, pernah mengikuti pelajaran tareqat dengan beliau ini di Munka Payakumbuh setiap hari Arba’a (Rabu). Dalam mengiringkan ulama-ulama besar Minangkabau yang belajar kepada beliau tiap-tiap Arba’a tersebut terlihat oleh mata kepala kami sendiri yang belajar ke sana adalah Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, Syekh Abbas Ladang Lawas Bukittinggi, Syekh Abdul Wahid Tabek Gadang, Syekh Abdurrasyid Parambahan Payakumbuh, Syekh Abdul Madjid Koto Nan Gadang Payakumbuh, Syekh Ahmad Baruah Gunung Suliki, Syekh Arifin Batu Hampar Payakumbuh, Syekh Yahya el-Khalidi Magek Bukittinggi dan banyak lagi yang lainnya. Beliau ini adalah seorang ulama besar yang juga merupakan guru dari para ulama besar pula”. </span><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;">Disamping ulama-ulama tersebut diatas, beberapa sumber juga mengatakan bahwa banyak juga ulama-ulama Minangkabau yang memiliki pengaruh dan nama besar di Minangkabau, pernah berguru pada Syekh Mungka, diantaranya Syekh Muhammad Jamil Djaho, Syekh Makhudum dari Solok, Syekh Sulaiman Gani dari Magek, Syekh Abdul Majid dari Payakumbuh, Syekh Abdul Tamim dari Koto Baru Agam, Syekh Muhammad dari Sarilamak Payakumbuh, Syekh Daramin dari Lipat Kain Kampar Riau dan ulama-ulama lainnya dari luar Payakumbuh juga pernah belajar pada Syekh Mungka ini. Konon kabarnya Syekh Abdullah Halaban, seorang ulama tua kharismatik yang sebaya dengan beliau juga pernah mengakui kealiman Syekh Mungka. Kehadiran Syekh Mungka dalam khazanah sejarah pemikiran Islam Minangkabau, identik dengan tareqat. Sudah menjadi tradisi sejak lama di Minangkabau, mayoritas para ulama tersebut mengamalkan dan memiliki konsistensi yang konsisten terhadap tareqat (baik Syatariyah maupun Naqsyabandiah). Namun banyak juga yang memposisikan diri mereka pada posisi yang ”berseberangan”. Ada dua mainstream besar yang terdapat dalam sejarah intelektual keagamaan (Islam) di Minangkabau pada masa ini. Sebagian orang tetap dengan tekun dan konsisten mengamalkan tareqat dan pada pihak lain memandangnya sebagai bid’ah. Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi gigih sekali dalam membid’ahkan tareqat. Namun pendapat Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi ini juga banyak mendapat tantangan. Tantangan tersebut bahkan juga dari para murid-muridnya. Diantara murid Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang tetap memperjuangkan eksistensi tareqat (khususnya tareqat Naqsyabandiah-Khalidiyah) dan berseberangan dengan gurunya (untuk kasus ini) adalah Syekh Muhammad Zain Simabur.</span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;">Tentang Syekh Muhammad Zain Simabur ini, Siradjuddin Abbas pernah mengatakan :</span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-style: italic;font-size:85%;" >”Setelah beliau berada di Perak Malaysia (beliau pernah menjadi Mufti Besar Perak, sebuah negara bahagian Kerajaan Malaysia: Penulis), beliau sekali-sekali ada juga pulang ke kampung halamannya di Simabur. Tetapi ketika beliau pulang, beliau merasakan bahwa suasanya bukan suasana beliau lagi. Penduduk Simabur telah banyak yang sesat, telah menjadi ”Kaum Muda”. Pada tahun 1955 beliau pensiun dari jabatan Mufti di Perak dan berkeinginan menetap di Simabur. Beliau tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi di Simabur, karena beliau sangat menyukai tareqat. Yang berpengaruh di Simabur waktu beliau kembali ini adalah pemimpin-pemimpin kaum muda dari organisasi Muhammadiyah. Maka atas permintaan murid-muridnya, beliau kemudian bermukim di Pariaman dalam Suluk dan khalwatnya sampai beliau meninggal dunia pada tahun 1957”. </span><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;">Bentuk konsistensi Syekh Mungka dalam mempertahankan amalan dan ajaran tareqat terefleksi dan terlihat dari kitab yang dikarangnya. Kitab-kitab tersebut lebih tepatnya merupakan refleksi dari keteguhan hati seorang Syekh Mungka membela tareqat naqsyabandiah yang ditujukannya kepada sang penentang – Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Kitab-kitab tersebut juga merupakan ”dialog-intelektual” produktif antara Syekh Mungka dengan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang kelak memberikan pencerahan bagi orang-orang yang suka dan tidak suka terhadap tareqat pada masa mereka dan pada masa belakangan. Ada dua kitab yang dikarang oleh Syekh Mungka :</span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;">1. </span><span style="font-style: italic;font-size:85%;" >Irghaamu Unuufil Muta’annitiina fii Inkarihim Rabhithatil Washiliin</span><span style="font-size:85%;"> yang merupakan sanggahan dari kitab karangan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang berjudul </span><span style="font-style: italic;font-size:85%;" >Iz-haaru Zaghlil Kaazibiina fii Tasyabbuhihim Bish Shadiqiin</span><span style="font-size:85%;">.</span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;">2. Setelah Syekh Mungka menyanggah melalui kitab pertamanya di atas tersebut, maka Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi menyanggah pula dalam kitabnya yang berjudul <span style="font-style: italic;">Al-Aayatul Baiyinati lil Munsyifiina fii Izaalati Khaurafati Ba’dhil Muta’ash-shibiina</span>. Selanjutnya kitab ini dibantah Syekh Mungka dengan kitabnya yang kedua berjudul <span style="font-style: italic;">Tanbihuul ’Awaami ’ala Taqrirrati Ba’dhil Anaami.</span></span>
<br /><span style="font-size:85%;"></span>
<br /><span style="font-size:85%;">Selain dua kitab monumnetal ini, Syekh Mungka juga mengarang beberapa kitab lainnya, terutama dalam bahasa Arab. Tidaklah dapat dipungkiri bahwa Syekh Mungka merupakan satu-satunya ulama Minangkabau pada masanya yang memiliki ilmu setaraf dengan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, walaupun kedudukan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi lebih prestisius – imam dan kahtib di Masjidil Haram Mekkah. Syekh Mungka-lah satu-satunya ulama Minangkabau yang mampu berpolemik secara intens mengenai tareqat secara ”elegan-intelek” dan berani dengan ulama besar sekaliber Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi tersebut. Syekh Mungka berhasil pula mencetak kader-kader tareqat (khususnya tareqat Naqsyabandiah), diantaranya Syekh Yahya al-Khalidi – yang ”terang dan jelas” mencantumkan label Al-Khalidi dibelakang namanya. Syekh Yahya al-Khalidi lebih tua kira-kira satu tahun dari Syekh Mungka. Selain Syekh Yahya al-Khalidi, murid Syekh Saad Mungka yang namanya cukup terkenal dalam ”ranah tareqat” adalah Syekh Abdul Wahab ash-Shalihi. Beliau yang lahir di Jopang Suliki Payakumbuh ini membuka pondok pesantren dan memiliki banyak murid. Pondok pesantren tersebut didirikannya di daerah Tabek Gadang Padang Jopang Suliki Payakumbuh.</span>
<br />
<br /><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" ><span style="font-weight: bold; font-family: arial;">Referensi : Chairusdi (2006), Mulyani (1990)</span><span style="font-weight: bold;"></span></span></div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-72449873971308143492011-08-11T07:15:00.000-07:002011-08-11T07:18:26.769-07:00Studi Fungsi Surau pada Masyarakat Minangkabau di Era Otonomi Daerah<span style="font-size:85%;">Ditulis ulang : Muhammad Ilham
<br />
<br /></span><div style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhB4xZxURRSutm7aq9BuknO1AX-8kvMBcc29anmFxhyrY3lhWobtT-f9BxyD6MQQS7M6IRK65875fIF4Nbby22DQpWyWoOwq_a6Jpmziy_uyxh-7yr3RCONd6nnMA5odQvPphMOg9GBzWU/s1600/buku-1.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 96px; height: 179px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhB4xZxURRSutm7aq9BuknO1AX-8kvMBcc29anmFxhyrY3lhWobtT-f9BxyD6MQQS7M6IRK65875fIF4Nbby22DQpWyWoOwq_a6Jpmziy_uyxh-7yr3RCONd6nnMA5odQvPphMOg9GBzWU/s320/buku-1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5639602579128490610" border="0" /></a><span style="font-size:85%;">Penelitian Prof. Dr. Thamrin Kamal ini berjudul "Studi Fungsi Surau Pada Masyarakat Minangkabau Di Era Otonomi Daerah : Kasus Kota Padang” ini merupakan kajian empiris yang berusaha melihat sejauh mana masyarakat kota Padang telah bergairah kembali dalam memfungsikan surau baik memfungsikannya sebagai lembaga keagamaan maupun untuk kegiatan-kegiatan sosio kultural. Penelitian dalam bentuk studi kasus ini, diawali dengan kajian kepustakaan yang intensif, untuk melihat eksistensi surau dalam perjalanan sejarahnya. Secara historis, pada awal kemuculannya sebelum Islam masuk ke Minangkabau sekitar abad ke-15, lembaga ini akrab dengan kegiatan masyarakat yang berbentuk kebudayaan. Setelah Islam masuk, institusi surau ini ikut memasuki proses Islamisasi di Minangkabau, maka kegiatan masyarakat di dalamnya melebar kepada kegiatan-kegiatan keislaman.
<br />
<br />Dalam penelitian dengan sampel 4 kecamatan di kota Padang (Bungus Teluk Kabung, Padang Selatan, Kuranji dan Koto Tangah) ini, hasil temuannya menyatakan bahwa secara umum masyarakat telah siap secara pisik dan non pisik untuk memfungsikan surau sebagai lembaga keagamaan dan kebudayaan. Namun di sisi lain dapat dinyatakan, bahwa sangat minimnya kegiatan masyarakat memfungsikan surau pada aspek sosial budaya. Inilah salah satu yang menjadi kerisauan oleh A.A. Navis dalam bukunya “Robohnya Surau kami”, dimana kehadiran surau sebagai lembaga yang multifungsional (keagamaan dan kebudayaan) dalam membangun umat, yang dulunya sudah banyak menghasilkan tokoh dan ulama besar sudah lenyap, dan kehadirannya tidak akan tergantikan oleh berapapun jumlah masjid dan mushalla akan dibangun.</span>
<br />
<br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:arial;">(c) Puslit IAIN Padang/cc.Yulizal Yunus</span></span>
<br /></div> IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-63154099912471893482011-07-27T07:20:00.000-07:002011-07-27T07:29:21.821-07:00Buya Oedin (1906/1907- 1984) : "Teman Jenderal Soedirman dari Kurai Taji"<span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Ditulis ulang : Muhammad Ilham</span></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" ><span lang="EN"><br /><br /></span></span><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:85%;"><span lang="EN">Mungkin tak banyak orang yang tahu bahwa seorang putra Pariaman pernah bersahabat dengan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Dialah Oedin, seorang akitivis Muhammadiyah dan pernah mengemban berbagai jabatan politik di Sumatra Tengah ketika Republik ini masih muda remaja.</span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="EN"> Buya Oedin (atau <em>Udiang</em> menurut pelafalan orang kampugnya) – begitu beliau biasa dipanggil di masa tuanya – lahir tahun 1906 (informasi lain menyebutkan bulan Agustus 1907) dari rahim Raalin, seorang pengurus Aisyiah yang tangguh di Kuraitaji. Masa remaja Oedin kecil dihabiskan di kampungnya. Pendidikan formalnya hanya sampai kelas 2 Sekolah Rakyat. Selanjutnya, pemuda yang sedikit ‘preman’ ini –berdasarkan cerita Buya Hamka dalam sepucuk suratnya kepada anak kelima beliau, Asdi Oedin tertanggal 11 Juli 1962 – terpilih menjadi kader Muhammadiyah selama 9 tahun di bawah gemblengan Buya A.R. Sutan Mansur, dedengkot Muhammadiyah yang kemudian terpilih menjadi ketua organisasi itu dalam kongresnya di Purwokerto tahun 1953. Berkat gemblengan A.R. Sutan Mansur, kepremanan Oedin berubah menjadi kepemimpinan.</span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="EN"> Bersama beberapa orang rekannya, Oedin mempelopori berdirinya Cabang Muhammadiyah di Kuraitaji (yang ketiga setelah Bukittinggi dan Padang Panjang) pada 10 Oktober 1929. Muhammadiyah dibawa ke Kuraitaji oleh putra daerah ini sendiri dari Yogyakarta, yaitu H. Sd. M. Ilyas, adik ipar Buya Oedin sendiri, yang kelak menjadi mertua Dr. H.M. Tarmizi Taher, mantan Menteri Agama RI di Zaman Orde Baru. Pada tahun 1937 Oedin diangkat menjadi ketua Muhammadiyah cabang Padang Panjang.</span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="EN"><br /><br /></span></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGvBSS4x9mPFhAHZYVSUlRWY-QbvI1jLKWPgd753nUgDOnjWuqT-Ocbe_rKwbteerEnrYYPN8tSFv6XsE8jDAWglYpUvKdzjNep7Kcaqw1qaqfp5ASuYqoxKoEiDTP9JZXixL1UI7j-_c/s1600/minang-saisuak-buya-oedin-teman-jenderal-sudirman-dari-kuraitaji.jpg"><img style="float: right; margin: 0pt 0pt 10px 10px; cursor: pointer; width: 234px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGvBSS4x9mPFhAHZYVSUlRWY-QbvI1jLKWPgd753nUgDOnjWuqT-Ocbe_rKwbteerEnrYYPN8tSFv6XsE8jDAWglYpUvKdzjNep7Kcaqw1qaqfp5ASuYqoxKoEiDTP9JZXixL1UI7j-_c/s320/minang-saisuak-buya-oedin-teman-jenderal-sudirman-dari-kuraitaji.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5634038800040286482" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span lang="EN">Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Sukarno-Hatta, Oedin aktif menggalang semangat pemuda di daerahnya. Beliau, yang pada waktu itu menjadi Wakil Majelis Pemuda Muhamadiyah Minangkabau, giat memberi pengertian kepada masyarakat Pariaman tentang arti dan cara mengisi kemerdekaan. Pada bulan November 1945 Oedin dan rekan-rekannya menghadiri Kongres Pemuda Indonesia I di Yogyakarta. Tujuan kongres itu adalah untuk menyatukan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. </span><span lang="NL">Mereka mendapat banyak rintangan di jalan karena gempuran oleh pasukan Belanda. Ketika itulah Oedin berhubungan dengan Soedirman yang waktu itu mewakili pemuda Muhammadiyah Purwakarta (Banyumas).</span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="NL"> </span><span lang="NL">Balik<span> </span>ke Sumatra Barat, Oedin dan kawan-kawan aktif menyampaikan hasil kongres itu. Pada bulan Mei 1946 beliau dilantik oleh Residen Sumatra Barat, Dr. Jamil, menjadi Ketua Dewan Polisi Sumatra Barat. </span><span>Awal Januari 1947 beliau diangkat menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Padang Pariaman. Beliau ikut dalam persidangan KNIP di Malang (1947). Ketika singgah di Yogyakarta Oedin bertemu lagi dengan Soedirman yang sudah menjadi Panglima Besar TNI.<span> </span>Sebagai anggota KNIP, beliau ditugaskan oleh Panglima Soedirman untuk mendapingin Mayjen Soeharjo dalam tugas-tugas kemasyarakatan. Kelak di suatu hari di Jakarta, Oedin bertemu secara tak sengaja di jalan dengan Jenderal Soedirman, yang kemudian mengajak sahabat lamanya itu mampir ke rumahnya.</span></span><span style="font-size:85%;"><span> </span><span>Sampai tahun 1949 Oedin terlibat dalam berbagai kegiatan politik untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Sumatra Barat dari rongrongan Belanda yang ingin menguasai Indonesia kembali. Pasca Aksi Polisionil Belanda yang gagal itu, aktifitas Oedin dalam kancah pemerintahan Sumatra Tengah cukup beragam. Beliau diangkat menjadi pegawai tinggi tingkat 2 dan k</span><span lang="EN">emudian patih yang diperbantukan pada Bupati Padang Pariaman (Januari 1950); patih Kabupaten Tanah Datar (Oktober 1950); Walikota Sawahlunto (Mei 1950); Bupati Kabupaten Inderagiri (Oktober 1952; Pjs Bupati Tanah Datar (Desember 1953); Bupati Kabupaten<span> </span>Pesisir Selatan Kerinci (Oktober 1954) (sebelumnya direncanakan menjadi Bupati Kab. Tanah Datar, tapi tidak jadi).</span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="EN"><br /><br />Demikianlah kisah hidup Buya Oedein yang pernah menikah empat kali dan dikaruniai beberapa orang anak. Sewaktu bersekolah di SMP 3 Kuraitaji, saya akrab dengan salah seorang cucu beliau, Fadilah Afsar. Sering kami belajar bersama di rumah beliau di Rambai, Kurai Taji. Saya paling suka melihat-lihat koleksi buku beliau yang tersusun rapi di rak-rak di perpustakaan peribadi beliau.</span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="EN"> Foto ini mungkin dibuat sekitar tahun 1970-an atau sebelumnya. Foto ini, beserta bahan-bahan lain untuk penulisan artikel ini bersumber dari dua keturunan beliau: Marindo Palar dan Fuad Afsar.</span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="NL"> Buya Oedin meninggal di Jakarta pada 17 Juni 1984 dan dimakamkan di Perkuburan Tanah Kusir. Demikianlah riwayat singkat kehidupan seorang ‘pahlawan kecil’ yang telah ikut berjasa dalam mengisi kemerdekaan negeri ini.</span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="NL"><br /><br /><span style="font-family: arial;">Sumber : (c)</span></span><span style="font-family: arial;"><em><span lang="NL"> Suryadi</span></em><span lang="NL"> – Leiden, Belanda. (Sumber foto: <span style="color:black;">Marindo Palar, Jakarta).</span></span></span></span></div> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; margin: 0in 0in 0pt;font-family:georgia;"><span style="font-size:85%;"><span lang="NL"> </span></span></p>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-5783215421292611882011-07-01T01:57:00.001-07:002011-07-01T01:58:29.335-07:00Mohammad Natsir : Ulama Politisi Minangkabau (Nilai Demokrasi dan Negara Islam)<span style="font-size:85%;">Oleh : Muhammad Ilham<br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTFSlGP1UmwPrLGANpLFiEq0E69wWECOGqsUe_oCpuxbHVOjZRaoxzmSOFKpVBHvdR4vNfJY-KxQuwdeAz0r1RbP6uQSmp5JMvFAaJ9eL3i9O7yw8yITzReQ9mO_EEd1YIUzvFNEcTy4M/s1600/1.JPG"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 80px; height: 85px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTFSlGP1UmwPrLGANpLFiEq0E69wWECOGqsUe_oCpuxbHVOjZRaoxzmSOFKpVBHvdR4vNfJY-KxQuwdeAz0r1RbP6uQSmp5JMvFAaJ9eL3i9O7yw8yITzReQ9mO_EEd1YIUzvFNEcTy4M/s320/1.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5601766880117995234" border="0" /></a><span style="font-size:85%;">Sulit untuk dibantah, Muhammad Natsir menjadi salah satu "legenda" demokratisasi dan Islam politik Indonesia. Natsir yang dikatakan George Kahin sebagai demokrat-religius nan bersahaja (karena hanya memiliki sehelai kemeja ketika ditunjuk menjadi Menteri Penerangan tahun 1946 ini) sampai hari ini dianggap sebagai "Bapak" intelektual Islam Indonesia sekaligus figur utama dalam mengakomodasi partai a-la "barat" dengan keteguhan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara berdasarkan teologis (Islam). Ia bukan seperti Ba'asyir yang "mencita-citakan" negara ini seperti Taliban - sebagaimana yang pernah diungkapkan Ahmad Syafii Maarif. Natsir adalah pribadi teguh dalam menyerukan nilai-nilai demokratisasi di Indonesia, dan ini secara intens diserukannya setelah beberapa saat Soekarno mengumumkan eksperimen Demokrasi Terpimpin-nya. Ketika Masyumi berada dibawah kendali putra Alahan Panjang Minangkabau ini, partai ini mampu mengharubirukan pentas politik Indonesia, di era 1950-an. Di saat posisi Islam politik Indonesia "terdesak" pada masa Orde Baru, Muhammad Natsir kembali menjelaskan posisinya, "Indonesia sudah menjauh dari demokrasi". Bukan itu saja, Ruth Mc Vey bahkan pernah mencatat ungkapan "pedih" dari Natsir tentang sikap rezim Orde Baru terhadap keinginan Islam politik mempraktekkan demokrasi, "Mereka telah memperlakukan kami layaknya kucing-kucing kurap". Dalam konteks ini, Natsir tetap memperjuangkan demokrasi yang konon merupakan "produk" historis dan kultural "barat" <span style="font-style: italic;">sono.</span><br /></span></div><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;"><br /></span></span><div style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj12M3HpQivOy74n0hHxSWscTmxDPHTcoB2ycZ8SYY4HEiZN4VklwjNx_ByzVE9nakGxkWOdYXATQj3PmrPIDuhBYMlewglwOU1_5o_rKSVsL9w6gzvtvJOyrSyqkmI6o0WmR6Gc-ZoQIs/s1600/images.jpeg"><img style="float: right; margin: 0pt 0pt 10px 10px; cursor: pointer; width: 200px; height: 252px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj12M3HpQivOy74n0hHxSWscTmxDPHTcoB2ycZ8SYY4HEiZN4VklwjNx_ByzVE9nakGxkWOdYXATQj3PmrPIDuhBYMlewglwOU1_5o_rKSVsL9w6gzvtvJOyrSyqkmI6o0WmR6Gc-ZoQIs/s320/images.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5601767655261040626" border="0" /></a><span style="font-size:85%;">Begitu banyak intelektual-intelektual <span style="font-style: italic;">avant garde</span> Islam Indonesia yang mengalami pencerahan di dunia "barat", sebutlah misalnya Deliar Noer, M. Dawam Rahardjo, Nurcholish Madjid, M. Amien Rais dan Ahmad Syafii Maarif, merasa perlu untuk menegaskan bahwa "guru" mereka adalah Muhammad Natsir. Bahkan Dato' Seri Anwar Ibrahim - mantan Timbalan Perdana Menteri Malaysia - juga memproklamirkan diri sebagai murid ideologis Natsir. Lalu dimana "kekuatan" Natsir sehingga dianggap sebagai "guru ideologi" oleh intelektual-intelektual produk Barat namun dikenal sebagai pengusung ide Islam Politik (untuk kasus Cak Nur, mungkin sedikit beda) diatas ? Jika dilihat dalam konteks ini, Natsir merupakan representasi dari figur besar yang merangkum sekaligus dua peradaban ke dalam dirinya (Islam dan Barat). Pada Islam, ia menjadikannya sebagai basis fundamental hidupnya dengan memakai khazanah Barat sebagai metodologi untuk menyimak dan menafsirkan realitas. Ini secara terang teraktualisasi di dalam partai Masyumi. Masyumi tampil sebagai sebuah partai "Barat" modern, yang amat kaku memegang prinsip-prinsip demokratis, dan ini terlihat pada reaksi Natsir terhadap Soekarno dan Soeharto. Namun, Masyumi dengan teramat jelas menegaskan posisi mereka : memperjuangkan sebuah sistem politik, bahkan menjadikan Islam menjadi dasar negara. Maka belajar dari hal ini ada satu yang mungkin bisa kita petik bahwa demokrasi dengan seluruh "perangkat keras dan lunaknya" bukan-lah untuk diperdebatkan lagi di "rumah sakit" mana ia dilahirkan. Demokrasi dan perangkat-perangkatnya tersebut adalah "<span style="font-style: italic;">tool</span>" yang melalui ini, siapapun boleh memperjuangkan ide-ide mereka. Barat dan Timur bukanlah untuk didikotomikan, apalagi dipolitisasi-kan. Natsir telah memberikan kepada kita sebuah pelajaran bahwa ketika "barat" dan "timur" diakomodasi, akan melahirkan praktek-praktek politik yang mencerahkan.<br /></span></div><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;"><br /></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >Referensi : </span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >Ruth Mc. Vey (1989), Fachry Ali (1997). Foto :www.ircf.wordpress.com</span><br /></span>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-54560473809181791152011-06-16T10:03:00.001-07:002011-06-16T10:05:08.508-07:00Tuanku Syekh Mudik Tampang - Rao : Ketokohan, Institusi dan Naskah-naskah Kuno Islam<span style="font-size:85%;">Oleh : Apria Putra & dkk.<br />Edit : Muhammad Ilham<br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:arial;">Artikel ini merupakan "resume" penelitian naskah klasik Islam Minangkabau yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya-Adab (Kelompok Pecinta Naskah Kuno) di beberapa tempat di Sumatera Barat, salah satunya di Pasaman. Kelompok yang memiliki motivasi dan militansi "berburu" naskah klasik Islam ini telah mampu melakukan "mapping" dan digitalisasi beberapa naskah klasik Islam. Mereka ini adalah "manusia langka" dalam "ranah keilmuan" yang langka pula. Fakultas Adab IAIN Padang, termasuk saya, merasa beruntung memiliki mahasiswa seperti mereka. </span><br /></span></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Tak ada sumber otentik yang berbicara secara langsung mengenai Tuanku Mudik Tampang, siapa beliau. Dari gelar nama beliau, dapat dimengerti bahwa nama itu hanya berupa gelar kehormatan, yaitu terdiri dari kata “Tuanku” dan “Mudik Tampang”. Tuanku ialah gelaran yang biasa dipakai untuk orang-orang besar, di Minangkabau dikenal sebagai gelar Ulama. Sedangkan “Mudik Tampang” ialah nama daerah, yaitu sebuah distrik kecil di Tanah Rao. Jadi gabungan dua istilah ini memberikan pengertian bahwa sang Syekh berasal dari Mudik Tampang, Rao.Menurut salah satu sumber oral yang ditemui, Bapak Nasaruddin Hasibuan, sang Syekh Tuanku Mudik Tampang lahir dimasa tuan Syekh Abdurrauf Singkel (guru dari Syekh Burhanuddin Ulakan yang terkenal) masih hidup. Beliau digelari dengan panggilan Syekh nan Bacukua Sabalah, yaitu sebuah gelar yang mengungkap kekeramatan sang Syekh, menghilang dari kampungnya dan langsung tiba di Mekkah untuk memadamkan kebakaran dalam keadaan bercukur sebelah. Beliau seangkatan dengan ulama-ulama besar paruh abad ke-18 dan ke-19, diantaranya Tuan Syekh Muhammad Shaleh “Beliau Munggu” Padang Kandih Lima Puluh Kota, yang masyhur namanya di Tiga Luhak dalam ilmu Tarekat dan Hakikat (ayah yang Mulia Syekh Abdul Wahid “Beliau Tabek Gadang”); Maulana Syekh Ibrahim Kumpulan, masyhur sebagai guru besar Tarekat Naqsyabandiyah di abad ke-19. Beliaupun punya hubungan dengan Tuanku Rao, pimpinan Paderi yang dikenal dalam historiografi Batak dengan nama si Pokki Nangolngolan Sinambela.<br /><br /></span> <div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Walaupun riwayat hidup beliau masih kabur, namun ada satu sumber yang memberikan sedikit informasi mengenai sang Syekh Mudik Tampang, sumber itu ialah Hikayat Jalaluddin, merupakan salah satu sumber lokal yang langka mengenai Paderi. Dinama Syekh Jalaluddin Ahmad Faqih Saghir menyebutkan : <span style="font-style: italic;">…akan halnya cerita ini perimenyatakan asal kembang ilmu syari’at dan hakikat dan asal teguh larangan dan pegangan dan asal berdiri Agama Allah dan agama Rasulullah.……adalah seorang Auliya’ Allah yang kutab lagi kisyaf lagi mempunyai keramat yaitu orang tanah Aceh Tuanku Syekh Abdurra’uf, orang masyhurkan ia mengambil ilmu dari pada tuan Syekh Abdul Qadir Jailani. Itupun ia mengambil tempat di negeri Madinah tempat berpindah nabi kita Muhammad Rasulullah ‘alaihi wa sallam yaitu bimbing menghafazkan ilmu syari’at dan ilmu Hakikat ialah menjadi pintu ilmu sebelah pulau Aceh ini. Maka digarakkan Allah berlayar ia dikepala tempurung menjelang negeri Aceh adanya. Maka kemudian dari itu turunlah ilmu Tarekat ke negeri Ulakan kepada auliya’ Allah yang mempunyai keramat lagi mempunyai derajat yang a’la, ialah pergantungan ilmu tahqiq, ikutan dunia akhirat oleh segala makhluk di sebelah tanah ini. Maka berpindahlah Tarekat ke Paninjauan. Lalu kepada tuanku Mansiang nan Tuo. Segala surat-surat ia memakaikan tertib majlis lagi wara’ seperti Tuanku nan di Ulakan jua halnya. Maka dimasyhurkan orang pula Tuanku nan Tuo di negeri Kamang. Ia telah menghafazkan ilmu alat. Dan Tuanku di Lambah dan serta Tuanku di Puar, yang mempunyai keramat lagi beroleh limpah dari pada Tuanku di Paninjauan, orang Empat Angkat jua adanya. Maka Tuanku di Tampang di Tanah Rao datang dari negeri Madinah membawa ilmu mantiq dan ma’ani… </span>(hal. 5-6). Dari keterangan Faqih Shaghir ini diketahui bahwa Tuanku Mudik Tampang masyhur namanya sebagai pemuka-pemuka ulama, khususnya di abad ke-18. beliau pernah belajar di Hejaz (Mekah dan Madinah), sehingga terkenal beliau sebagai ulama yang ahli dalam ilmu bahasa Arab, mantiq dan ma’ani. Selain itu beliau juga dikenal sebagai salah seorang Ulama Tarekat Naqsyabandiyah, hingga sekarang di surau bekas peninggalan beliau beratus-ratus orang, laki-laki dan perempuan, melaksanakan suluk dan wasilah.<br /><br />Sebagai salah satu pusat pendidikan Islam tertua di tanah Rao, yang dipimpin oleh ulama besar Tuanku Mudik Tampang, surau Mudik tampang telah memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam, khususnya di Rao, umumnya di utara Minangkabau tersebut. Ketokohan dan kesantunan dakwah yang dimiliki Tuanku Mudik Tampang, telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para santri untuk datang menuntut ilmu ke Rao, menta’zhimi yang ‘Alim Beliau Mudik Tampang. Apatah lagi dalam upaya mengislamkan daerah-daerah perpaduan budaya Minang dan Batak itu. Selain menggembleng masyarakat dengan ilmu yang mendalam tentang Islam, Syekh Tampang juga mengajar masyarakat khusus untuk mengenal Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya lewat pengamalan Tarekat Naqsyabandiyah, dengan melakukan Suluk disetiap tahunnya. Sampai sekarang, sudah beberapa lewat generasi, ratusan orang masih bersuluk Tarekat Naqsyabandiyah setiap tahunnya. Sekarang, komplek surau Tuanku Mudik Tampang telah disulap menjadi Pesantren, dengan nama Pesantren al-Qur’an Darul ‘Ulum Rao, sebagai pelanjut cita-cita sang Syekh, pemenuhi tanah Rao di masa lalu.<br /><br /></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFZsluU5xNVgKJBrY3iwZuY1EKwqgVZr-cuhaCOteDDmMOC51fv6E4hh5cR8nADHMUztifhMbyjnDVvOmccYbcVJxa9K6p_Txez0XsPz-s1N_jeIQRaS3JcVTIkcl4VMIptxDjm-PBjKM/s1600/1.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFZsluU5xNVgKJBrY3iwZuY1EKwqgVZr-cuhaCOteDDmMOC51fv6E4hh5cR8nADHMUztifhMbyjnDVvOmccYbcVJxa9K6p_Txez0XsPz-s1N_jeIQRaS3JcVTIkcl4VMIptxDjm-PBjKM/s320/1.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5618860452195999634" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><br /></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidSVnKcxUgrjLVQHnNtpT4sOfyxis-JJzQ48hyphenhyphenNNIllxwyH51I53Jx7DK2w24hkE9egwWAVeo0mRnSprzRa6Vmhbk-OvyT-dbrKcsc3km4Gj124VJ5Aj4kqaPwNenX2DWQJlXb_U4WiZU/s1600/2.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidSVnKcxUgrjLVQHnNtpT4sOfyxis-JJzQ48hyphenhyphenNNIllxwyH51I53Jx7DK2w24hkE9egwWAVeo0mRnSprzRa6Vmhbk-OvyT-dbrKcsc3km4Gj124VJ5Aj4kqaPwNenX2DWQJlXb_U4WiZU/s320/2.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5618860454301633314" border="0" /></a></div></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><b><br /></b></span><div style="text-align: center;"><span style="font-size:85%;">"Kekayaan intelektual Naskah kuno Islam Rao", tim Naskah Klasik Islam Minangkabau (mahasiswa Fak.Ilmu Budaya - Adab IAIN Padang) menyisir tiap-tiap naskah peninggalan Tuanku Syekh Mudik Tampang.<br /></span></div><br /><span style="font-size:85%;"><b>Naskah-naskah Tua Rao : Inventarisasi Manuskrip Surau Tuanku Mudik Tampang</b><br /></span></div> <span style="font-size:85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"> Sebagai halnya ulama-ulama yang hidup di awal berkembangnya pendidikan Islam di Minangkabau, maka tak ayal lagi Tuanku Mudik Tampang memiliki khutub khannah manuskrip. Apatah lagi Tuanku Mudik Tampang yang terkenal sebagai ulama yang pernah menuntut di Mekah Medinah, sedang dimasa-masa abad itu segala macam keilmuan Islam tertulis dalam bentuk makhtuthat (tulisan tangan), begitu pula ketika mengimla’ perkataan-perkataan guru, juga dengan tangan belaka. Indikasi yang ditemui di Surau Tuanku Mudik Tampang Rao bahwa dulunya skriptorium ini banyak menyimpan naskah-naskah Tua, ini terlihat dari tata ruang Surau yang dibuat begitu artistik. Di Mihrab surau terdapat sebuah ruang khusus Syekh. Di seluruh bagian dinding inilah ditemui rak-rak, yang cukup menampung ratusan kitab. Namun yang ditemui hanya puluhan manuskrip dari ratusan yang diperkirakan. Menurut salah satu sumber yang pernah ditemui, bahwa sewaktu sang Syekh dulu meninggal dunia, banyak diantara murid-muridnya yang mengambil kitab-kitab tersebut, apakah sebagai kenangan dengan sang guru atau memang ingin menggali ilmu yang terkandung di dalamnya, yang jelas naskah-naskah itu telah raib dari tempat penyimpanannya. Sebahagian kecil naskah-naskah yang tertinggal untuk selanjutnya di simpan di atas loteng (minang: pagu). Setelah hampir ratusan tahun tersimpan tanpa ada yang mengusik itulah Tim Sastra mencoba menyelamatkan kembali naskah-naskah tua itu, menginggat usia yang sudah tua yang satu saat bisa membuat naskah tersebut rusak dan akhirnya hancur ditelan zaman. Kemudian naskah-naskah tua tersebut diturunkan satu persatu dari tempat penyimpanannya. Setelah semua naskah dikeluarkan, maka terkumpullah sebanyak 32 manuskrip, kebanyakannya sudah tidak lengkap dimakan rayap. Kemudian naskah-naskah itu dibersihkan untuk di simpan selanjutnya.<br /><br /><span style="font-family: arial;">(c) surautuo/2011</span><br /></span></div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-36818359884024278742011-06-16T09:55:00.001-07:002011-06-16T10:06:26.293-07:00Buku “Bibliografi Karya Ulama Minangkabau awal abad XX”<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1oPHTzhc-CTCBPzQ2XhyCjnc83wXAzugVe7T1hEFTxOM43yKPmA51Gdf_ixGk06Db-i9GoYD5ZxkBW8tVOZHW75wbB9xoSUxfoOUwx3UHZIyGRoe44gdPBCkYGoMW0pTDYJ_6J2eq6F0/s1600/Cover+BUKU+BIBLIOGRAFI.jpg"><br /></a><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:arial;">Buku ini merupakan karya intelektual Kelompok mahasiswa Pecinta Naskah Klasik Islam Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya-Adab IAIN Padang (co : Apria Putra dkk.). Kelompok yang memiliki motivasi dan militansi "berburu" naskah klasik Islam ini telah mampu melakukan "mapping" dan digitalisasi beberapa naskah klasik Islam. Mereka ini adalah "manusia langka" dalam "ranah keilmuan" yang langka pula. Fakultas Adab IAIN Padang, termasuk saya, merasa beruntung memiliki mahasiswa seperti mereka. </span></span><br /></div><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1oPHTzhc-CTCBPzQ2XhyCjnc83wXAzugVe7T1hEFTxOM43yKPmA51Gdf_ixGk06Db-i9GoYD5ZxkBW8tVOZHW75wbB9xoSUxfoOUwx3UHZIyGRoe44gdPBCkYGoMW0pTDYJ_6J2eq6F0/s1600/Cover+BUKU+BIBLIOGRAFI.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 223px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1oPHTzhc-CTCBPzQ2XhyCjnc83wXAzugVe7T1hEFTxOM43yKPmA51Gdf_ixGk06Db-i9GoYD5ZxkBW8tVOZHW75wbB9xoSUxfoOUwx3UHZIyGRoe44gdPBCkYGoMW0pTDYJ_6J2eq6F0/s320/Cover+BUKU+BIBLIOGRAFI.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5618862435226556162" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Di dalam buku yang terbilang sederhana ini, penulis yang merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya-Adab IAIN Padang ini, mencantumkan karya-karya ulama yang telah dapat diinventarisasi di lapangan. Meski baru puluhan buah, namun diharapkan buku ini mampu membuka jalan untuk menengok dan menjejaki kembali khazanah Islam Minangkabau yang begitu menabjukkan.</span><span style="font-family:georgia;"> Tercatat 28 ulama berikut karyanya yang dideskripsikan dalam buku ini. ulama-ulama tersebut ialah :<br /><br /></span></span> </div><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" >1. Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi<br />2. Syekh Muhammad Sa’ad Mungka<br />3. Syekh Muhammad Dalil Bayang<br />4. Syekh Khatib Muhammad Ali al-Fadani<br />5. Syekh Thayyib Umar Sungayang<br />6. Syekh Yahya al-Khalidi Magek<br />7. Syekh Thaher Jalaluddin al-Falaki<br />8. DR. Abdul Karim Amarullah<br />9. Syekh Jalaluddin al-Kusai Sungai Landai<br />10. Syekh Abdul Wahid Tabek Gadang<br />11. Syekh Hasan Bashri Maninjau<br />12. Syekh Muhammad Jamil Jaho<br />13. Syekh Muhammad Jamil Jambek<br />14. Syekh Sulaiman ar-Rasuli<br />15. Syekh Muhammad Zein Batusangkar<br />16. Syekh Muda Abdul Qadim Belubus<br />17. Syekh Harun Toboh Pariaman<br />18. Syekh Ibrahim Musa Parabek<br />19. Syekh Abu Bakar Ali Naqsyabandi Maninjau<br />20. Syekh Janan Thaib Bukittinggi<br />21. Syekh Sidi Jamadi Koto Tangah<br />22. Haji Jalaluddin<br />23. Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim<br />24. Ust. Zainuddin Labay el-Yunusi<br />25. Buya H. Sirajuddin Abbas<br />26. Buya Hamka<br />27. Buya H. Mansur Dt. Nagari Basa<br />28. Syekh H. Yunus Yahya Magek<br /><br /><span style="font-family: arial;">(c) surautuo/2011</span><br /></span>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-71180735444214566242011-06-01T08:48:00.001-07:002011-06-01T09:00:00.075-07:00TUANKU NAN RENCEH Dalam Surat Keterangan Syekh Djalaluddin<span style="font-size:85%;">Ditulis ulang oleh : Muhammad Ilham</span><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><b><br /></b></span> </div><span style="font-weight: bold;font-size:85%;" >Pengantar</span><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgK5gB32mWLAtAi8Hm1ARifa9Xb-hocHvBI9iWkVfyLnsUDWPA_3nMTITIHrBxUzK1iMRg1QH51rorTMxUEax57zXIhKQYvy2F4gMUHihOZk4uCx25OsXJPqu_sqp8XGrKI7V7f8hHl2Cw/s1600-h/Pena.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 75px; height: 75px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgK5gB32mWLAtAi8Hm1ARifa9Xb-hocHvBI9iWkVfyLnsUDWPA_3nMTITIHrBxUzK1iMRg1QH51rorTMxUEax57zXIhKQYvy2F4gMUHihOZk4uCx25OsXJPqu_sqp8XGrKI7V7f8hHl2Cw/s320/Pena.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5425461118956789954" border="0" /></a><span lang="SV" style="font-size:85%;">Nama Tuanku Nan Renceh sudah tidak asing lagi di telinga banyak orang. Para peneliti sejarah gerakan pemurnian Islam di Minangkabau pun pasti sangat hafal betul nama yang satu ini. Namun seperti dinukil </span><span style="font-size:85%;"><a href="http://niadilova.wordpress.com/2007/11/16/kontroversi-kaum-paderi-jika-bukan-karena-tuanku-nan-renceh/"><span style="" lang="SV">Suryadi</span></a></span><span style="font-size:85%;">, sosok Nan Renceh tidak sejelas namanya yang sudah begitu sering disebut dalam buku-buku sejarah. Putra Kamang bertubuh kecil ini diyakini pula sebagai salah seorang tokoh proklamator dan lokomotif utama Gerakan Paderi pada awal abad ke-19 silam. Selain militan dan karenanya pantas ditakuti, fragmen-fragmen kehidupan bekas murid Tuanku Nan Tuo Ampek Angkek ini pun penuh dengan aneka kontroversi. Meski banyak cap tak elok dilekatkan pada dirinya, hingga setakat ini kisah hidup Nan Renceh masih diliputi sejuta misteri yang perlu disigi dan digali, direkonstruksi serta diulangkaji. Sebagai dasar pijakan untuk menyusun mozaik sejarah hidup lebih utuh dari sosok tokoh pemberani yang tak jarang dibenci ini, penulis sengaja menukil lengkap otobiografi karangan Fakih Saghir, anak Tuanku Nan Tuo sekaligus teman seperguruan Tuanku Nan Renceh di zaman-zaman awal. Karangan yang disusunrangkai dari situs <a href="http://mcp.anu.edu.au/N/SJal_bib.html"><span style="" lang="SV">Malay Concordance Project</span></a></span><span lang="SV" style="font-size:85%;"> ini didasarkan pada Surat Keterangan Syeikh Jalaluddin karangan Fakih Saghir, ed. E. Ulrich Kratz & Adriyetti Amir, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002. Semoga tulisan yang dimaksudkan untuk memberi pencerahan sejarah ini ada manfaatnya bagi khazanah sejarah lokal Sumatera Barat khususnya dan Indonesia pada umumnya.</span></p><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"><br /></span></p><p align="justify"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOMwQY654anyfGF6cx5m-fE4Pi4q1UmaOqiyrgKuZ4PPOsCocNghe8ewCsxhcVgxgTlmV5aHNcnBCdAOpDtkmCADt9tWFR7nlvxEfyxHq1-rLdJD5RS0Ic5uhyauvLr9mPALAtKt_Ich4/s1600-h/Makam_TNR_1.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOMwQY654anyfGF6cx5m-fE4Pi4q1UmaOqiyrgKuZ4PPOsCocNghe8ewCsxhcVgxgTlmV5aHNcnBCdAOpDtkmCADt9tWFR7nlvxEfyxHq1-rLdJD5RS0Ic5uhyauvLr9mPALAtKt_Ich4/s320/Makam_TNR_1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5421368031417100834" border="0" /></a></p><p style="text-align: justify;"><br /></p><div style="text-align: center;"><span style="font-style: italic; font-weight: bold;font-size:85%;" >Mukaddimah</span> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Alamat surat keterangan daripada saya Fakih Saghir `Alamiyat Tuanku Samiang Syekh Jalaluddin Ahmad Kota Tuho jua adanya wa Allah : Wabihi nasta`ina bi `inayati yaitu cerita yang dimulai dangan* perkataan yang fasihat, yang terbit daripada hati yang suci lagi haning* lagi* jernih, dituliskan dangan faal yang khalas daripada segala ihwal, dipesertakan dangan muka yang manis lagi dihiasi dangan sebaik2 mukadimah, serta baik nazam dan tertib seperti intan yang ditatah dangan lembaganya lagi dipersalokan* dangan seindah2 johar dan mutiara; dikeluarkan dangan perkataan yang tidak kazib dan khianat hanya semata2 khilaf dan lupa, dan perkataan yang sedikit2 adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b>Asal Mula Kembang Ilmu Agama di Pulau Andalas</b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Bahwa inilah cerita daripada saya, Fakih Saghir `Alamiyat Tuanku Samiang Syekh Jalaluddin Ahmad Kota Tuho adanya. Akan halnya cerita ini peri menyatakan asal kembang ilmu syari`at dan hakikat, dan asal teguh larangan dan pegangan, dan asal berdiri agama Allah dan agama Rasullah daripada awalnya lalu kepada akhirnya, lalu kepada perang hitam dan putih hingga keluar Kompeni Wolanda ke Tanah Darat ini adanya. Maka adalah saya, Fakih Saghir, mendengar cerita daripada saya punya bapa´, sebabnya saya mengambil pegangan ilmu hakikat. Karena cerita ini adalah ia setengah daripada adab dan tertib wara` orang mengambil petuah jua adanya. Ya`ni adalah seorang aulia Allah yang kutub,* lagi kasyaf,* lagi mempunyai keramat, yaitu orang Tanah* Aceh, Tuan Syekh Abdul Rauf orang masyhurkan. Telah ia mengambil ilmu daripada Tuan Syekh Abdul Kadir al-Jailani. Itu pun ia mengambil tempat di negeri Medinah, tempat berpindah* Nabi kita Muhammad Rasullah sallallahu `alaihi wasallam, yaitu bimbing mehafazkan ilmu syari`at dan hakikat; ialah menjadi pintu ilmu sebelah pulau Aceh ini.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Maka telah disampaikan Allah maksudnya itu, maka disuruhlah oleh Tuan Syekh Abdul Kadir al-Jailani mengembang ilmu itu ke negeri pulau Andalas bumi Sumantera ini. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka digarakkan* Allah berlayarlah ia di kepala tempurung menjalang* negeri Aceh adanya. Maka kemudian dari itu turunlah ilmu tarikat ke nagari Ulakan kepada aulia Allah yang mempunyai keramat lagi memunyai darjat yang a`la, ialah pergantungan ilmu tahkik, ikutan dunia akhirat oleh segala makhluk yang sebelah tanah ini.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka berpindahlah tarikat ke Paninjauan lalu kepada Tuanku di Mansiang nan Tuho sekali2, serta ia memakaikan tertib majlis lagi wara` seperti Tuanku di Ulakan jua halnya. Maka dimasyhurkan orang pula Tuanku nan Tuho dalam nagari Kamang. Ia telah mehafazkan ilmu alat. Dan Tuanku di Lembah serta Tuanku di Puar yang mempunyai keramat, yang beroleh limpah daripada Tuanku di Paninjauan, orang Empat Angkat jua adanya. Maka ada pula Tuanku ditompang di Tanah Rao datang di negeri Mekah Medinah membawa ilmu mantik dan ma`ni. Maka berpindah pulalah ilmu itu kepada aulia Allah yang kasyaf lagi keramat* `Alamiyat* Tuanku nan Kecil dalam nagari Kota Gadang adanya. Maka ada pula lagi Tuanku di Sumani´ datang di negeri Aceh mehafazkan hadith dan tafsir dan ilmu fara´id. Telah masyhur ia dalam Luhak nan Tigo ini adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Adapun asal ilmu saraf ialah Tuanku di Talang dan asal ilmu nahu yang tiga itu ialah Tuanku di Selayo yang sangat alamiyat ahlul-nuhat yang ada keduanya dalam nagari Kubung Tigo belas adanya. Adapun saya, Fakih Saghir, adalah saya bertemu dangan Tuanku di Mansiang nan Tuho sekali2 dan Tuanku nan Keramat dalam nagari Kota Gadang pada masa umur saya kecil; dan Tuanku di Sumani´ serta saya mengambil ilmu pula adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI">Tuanku Nan Tuo, Perhimpunan Ilmu Agama</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Fihak kepada Tuanku nan Tuho dalam nagari Kota Tuho, ialah mengambil ilmu daripada Tuanku di Kamang, dan Tuanku* di Sumani´, dan Tuanku di Kota Gadang, dan Tuanku di Mansiang nan Tuho sekali, dan Tuanku di Paninjauan jua. Maka berhimpunlah ilmu mantik dan ma`ni, hadith dan tafsir, dan beberapa kitab yang besar2 dan sekalian yang pehasilkan ilmu syariat dan hakikat kepada Syekh kita Tuanku nan Tuho dalam nagari Kota Tuho semuhanya. Maka telah masyhurlah khabar Tuanku ulama yang kasyaf mehafazkan sekalian kitab, mehimpunkan sekalian faidah ilmu syariat dan hakikat, dan menyatakan perbedaan antara kafir dan Islam. Maka sebab itu banyaklah orang yang rindu dendam datang ke nagari Kota Tuho mengambil ilmu, mehafazkan sekalian kitab dan meminta´ petuah keputusan ilmu syariat dan hakikat. Maka ramailah tiap2 dusun dan puriah* dalam nagari Empat Angkat dan sukar mehinggakan ribu dan laksa luhuk dan lahak. Maka banyaklah orang yang jadi alim dan ulama yang kasyaf dalam Luhak nan Tigo ini, lalu ke Tanah Rao dan tiap2 taluk rantau dan sekalian nagari dalam pulau Aceh ini. Semuhanya itulah asal kembang ilmu dalam tanah ini adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI">Kelakuan Orang Agama</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Fihak kepada kelakuan orang agama semuhanya, ialah mengerjakan lalim aniaya, menyamun dan menyakar, melaka´ dan melakus, maling dan mencuri, menyabung dan bejudi, minum tuak dan minum kilang, memakan sekalian yang haram, merabut dan merampas, tidak* berbezo halal dan haram, larangan dan pegangan, dan mau berjual orang; dan jikalau ibunya dan syaudaranya* sekalipun, dan banyaklah orang dagang dirampasnya dan dijualnya. Itu pun Tuanku nan Tuho mendirikan larangan dan pegangan serta Tuanku2 yang lainnya. Maka sebab banyak orang terjual dan dirampas orang serta lama zaman, maka sangatlah lalah payah Tuanku menuntut orang nan terjual dan orang nan kena´* rampas itu. Dan banyaklah silang selisih, gaduh2 kelahi, dan bantah* dan berparang2; tetapi tidak me´alahkan nagari adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV">Tuanku Nan Tuo, Pernaungan Anak Dagang</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Saya Fakih Saghir seperti demikian pula, sebab ada jua saya menurut daripada saya punya* bapa´. Lagi saya dijadikan kepala bermulut oleh Tuanku2 nan Tuho* beperda`wakan orang nan ditangkap orang dan orang nan dirampas. Di mana-di mana larangan itu dibinasakan orang. Dan serta lama zaman berapa berapalah orang dagang dirampas orang dan ditangkap orang tidak jua boleh hilang melainkan kembali jua hanya, dan berhutang jua orang nan menangkap dan orang nan rampas itu, atau dialahkan kampungnya atau diparangi nagarinya. Maka sebab itu sangatlah takut orang menangkap orang dagang dan orang menjalang dia. Dan jikalau kanak2 yang kecil dan perempuan dan masuk nagari yang berlawanan sekalipun tidak jua boleh cala binasa adanya. Maka sempurnalah teguh larangan pegangan orang dagang dan orang memakaikan sembahyang. Dan jikalau fakir yang hina sekalipun dan syantosalah* ia pergi dan datang dan perjalanannya ke kiri dan ke kanan ke mana ke mana ia pergi dalam Luhak nan Tigo ini dan sekalian taluk rantau lalu ke tanah Rao jua adanya. Itulah asalnya orang dagang dan orang memakaikan sembahyang, larangan, `alim namanya. Maka terlebih sangatlah masyhur Tuanku nan Tuho ulama yang pengasih lagi penyayang, tempat pernaungan segala anak dagang, ikutan segala sidang imam syari`at ahlulsunah dan ahluljamaah sultan alim* aulia´ Allah `alaihi al-darajat wa-l-ratibat fi'ddarain.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV">Fakih Saghir-Tuanku Nan Renceh Mufakat Menegakkan Agama</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka dalam masa itu jua, adalah saya, Fakih Saghir, berhimpun dangan Tuanku nan Renceh dalam mesjid Kota Hambalau di nagari Candung Kota Lawas jua adanya. Telah saya duduk bersanang2 mehafazkan ilmu fiqh. Itu pun saya telah dimasyhurkan orang pandai memafhumkan ilmu fiqh pada masa saya muda umur sekali2. Maka sebab itu banyaklah orang berhimpun2 kepada tempat itu, mengambil ilmu mehafazkan kitab fiqh itu, karena ilmu yang terlebih dikasihi pada masa itu ialah ilmu fiqh.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka sebab beberapa kali tamat saya me´ajarkan ilmu fiqh itu, mengertilah saya apa2 perkataan yang sabit dalam kitab itu, ya`ni ialah mensucikan segala anggota daripada najis dan lata, dan memandikan sekalian badan daripada segala hadnya; dan wajib atas Islam mendirikan rukun yang lima itu, yaitu me`ikrarkan kalimat yang dua patah serta mentasdikkan dia, dan mendirikan sembahyang yang lima* pada segala waktu,* dan mendatangkan zakat* kepada segala fakir dan miskin, dan puasa pada bulan Ramadan, dan naik haji atas kuasa, dan menyatakan berjual dan memali* dan yang harus dijual dan dibali,* dan menyatakan sendiri dan besyarikat, dan menyatakan sekalian akadnya sahnya dan* batalnya, dan menyatakan membahagikan arta kepada segala warisnya, dan menyatakan nikah dan idah serta segala akadnya, dan wajib nafakah atas perempuan dan atas segala karib, dan menyatakan segala hukum sahnya dan batalnya, dan mehukum antara segala mahanusia dangan adil, dan menyuruh mereka itu dangan berbuat baik dan menagah daripada berbuat jahat. Inilah setengah kenyataan perkataan yang sabit dalam ilmu fiqh adanya. Maka sebab itu jua digarakkan Allah terbitlah dalam pikir hati saya, Fakih Saghir, yaitu hendak mendirikan agama Allah dan agama Rasullah, dan membaiki tertib dan wara`, dan membuangkan sekalian perbuatan yang jahat dan perangai yang kaji,* dan berbaiki tempat dan mesjid dan sekalian pekerjaan yang dik.´.f.n.y* syara` pula adanya. Maka setelah itu jua mufakatlah saya dangan Tuanku nan Renceh hendak mendirikan pekerjaan itu. Itu pun* Tuanku nan Renceh terlebih sangat berahi dan berapa2 kali mufakat, beria2* jua sambil duduk bersanang2 mehafazkan ilmu. Pada masa itu ia lai* dimasyhurkan orang dangan Khatib Jobahar* adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV">Tuanku Nan Renceh Pulang ke Kamang</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka telah lama sedikit antaranya, maka Tuanku nan Renceh kembali pulang ke nagarinya. Telah ia menegahkan orang mengambil tuak dan meminum dia. Telah ada pula seorang lagi Tuanku menanti, Malin gelarnya. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Iapun suka lagi kuat lagi berani, sempurna pehaluan mendirikan pekerjaan itu. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Ia bersama2 menegahkan orang meminum tuak, dan menyuruhkan orang sembahyang. Maka sebab itu terbitlah kelahi dan bantah, tetapi tidak dangan parang, hanya semata2 gaduh2 saja baharu. Maka dimasyhurkan oranglah seorang Tuanku nan Gapu´ dan seorang pula Tuanku nan Renceh, sebab kecil tubuhnya. Itu pun Tuanku nan Renceh mehimpunkan tempat mesjidnya dan membaiki tempat supaya nak berahi hati mendirikan agama, serta ia berkekalan menyuruhkan orang sembahyang jua adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV">Madrasah Fakih Saghir Diserang</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Saya, Fakih Saghir, pun seperti demikian pula. Adalah saya mendirikan jema`at berempat orang; seorang saya, dan bapa´ saya, seorang pula orang lainnya, serta saya punya syaudara, ialah nan dimasyhurkan orang* Tuanku di Kubu Sanang. Pada masa itu ia lai bernama Khatib Jobahar. Maka bersungguh2lah saya menyuruhkan orang sembahyang hingga sampai berdiri jema`at dua belas orang, dan menyuruhkan orang menunaikan zakat serta membahagikan kepada segala fakir dan miskin. Pada masa dahulu ada jua orang menunaikan zakat tetapi sedikit2; tidak dibahagikan antara segala fakir dan miskin, melainkan dihimpunkan saja supaya diambil faidah barang apa2 maksudnya, dan menyuruhkan orang maulud akan nabi salla l-lahu `alaihi wasallam* serta membaiki tertibnya, dan tertib orang memakaikan agama Islam.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Sebab banyak2 terbit hujat dan burhan daripada saya banyaklah asung fitnah dalam nagari, dan banyak* pulalah bantahan mereka itu. Maka jadilah saya dibuangkan orang, dan berapa2 kali disarangnya* saya punya mendrasah.* Dan karena sangat karas* bantahan mereka itu, sangatlah lahir benar pekerjaan agama, dan banyaklah orang memakaikan agama Islam. Dan masyhurlah pekerjaan itu kepada tiap2 nagari serta ia mengambil dalil akan hukumnya. Sungguhpun ada pekerjaan seperti demikian semuhanya Tuanku nan Tuho jua menjadi tiang sendi adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV">Haji Miskin Pulang Dari Makkah</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka sekira2 empat tahun lamanya mendirikan agama itu, digarakkan Allah datanglah Tuanku Haji Miskin di negeri Mekah Medinah. Kemudian sempurna hajinya, ia mendapat ke nagari Batu Tebal, sebab ada masa dahulu, sebalum ia pergi haji, adalah ia diam pada nagari itu, karena ia mengambil ilmu daripada saya punya bapa´ masa dahulunya. Maka daripada karena banyak mendengar khabar daripada hal pekerjaan orang Mekah Medinah, bertambah2lah berahi hati mendirikan agama Allah dan agama Rasullah, dan bersungguh2lah orang mendirikan sembahyang hingga sempurna jema`at empat puluh orang.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka telah lama sedikit antaranya, pulanglah Tuanku Haji Miskin ke nagari Pandai Sikat, dan bersungguh2 ia mendirikan agama serta ia berbaiki tempat adanya. Maka terlebih sangat pulalah masyhur pekerjaan Tuanku Haji Miskin, dan banyaklah orang mendirikan agama pada barang mana nagari adanya. Maka daripada mula2 pulang Tuanku Haji Miskin di negeri Mekah Medinah hingga orang ketumbuhan banyak habis, sembilan tahun kamariah lamanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI">Haji Miskin Pindah ke Luhak Lima Puluh, Tuanku Nan Tuo Dilarang Masuk Aia Tabik</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Kemudian maka berpindahlah Tuanku Haji Miskin kepada Luhak Lima Puluh.Telah ia mengambil tempat di dalam mesjid Sungai Landai namanya dalam nagari Air Terbit jua adanya, serta ia bersungguh2 mendirikan agama Allah dan agama Rasullah. Maka lama sedikit antaranya, banyaklah asung fitnah dalam nagari itu, karena ia hendak meminasakan pekerjaan Tuanku Haji Miskin jua maksudnya. Maka sebab itu pun Tuanku nan Tuho berjalan menjalang Tuanku Haji Miskin akan menolong pekerjaannya itu, supaya nak karas agama Allah dan agama Rasullah, serta beberapa orang mengiringi, sekira2 empat puluh orang banyaknya. Maka tempo Tuanku nan Tuho datang hampir nagari Air Terbit itu, maka ditegahkan oranglah Tuanku masuk ke dalam nagari itu, karena sangatlah takutnya kepada Tuanku adanya. Dan adalah masa dahulu Tuanku nan Tuho me´alahkan nagari Taram namanya, sebab ada Tuanku2 dalam nagari Taram itu menyalahi ilmu Tuanku di Ulakan jua adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Itulah sebab sangat takut orang Air Terbit dimasuki nagarinya. Itu pun Tuanku nan Tuho berkeliling ke nagari Mungo Handalas namanya. Maka berhimpunlah ke sana tiap2 nagari dalam Ranah Lima Puluh, serta Tuanku di Luhak pula adanya ialah menolong pekerjaan Tuanku nan Tuho, sebab ada ia mengambil ilmu masa dahulunya. Maka tetaplah Tuanku pada nagari itu sekira2 empat hari lamanya, dan banyaklah daya dan upaya menegahkan Tuanku masuk ke nagari Air Terbit itu jua.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka daripada menilik sangat sukar pekerjaan itu, terbitlah dalam fikir hati saya, Fakih Saghir, maka kata saya, "Wah Tuanku, ampunlah saya di bawah tapak kaki Tuanku. Fihak kepada pekerjaan kita ini sangatlah karasnya. Tidak sepatubnya* orang punya bicara seperti demikian, fikir hati saya. Sekarang seboleh2nya hendaklah Tuanku maafkan, biarlah saya punya bicara." Itu pun Tuanku memaafkan pula sekarang itu jua adanya. Maka kata saya, "Fakih Saghir memohonkan ampun", serta saya berdiri mendatangkan sembah seperti adat orang Melayu jua halnya, ya`ni, "Ampunlah saya kepada Penghulu2 dan Tuanku2, Imam dan Khatib, dan segala pilih* hulubalang dalam Luhak Ranah Lima Puluh ini semuhanya. Adapun Tuanku datang sekarang ke nagari ini bukan berbuat hiru hara kejahatan,* melainkan menyuruhkan kamu berbuat baik dan menagahkan* kamu berbuat jahat, dan beperdamaikan kamu daripada kelahi dan bantah, dan menyusun mufakat kamu orang Lima Puluh supaya nak sanang mereka itu semuhanya. Itulah halnya. Maka bagaimanalah* bicara kamu. Tidak sepatubnya pekerjaan kamu seperti ini rupanya. Adakah tidak tahu kamu akan bahwa sungguhnya Syekh kita ini aulia Allah Sultan Alam namanya? </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Dan tidak pulakah tahu kamu akan besar keramatnya dan bekas kerajaannya?"</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka tidak suatu jua jawab daripada mereka itu semuhanya, melainkan semata2 gaduh2 daripada sangat takut dan gemetar* tulang, sebab nagari akan binasa saja hal adanya. Hanya kata berkata sama sendirinya, yaitu kata mereka itu, "Sekarang kini jua sebab perkataan Fakih Saghir ini, hampirlah binasa nagari kita ini semuhanya, seperti nagari Taram masa dahulunya pula halnya." Itulah sebabnya saya dinamai orang Fakih Saghir pula adanya. Sekarang itu pun Tuanku berdiri* hendak berjalan ke nagari Air Terbit. Sekalian mereka itu pun berganding2 di kiri* dan di kanan serta hiru2 hati mereka itu semuhanya. Setelah disampaikan Allah Tuanku hampir nagari Air Terbit itu pun, keluarlah orang nagari Air Terbit itu semuhanya, serta ia membawa alat persembahan; dalamnya itu beberapa hadiah dan sedekah. Setelah sampai* mereka itu* di hadapan Tuanku sekalian, mereka itu pun sujud semuhanya, ialah menyusun jari nan sepuluh, menjujung* tapak kaki Tuanku, serta ia memohonkan ampun.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka kata seorang yang arif bijaksana, "Wah Tuanku, ampunlah kami di bawah tapak kaki duli hadirat Tuanku. Segala salah beribu kali ampun, segala* kafir beribu kali* tobat. Tuanku jua mempunyai maaf. Apa2 Tuanku punya hukum, kami pun suka menurut. Tidak kami mendalih mendarita lagi. Dan jikalau mengucap kalimat yang dua patah dan memakaikan syariat Islam sekalipun, telah kami sukakan jua semuhanya." Sekarang itu pun Tuanku telah memaafkan serta ia meminta´kan doa kepada Allah dan kepada Rasullah, itulah halnya. Ketika itu jua Tuanku pun diangkat orang persilaan lalu berdiri hendak berjalan, serta mereka itu semuhanya lagi bersuka2 serta bersanang fihak perjalanannya. Maka setelah sampai Tuanku serta mereka itu masuk ke dalam nagari Air Terbit dan tidak melihat mereka itu apa2 pekerjaan hiru hara kejahatan, suka2lah hati mereka itu semuhanya dan kata berkata sama sendiri mereka itu, yaitu, "Sebaik2nyalah kita membayar pula dan nazar meminta´ doa selamat kepada Tuhan subhanahu wata`ala, serta kita menerimakan apa2 Tuanku punya hukum adanya."</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka sebab itu mufakatlah segala penghulu2 dalam nagari itu sekira2 sepuluh hari lamanya, ialah hendak memotong kerbau serta* ia mehasilkan alat jambar hidangan, dan mehasilkan hadiah dan nafakah akan halas* tobat, dan mehiasi tempat dan mesjid, labuh dan tepian, dan tempat permedanan pula adanya. Maka setelah sudah mufakat mereka itu dan lah* hasil pekerjaan mereka itu, maka mereka itu memotong kerbau sembilan ekor banyaknya, serta mereka itu mehimpunkan orang Ranah Lima Puluh barang sekira2 patubnya.* </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Pada hari itu jua mereka itu minum dan makan serta mereka itu mehantarkan hadiah dan nafkah akan halas tobat, ialah Tuanku me´ajarkan kalimat yang dua patah. Sekalian mereka itu pun mengucap semuhanya, yaitu kalimat asyhadu an la ilaha illa 'Llah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulu'Llah jua adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka setelah sempurna minum makan mereka itu, dan mengucap kalimat yang dua patah serta mentasdikkan dia, lagi suka pula mereka itu menyempurnakan sekalian rukun Islam yang lima itu semuhanya, ketika itu jua mesyuaratlah seorang yang cerdik cendakia* yang lebih canai bilang pandai, ialah Tuan Khatib Betuah, orang Limbukan yang dimasyhurkan orang pada masa itu Engku Besar adanya, ya`ni kesudah2an mesyhuwarat* yang dipersembahkannya itu. "Adapun penghulu nan belima orang serta orang nan lima suku dalam nagari Air Terbit ini dan serta orang nan lima buah nagari yang ada dalam pelintah* penghulu nan belima itu, sekarang kini ialah kami* ‘hitam nan tidak bekuran lai, putih nan tidak behata´* lai’, putih, putih, putih, seputih2nya." Itulah asalnya dapat nama hitam dan putih; tetapi tidak dihadapkan kepada siapa2 yang hitam dan siapa2 yang putih, hanya semata2 me`ibaratkan daripada fihak sangat bersungguh2 menurut hukum Tuanku saja hanya. Kemudian daripada sempurna pekerjaan seperti demikian itu, pulanglah Tuanku nan Tuho ke nagari Empat Angkat. Daripada hal keadaannya duduk bersanang2 tetapi pada masa yang sedikit hal adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI">Sabung di Balai Biaro, Masjid Nagari Batu Taba Diruntuh</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Fihak kepada saya, Fakih Saghir, daripada sangat rindu hati kepada bertambah2 agama serta sangat suka sebab bertambah2 kaum, itu pun terbitlah dalam pikir hati saya, hendak menagahkan orang menyabung dan minum tuak juga, dan sekalian pekerjaan* yang tidak dihalalkan Allah dan Rasullah. Itu pun banyaklah kelahi dan bantah daripada satu hari kepada suatu hari, daripada satu bulan kepada suatu bulan, hingga panjanglah zaman dan beredar2lah pekerjaan itu daripada suatu tempat* kepada suatu tempat,* daripada suatu nagari kepada suatu nagari yang telah ada keliling nagari* Empat Angkat jua adanya. Kemudian lagi pula maka diramaikan orang pula sabung di Balai Biharo namanya dalam nagari Hampang Gadang jua adanya. Bukan ia semata2 mendirikan sabung, melainkan ia mengintai kelahi dan bantah jua nan terlebih dimaksudnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Setelah itu maka berhimpunlah Tuanku nan Tuho serta Tuanku2 yang lainnya yang ada dalam nagari Empat Angkat jua. Maka ditegahkanlah sabung itu dan sangatlah bantahan mereka itu dan mananglah* mereka itu berkelahi, sebab beribu kali ganda banyaknya sekarang itu jua. Maka diruntuhnyalah mesjid dalam nagari Batu Tebal serta mendrasah saya, Fakih Saghir, dan dirampasnya sekalian isinya daripada segala kitab dan yang lain2nya daripada beberapa arta. Dan banyaklah hujat dan gunjing mereka itu. Dan kata sekalian munafik mereka itu, ya`ni, "Fakih Saghir jua nan terlebih me´arai2 musuh. Inilah kesudahan pekerjaannya." Itulah kebanyakkan kata mereka itu. Barangkali ada mulut saya tekabur sedikit atau hati saya tetap.* Kepada Allah jua kembali pekerjaan.*</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Dan kata setengah mereka itu, "Kembalilah kita daripada agama ini". Dan setengahnya pula, "Adapun sekalian kita ini terlalu banyak luka dan patah. Inilah banyaknya lawan kita berkelahi tidak jenis akan telawan oleh kita. Mesjid kita pun lah* runtuh, kawan kita pun lah* banyak munafik, apalah akan daya kita. Terlebih baiklah kita diam2 saja." Maka berkata pula seorang yang pahlawan* pada dunia ini, "Sangatlah kita hina, sepuluh kali gandalah hina kita pada kampung akhirat. Maka lebih baiklah kita mehasilkan sekalian alat senjata perang. Maka terlebih sangatlah masyghul Tuanku di Kubu Sanang melihat hiru hara pekerjaan seperti demikian dan lebih pula sangatlah malu daripada segala mahanusia, lagi pula malu akan segala makhluk menjadi kulit iman, beribu kali gandalah malu kepada Allah ta`ala dan sangatlah sangka waham daripada tidak dapat apa2 kesudah2an pekerjaan* ini." Maka kata saya, Fakih Saghir, "Wah, Tuanku, adakah tidak Tuan ketahui di dalam Qur´an ya`ni tidak syentosya* akan daya Allah melainkan seman yang tidak iman akan Allah hanya dan bagaimanalah Tuan sangat masyghul daripada hiru hara dunia ini? Maka sabarlah Tuan daripada apa2 hukum Allah dan daripada hiru hara sekalian mahanusia ini bahwa sungguhnya setengah daripada tanda mu`min yang pilihan menahan cobaan jua hal adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Fihak kepada agama kita akan runtuh janganlah Tuan rusuhkan; dan jikalau sebalum* datar sekalian bukit ini insya Allah ta`ala balum dihabiskan Allah agama ini. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Biarlah saya bicarakan jua ke kiri dan ke kanan, barang mana daya saya dayakan jua mesjid nan runtuh. Janganlah Tuan hibakan nagari akan binasa. Inilah tandanya insya´ Allah ta`ala dangan parang jua kita sudahi nan patubnya."* Setelah itu pun* saya bicarakan jua kepada barang siapa2 orang nan mau memakai agama Allah dan agama Rasullah. Maka telah* lama antaranya itu pun Tuanku nan Tuho memotong kerbau dan jawi sekira2 dua belas ekor banyaknya. Telah ia memanggil Tuanku2 dan penghulu2 yang kepala2 yang ada keliling nagari itu daripada ia membicarakan pekerjaan* agama jua adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV">Gelanggang Bukik Batabuah, Perang Berbalas</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka lama sedikit antaranya adalah orang mendirikan gelanggang dalam nagari Bukit Betabuh namanya. Pada masa itu Tuanku nan Tuho mehimpunkan segala Tuanku2 dan penghulu2, ialah hendak menagahkan* gelanggang itu, tetapi dangan bicara saja hanya. Maka ketika berhimpun2 Tuanku2 dan penghulu2 hendak mufakat, datanglah segala hulubalang serta orang banyak serta ia membawa alat senjata, batu dan galah, dan setinggar. Itu pun Tuanku2 lari semuhanya, tidak mumkin ditolakkan melainkan dangan memasang badir* dan jenapang. Maka saya, Fakih Saghir, berbicara sekira2 enam orang, "Jikalau tidak kita jadikan parang sekarang ini jua, tidaklah habis malu kita yang terdahulu lalu* kepada anak cucu kita, dan sampailah habis larangan dan pegangan. Baiklah kita pasang jua sekarang, barangkali ia luka dan mati akan balas* mesjid kita nan runtuh." Ketika itu saya, Fakih Saghir, memasang setinggar adanya; digarakkan Allah sampailah luka orang Bukit Betabuh lalu kepada mati, dan dipotong orang* pula seorang* yang lainnya, dan sempurnalah jadi parang sehari itu adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Sebab itu banyaklah hujat* dan fitnah, dengki dan khianat, dan banyaklah khasam dan adawat; ada kalanya sama serumah dan ada kalanya antara dua orang besyaudara,* dan ada kalanya antara anak dan bapa´nya, dan banyaklah asung dan fitnah, gunjing dan tempalak, ya`ni kata setengah mereka itu, "Pada hari ini sananglah hati Fakih Saghir; mesjid nan binasa, mendrasahnya nan runtuh,* inilah balasnya."* Dan kata setengah yang lain pula, "Fakih Saghir ini kita bunuh jua nan patubnya;* bukan ia semata2 mendirikan agama, melainkan ia malu daripada mesjid nan runtuh dan mendrasahnya nan binasa, lagi ia melaku2kan* cerdik pandainya dan melakukan keatasannya serta ia mehina2kan kita dan mehabiskan adat pusaka kita. Nagari kita binasa. Inilah rupanya. Tidak kita melihat* daripada Tuanku2 nan dahulu2, melainkan daripada kanak2 yang kecil ini baharu adanya." Maka daripada sangat karas parang itu, datanglah Tuanku2 pada tiap2 nagari berkaum2. Ia* menjalang Tuanku nan Tuho serta ia membawa alat senjata parang karena banyak musuh sepanjang jalan dan banyaklah orang berhimpun2 dalam nagari Kota Tuho, sebab Tuanku nan Tuho jua nan diimamkan orang. Maka sekira2 empat bulan lama masanya berhentilah parang itu. Gelanggang pun rabah.* Itulah halnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV">Gelanggang Nagari Parabek</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Kemudian lagi pula didirikan oranglah* gelanggang di nagari Parabe´ di belakang nagari Padang Luar, dalam nagari Ladang Lawas Banuhampu jua adanya. Maka ditegahkan orang pula gelanggang itu. Tuanku di Padang Luar punya pelintah. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Ia meminta´ tolong kepada Tuanku nan Tuho. Itu pun Tuanku berdiri serta orang banyaknya. Pada hari itu jua parang pun jadi dan banyaklah mati dan luka sebelah menyebelah, tetapi segera habis parang itu sekira2 sepuluh hari lamanya sebab cerdik Tuanku di Ladang* Lawas memeliharakan nagarinya jangan binasa adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI">Tuanku Terabi Dirampas, Tuanku Nan Renceh Komandoi Perang</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka lama pula antaranya adalah seorang Tuanku Terabi orang Kota Baharu pergi berniaga ke nagari Kamang Bukit adanya. Telah ia dirampas orang mata* benda perniagaannya. Maka daripada karena cerdik pandainya, jadilah ia mengadukan pekerjaannya* itu kepada Tuanku nan Renceh* dan Tuanku2 tiap2 sidang dalam nagari Bukit itu semuhanya, ya`ni katanya, "Wah, Tuanku, ampunlah saya di bawah tapak kaki Tuanku2 nan tiap2 sidang dalam nagari ini semuhanya. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Fihak diri saya ini ialah saya telah dirampas orang mata benda perniagaan* dalam nagari ini. Sebabnya ada saya memakaikan sembahyang ayyam saya, larangan `alim namanya. Dan jikalau lai teguh jua Tuanku2 menguatkan larangan pegangan itu, seboleh2nya sekarang ialah saya hendak meminta´ tolong kepada Tuanku2 mengerjakan pekerjaan saya itu. Sungguhpun saya kehilangan mata benda tijaroh,* larangan `alim kan binasa nan terlebih saya rusuhkan. Tetapi jikalau lai digarakkan Allah kembali arta saya itu, apa2 Tuanku punya hukum, telah saya sukakan menurut pelintah Tuanku, dan suka pula saya menyuruhkan orang nagari saya memakai agama Allah dan agama Rasullah seperti Tuanku punya kerja ini adanya."</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Daripada mendangar kata seperti demikian itu pun, Tuanku2 suka mengerjakan sekarang itu jua menyuruh orang banyak meminta´ kembali arta. "Jikalau ia anggak* mengembalikan, lebih* baiklah kita lawan parang supaya nak lahir teguh agama Allah dan agama Rasullah." </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka berdirilah Tuanku2 serta orang banyak menyarang kampung orang aniaya itu. Maka daripada sangat karas kelahi dan bantah serta banyak luka dan patah, sampailah berparang2, lalu kepada mati dan memunuh. Maka dimasyhurkannyalah parang itu parang agama namanya. Maka sebab sangat karas parang itu serta lama zaman sangatlah banyak lawan berkeliling; dan sangatlah picik hati Tuanku nan Renceh dan segala kaumnya, serta picik tempat, tidak boleh keluar dan tidak beroleh tolong, hanya dapat tolong daripada Tuanku nan Tuho saja serta saya, Fakih Saghir, sedikit2, tetapi dangan semata2 bicara saja dan belanja alat parang saja. Dan tidak pula boleh lahir mehantarkan barang apa2 belanja nan kurang, melainkan dangan lalu malam atau diupahkan. Jikalau tiada Allah ta`ala menguatkan dan tidak takut mereka itu kepada Tuanku nan Tuho, sebab ada jua Tuanku nan Tuho tiang pekerjaan, niscaya* mehabiskan mereka itu akan kaum Tuanku nan Renceh semuhanya dangan sekira2 memandang lahir kelakuan parang. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Tetapi kepada Allah ta`ala kembali pekerjaan semuhanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI"><br />Tuanku Nan Tuo Turun Mufakat Hentikan Perang Tuanku Nan Renceh</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka sekira2 empat tahun lamanya parang itu berdirilah Tuanku nan Tuho berjalan2 pada tiap2 nagari keliling tempat Tuanku nan Renceh, ialah mufakat hendak mehentikan parang itu. Mereka itu pun suka berhenti dan suka mereka itu menurut hukum Tuanku nan Tuho saja dan tidak mau mereka itu menurut hukum Tuanku nan Renceh karena malu mereka itu, sebab sangat tekabur mereka itu. Maka ketika itu selasailah parang itu adanya. Maka dalam masa itu jua adalah saya Fakih Saghir maulud akan nabi sallahu `alaihi wasallam,* ialah saya memanggil sekalian Tuanku2 pada tiap2 nagari supaya berjinak2kan mereka itu dan nak lahir bersusun2 agama, serta saya memanggil orang nan tiga buah nagari ya`ni orang Salo dan orang Mage´ dan orang Kota Baharu supaya nak hampir bertolong2an mereka itu dangan Tuanku nan Renceh adanya. Lagi pula pikir hati saya, barangkali mau mereka itu bersungguh2 mendirikan agama, sebab ada mereka itu harab* akan beroleh darjat yang a`la pada dunia dan akhirat, karena mereka itu adalah hina sedikit pada adatnya. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Lagi ada mereka itu dikatakan orang Tilatang kerbau nan tiga kandang namanya. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Setelah itu, saya bicara pekerjaan agama dangan* mereka itu2* pun suka jua semuhanya. Maka setelah sudah mufakat itu, beredar2lah Tuanku berbuat janji di mana2 tempat yang patub berhimpun2 mufakat, karena mengintai agama nak kakal* jua adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka kemudian dari itu berjalanlah Tuanku nan Tuho ke nagari Mage´, serta ia memanggil Tuanku nan Renceh supaya beperdamaikan ia daripada pekerjaan yang terdahulu. Maka sempurnalah damai kedua fihak, serta sempurna mufakat pekerjaan agama. Kemudian pula diperbuat pula janji dalam nagari Kota Baharu seperti demikian pula, ya`ni nagari Tuanku Terabi nan dirampas orang masa dahulu adanya. Maka sampailah bertamu* dangan nagari Empat Angkat dan sentosyalah* jalan Tuanku nan Renceh masuk nagari Kota Tuho barang apa2 maksudnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI"><br />Kemenakan Tuanku Nan Renceh Diculik Orang Bukik Batabuah</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Kemudian dari itu mufakatlah segala kepala2 hulubalang tiap2 nagari, maka dimalingnya* kemenakan Tuanku nan Renceh belima orang. Itulah sebab pekerjaan nan jadi* sebesar2 fitnah selama2nya. Maka dibawanya ke nagari Bukit Betabuh. Itu pun lai bertamu dangan saya, Fakih Saghir, saya hendak meminta´ kembali, hulubalang itu pun melarikan jua. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Jadilah berkajar2 dangan saya. Itu pun tidak jua dapat sebab inya* bersama2, hanya saya dua orang saja. Sekarang itu saya menyuruh memanggil Tuanku2 serta orang banyaknya. Tuanku2 pun rapat semuhanya. Maka jadilah diperda`wakan jua, tidak jua dapat keluar* sekali janji, dua kali janji, barangkali sepuluh kali janji. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka pada sekali janji yang akhir datanglah Tuanku nan Renceh serta kaumnya. Maka dilihatnya tidak jua dapat keluar, jadilah ditangkabnya* orang Bukit Betabuh itu dua orang, lalu dibawanya ke nagarinya. </span><span style="font-size:85%;">Maka ditaruhnya orang itu sekira2 sebulan kamariat atau lebih.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Dalam masa itu tidak boleh berhenti sedikit jua melainkan gaduh2 jua dan diperda`wakan jua hanya. Sebab itu banyaklah orang Bukit Betabuh meminta´ ampun jua kepada Tuanku nan Tuho dan suka ia barang apa2 Tuanku punya hukum; tidak ia mendalih mendarita lagi serta ia mau menjujung titah Allah dan titah Rasullah. Itu pun Tuanku nan Tuho mau menerimakan. Maka sebab itu jua, jadilah saya, Fakih Saghir, meminta´ kembali orang nan bedua itu. Tuanku nan Renceh pun mau mengembalikan. Maka sampailah kembali orang itu ke nagari Bukit Betabuh. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Lama sedikit antaranya dapatlah kembali kemenakan Tuanku nan Renceh bedua orang. Tuanku nan Renceh terlalu suka mendapat kemenakannya nan bedua orang itu. Dan tinggal pulalah tiga orang lagi, itulah halnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI">Tuanku Nan Tuo Turun ke Luhak Lima Puluh Membantu Perang Haji Miskin</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Kemudian lagi berdirilah Tuanku nan Tuho dan Tuanku2 yang lain2nya dalam Luhak Agam serta kaum mereka itu sekira2 selapan ratus banyaknya, ialah kerja menjalang parang Tuanku Haji Miskin, karena bersalahan pekerjaan agama jua keadaannya. Maka tempo Tuanku nan Tuho dalam nagari Lima Puluh, maka berhimpunlah Tuanku2 dalam Luhak itu, ialah mufakat bepersuatukan hukum agama* jua. Sebab itu terlebih sangatlah masyhur agama dalam Luhak itu. Maka pulanglah Tuanku nan Tuho serta Tuanku2 yang lainnya, dan tinggallah Tuanku Haji Miskin dalam ia kerja parang jua serta orang Lima Puluh; lalu kepada mati Tuanku Haji Miskin, sebab perang itu tidak jua bakar membakar dan tidak pula me´alahkan nagari serta lama zaman.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI"><br />Perang Tuanku Nan Renceh Makin Berkecamuk, Haji Sumanik Ajarkan Main Api</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka telah lama pula antaranya kemudian, maka daripada karena sangat adawat dan sangat mengadu2 sebelah-menyebelah, terbit pulalah parang daripada Tuanku nan* Renceh sama dalam nagarinya; tidak berhenti siang dan malam, pagi dan patang, dan jikalau sepenggal* hari sekalipun. Maka daripada sekira2 setahun lamanya digarakkan Allah, datanglah Tuanku Haji di Sumani´ kepada tempat Tuanku nan Renceh. Telah ia me´ajarkan parang dengan api, itu pun sampai terbakar nagari yang hampir kampung Tuanku nan Renceh, iaitu nagari Durian namanya. Maka lebarlah perjalanan Tuanku nan Renceh ke kiri dan ke kanan. Sekarang itu jua Tuanku di Sumani´ sampai keluar, tempo ia di nagari Kota Tuho sekira2 empat hari lamanya. Di belakang ia pulang ke nagarinya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI">Tuanku Nan Renceh Perangi Nagari Tilatang, Ribuan Orang Mengungsi ke Ampek Angkek</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Fihak kepada Tuanku nan Renceh, telah ia bersungguh2 mufakat dangan orang Kamang dan orang Mage´ dan orang Salo dan orang Kota Baharu. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Saya Fakih Saghir ada jua sama melihat pekerjaan itu. Pada masa itu jua dihadapkan parang ke nagari Tilatang. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka daripada karena sangat karas parang itu terbakarlah tarup nagari Tilatang hampir nagari Kota Baharu. Sebab itu sangatlah takut orang Agam semuhanya, dan banyaklah tobat mereka itu dan bertolong2anlah parang itu. Maka sampailah habis nagari Tilatang dan banyaklah berpindah dalam nagari; dan sukar mehinggakan ribu laksa rampasan, dan orang terbunuh dan tertawan lalu kepada terjual, dan dijadikannya gundi´nya, tetapi belum lahir gundi´nya. Tidak yang lain2 punya kerja itu melainkan orang nan lima buah nagari yang ada dalam pelintah Tuanku nan Renceh jua, iaitu nagari Kamang Bukit, lebih sekali orang Salo, Mage´, Kota Baharu nan memunuh dan berjual. Akan balasnya dikatakan orang Tilatang kerbau nan tiga kandang namanya. </span><span style="font-size:85%;">Itulah halnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Fihak kepada orang nan berpindah ke nagari Empat Angkat sukar pula mehinggakan ribu dan laksa, akan tetapi tidak boleh mati terbunuh teraniayai. Dan jikalau orang yang hina dan tuha yang daif dan kanak2 yang kecil sekalipun dan sekalian mata bendanya, dan jikalau sebarat* zarah sekalipun, tidak jua boleh hilang, karena sangat karas hukum Tuanku nan Tuho jua adanya, yaitu, tidak harus merampas dan menawan dan me´alahkan nagarinya, jikalau ada* dalamnya dua puluh atau dua belas mu`min, atau berempat mu`min, atau seorang mu`min sekalipun. Itulah setengah hukum yang tatap* dalam kitab Tuanku nan Tuho jua adanya. Sebab itu jadilah kecil hati Tuanku nan Renceh, tetapi tidak lahir, karena seolah2nya hukum itu membinasakan pekerjaan Tuanku nan Renceh jua adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b>Kurai Terbakar, Tuanku Nan Renceh Perangi Sungai Janiah</b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Maka lama pula antaranya datanglah Tuanku nan Renceh serta orang* nan lima buah nagari yang ada dalam pelintahnya, yaitu Kamang Bukit, Salo, Mage´, Kota Baharu. Telah ia meminta´ mehadapkan parang ke nagari Kurai karena orang Kurai* itu sangat jahilnya dan mungkarnya. Sebab itu jadilah Tuanku nan Tuho memelintahkan parang itu, supaya jangan orang Kurai dihabiskan* Tuanku nan Renceh seperti orang Tilatang pula. Maka sebab itu tahulah Tuanku nan Renceh akan batin pekerjaan itu, jadilah ia kembali pulang serta mufakat ia mehadapkan parang ketika itu jua ke nagari orang Lima Kota.* Maka segiralah* terbakar tarup nagari Sungai Jernih dan terbakar pulalah nagari Kurai* pagi2 itu sepeninggal* Tuanku nan Renceh. Maka sampailah habis nagari Kurai terbakar* semuhanya tetapi tidak seorang jua nan tertawan dan terbunuh. Kemudian keluar mereka itu dalam kampungnya. Maka segiralah Tuanku nan Tuho meminta´ kembali orang Kurai ke nagarinya. Mereka itu pun suka kembali, serta mereka itu memotong kerbau, memanggil Tuanku nan Tuho supaya bersanang2 mereka itu tinggal dalam nagarinya. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka Tuanku nan Tuho me´ajarkan kalimat tobat. Mereka itu pun mengucap dia serta suka mereka itu menjujung titah Allah dan titah Rasullah. Itu pun telah sempurnalah pekerjaan itu.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI">Padang Tarok Gagah Bertahan, Tuanku Nan Tuo Datang Membantu</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Fihak kepada parang Tuanku nan Renceh, sampailah empat bulan lamanya tidak jua sampai te`alahkan karena orang Padang Tarab itu sangat gagahnya. Itu pun Tuanku nan Renceh meminta´ tolong kepada Tuanku nan Tuho. Maka daripada karena memelihara lahir pekerjaan agama jangan binasa, jadilah Tuanku nan Tuho menurunkan orang Agam semuhanya. Maka sampailah habis nagari itu dan habislah parang itu. Tetapi Tuanku nan* Tuho tidak meminta´ apa2 sesuatu jua dan tidak pula meminta´ ketudukkannya,* hanya kendiri Tuanku nan Renceh saja. Maka Tuanku nan Renceh mendirikan imam dan kadi, yaitu Tuanku nan Bungku´ orang Sungai Jernih karena maksudnya hendak melakukan* dayanya mehabiskan orang Lima Kota jua halnya. Tidak boleh lakas diperdamaikan supaya nak boleh memunuh dan menawan. Maka sampailah pekerjaan itu dan sukar mehinggakan ribu dan laksa orang nan terbunuh dan tertawan. Maka bagi setengahnya dijualnya dan bagi setengahnya dipergundi´nya. Maka dinamainya perang itu perang sabili'llah namanya, supaya nak lahir sah hukumnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI">Tuanku Nan Tuo Marahi Tuanku Nan Renceh dkk</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka sebab itulah sangatlah marah Tuanku nan Tuho kepada Tuanku nan Renceh dan kepada sekalian Tuanku2. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Dan bersungguh2lah Tuanku nan Tuho melarangkan orang terjual dan menagahkan me´alahkan nagari dan membakar dia. Kemudian maka daripada karena sangat marah Tuanku nan Tuho kepada sekalian Tuanku2 terbitlah daripada sekalian Tuanku2 itu kepada saya, Fakih Saghir, yaitu katanya, "Hai, Fakih Saghir, maukah engkau memotong seekor kerbau? </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Himpunkan kami sekalian Tuanku2 supaya mufakat kita semuhanya di hadapan Tuanku nan Tuho. Jikalau apa2 pekerjaan kami nan salah, sukalah kami tobat. Maka apabila sampai pekerjaan itu, biarlah kami membayar bali akan beberapa harga kerbau itu, yaitu seseorangnya kami Tuanku di Kubu Sanang, dua Tuan di Ladang* Lawas, tiga Tuanku di Padang Luar, empat Tuanku di Galung, lima Tuanku di Kota Hambalau, enam Tuanku di Lubu´ Haur, tujuh Tuanku di Bansa, selapan Tuanku nan Renceh." Itulah asalnya sebab bernama Tuanku nan Selapan adanya. Maka sebab itu jadilah saya, Fakih Saghir, menyampaikan bicara itu kepada Tuanku nan Tuho. Maka telah mendangar Tuanku nan [Tuho]* akan bicara itu, jadilah Tuanku nan Tuho diam2 saja sekira2 selapan hari lamanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Kemudian maka kata Tuanku nan Tuho kepada saya, "Hai, musaharah, baiklah kita terima jua bicara yang telah engkau khabarkan masa dahulu, dan potonglah diengkau seekor kerbau, dan panggil diengkau sekalian Tuanku2 dalam Luhak ini pada hari Sabtu, dami esok hari ini." Itu pun saya, Fakih Saghir, bersegira memotong kerbau. Tuanku Bejanggut Pirang segira memanggil Tuanku2. Maka sampailah berhimpun Tuanku2 pada hari Sabtu itu jua. Setelah itu mufakatlah Tuanku2 hendak menyampaikan bicara kepada Tuanku nan Tuho. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka kata Tuanku2 di hadapan Tuanku nan Tuho ya`ni, "Ampunlah kami di bawah tapak kaki hadirat Tuanku. Seboleh2 yang lagi akan datang ini, sebaik2nyalah tinggal Tuanku di dalam mesjid kendiri. Tuanku me´ajarkan ilmu seperti dahulu jua. Biarlah kami berjalan2 ke kiri dan ke kanan, menyampaikan suruh Allah dan suruh Rasullah. Boleh-boleh kami perangi di mana nagari yang menyalahi agamanya dalam pulau ini. Dan kami hantarkan pula ke hadapan Tuanku akan hadiah dan sedekah serta ketudukkan siapa2 orang nan mau mengikut agama ini."</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka jawab Tuanku nan Tuho, "Mengapa bicara kamu seperti demikian? Adakah tiada pada tiap2 suatu nagari dalam Luhak nan Tigo ini atau lainnya dua puluh orang mu`min, atau dua belas mu`min, atau berempat mu`min, atau seorang mu`min?" Maka jawab mereka itu, "Tidak sunyi pada tiap2 nagari dalam luhak ini, dan jikalau seorang mu`min sekalipun melainkan ada jua hanya." Maka kata Tuanku nan Tuho, "Adakah harus me´alahkan nagari dan membakar dia dan padanya seorang mu`min?" Maka jawab mereka itu, "Tidak harus." Maka [kata Tuanku nan Tuho],* "Bagaimanalah bicara kamu seperti demikian juga?!" Maka mereka itu diam semata2 daripada menjawab, tetapi hingga seketika. Maka terbitlah jawab daripada setengah mereka itu, "Jikalau ada pekerjaan seperti demikian, sekarang sukalah kami berhenti, dan tobatlah kami daripada berbuat bicara yang demikian itu." </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka kata Tuanku nan Tuho, "Tidak percaya aku akan bicara kamu, jikalau tidak mendatangkan kamu akan sumpah." Maka sebab itu sekarang me`ikrarkan tiap2 daripada* mereka itu akan sumpah, ya`ni mengata tiap2 seseorang daripada mereka itu, "Dami Allah, dami Rasullah, dami bumi dan langit, syurga dan naraka, sesungguhnya sebenarnya tidak lagi kami akan me´alahkan tiap2 nagari* dalam luhak ini dan membakar dia, hanya semata2 menyuruh saja hal adanya di belakang."</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV">Tuanku di Mansiang Dijadikan Imam Baru</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Kemudian kembali mereka itu kepada nagari seorang2 dan rumah seorang2. Kata berkata sama sendiri mereka itu, "Tiada ada hal ini, melainkan bicara Fakih Saghir jua hanya sekarang sebab itu jua pekerjaannya. Janganlah kita bayar harga kerbaunya, dan jikalau suatu kepeng sekalipun." Maka telah lama pula antaranya sebab tidak sampai maksudnya dan sebab malu daripada sumpah itu jadilah mufakat pula sekalian Tuanku2, ya`ni mufakat mereka itu, "Baiklah kita mencari imam yang lain akan ganti Tuanku nan Tuho, syupaya boleh* kita melakukan* apa2 kehendak kita. Dan sepatubnyalah* Tuanku di Mansiang kita jadikan Imam Besar, karena ia asal orang keramat juga. Lagi pula tidak boleh Tuanku nan Tuho akan membinasakan kerjaannya sebab Tuanku di Mansiang anak guru oleh Tuanku nan Tuho."</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Kemudian menyempurnakanlah mereka itu akan mufakat mereka itu dan menamailah mereka itu akan Tuanku di Mansiang Tuanku nan Tuho pula namanya, karena menyindir Tuanku nan Tuho punya nama. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Kemudian menamai pula mereka itu akan tiap2 Tuanku nan Selapan itu dan Tuanku2 yang lain2 seperti demikian pula. Dan memasyhurkan mereka itu akan Tuanku nan Tuho, Rahib Tuho namanya; dan akan saya, Fakih Saghir, Raja Kafir dan Raja Yazidi pula dinamakannya. Tetapi sebab tekabur mereka itu dan mehinakan mereka itu akan guru mereka itu dan menamai mereka itu akan Tuanku nan Tuho seperti demikian, barangkali mereka itu kafir dalam kitab Allah dan isi naraka jahanam pada akhirat, jika* tidak tobat mereka itu wa ilallahi terja'ul umur.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI">Paninjauan Diserang Tuanku Nan Salapan</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka kemudian sampai* mendirikan mereka itu akan imam, memperangilah* mereka itu akan nagari Gunung Paninjauan. Maka sampailah terbakar nagari itu hingga sampai Tuanku nan Tuho diam dalam nagari itu membakar jua mereka itu. Dan beberapa2lah rampasan dan orang mati terbunuh. Dan menamai mereka itu akan perang itu Perang Agama namanya, dan meminta´ mereka itu akan ketundukkannya, supaya nak sah hukum mereka itu, Perang Sabili'llah namanya. Tetapi tidak sabit dalam kitab Allah Perang Sabil namanya, karena nagari itu tempat tuanku yang dimasyhurkan Tuanku di Paninjauan namanya. Ialah yang mewarisi* Tuanku di Ulakan yang mempunyai keramat, yang beroleh limpah daripada Tuan Syekh Abdul Rauf jua adanya. Dan berapa2 ulama dalamnya dan fakih2 dan beberapa pandito, dan sangat penyayang sekalian ahlinya kepada segala fakir dan miskin dan kepada sekalian karim. Itulah sebabnya tidak harus me´alahkan nagari itu dalam kitab Tuanku nan Tuho. Itulah halnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Kemudian maka berkekalanlah perang2 itu antara beberapa nagari. Maka di mana2 nagari diam, Tuanku nan Tuho menyuruhkan orang sembahyang memperangi jua mereka itu dan me´alahkan jua mereka itu. Maka sangatlah karas pekerjaan Tuanku nan Selapan, dan sampai pulalah siar bakar antara sekalian nagari dalam Luhak Agam ini; lalu ke Luhak Tanah Datar dan Luhak Ranah Lima Puluh. Dan rabut rampas dan mehabiskan arta orang kaya2 dan mehinokan* orang yang mulia2 dan memunuh orang ulama2 dan sekalian orang yang cerdik cendakia, dan merampas orang bersuami, dan menikahkan orang yang tidak sekupu,* dan bepergundi´ sekalian orang tertawan, serta memasyhurkan* mereka itu akan sekalian pekerjaan itu, yaitu inilah kesempurnaan agama jua hal adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI">Tuanku Nan Salapan Menyusun Nagari</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Kemudian lama pula antaranya mufakat pulalah Tuanku2 Selapan juga menyusun tiap2 nagari lain nagari Empat Angkat, dan menamai mereka itu* akan nagari mereka itu* Laras nan Panjang namanya, karena menyindir mereka itu akan nagari Pariangan Padang Panjang hingga Turawan Galo Gandang ke atas, Laras nan Panjang namanya. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Adapun nagari Pariangan Padang Panjang dan orang Batipuh dan orang Empat Angkat, Laras Kota Piliang namanya. Itulah yang mempunyai derajat yang a`la yang ada sebelah Luhak Agam ini. Lain orang Lima Kota, Padang Tarab, adapun orang Lima Kota ini sungguh pun tidak ia Laras Kota Piliang adalah ia mempunyai derajat* yang a`la juga, karena ia nagari yang lebih tuha sekali2 dalam Luhak Agam ini juga. Tetapi Laras Kota Piliang ada juga sedikit dalam kaum Tuanku nan Selapan dan takut melahirkan menyalahi hukumnya. Dan adalah tiap2 nagari* yang bernama Kota Piliang dalam Luhak nan Tigo ini tinggi derajatnya, dan tiap2 nagari yang bernama Laras Caniago adalah hina sedikit.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV">Nagari Ampek Angkek Diperangi</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka telah sempurna mufakat mereka itu mehadapkan mereka itu akan parang ke nagari Empat Angkat. Sekira2 enam tahun lama masanya dan menamai mereka itu akan orang Empat Angkat hitam jua baharu adanya. Tetapi orang Empat Angkat bukan karena tidak memakai agama pada masa itu, hanya semata2 khianat saja. Dan menamai mereka itu akan diri mereka itu putih semata2. Tidak memelihara mereka itu akan batin pekerjaan, hanya* kebanyakkan laku mereka itu putih sekira2 lahir saja.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV"><br />Tuanku di Bodi Jadi Juru Damai</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka dalam masa itu jua digarakkan Allah datanglah Tuanku di Bodi, yaitu Tuanku nan Tuho dalam nagari Sungai Tarab adanya. Telah ia mempunyai bicara memohonkan ampun kepada hariba Tuanku nan Tuho dalam nagari Kota Tuho adanya, ya`ni katanya, "Wah Tuanku, ampunlah saya di bawah tapak kaki duli hadirat Tuanku saya punya bapa´. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Sekali salah beribu kali tobat daripada fihak diri Tuanku punya anak. Tuanku jua mempunyai ampun. Adapun diri saya ini ialah mengamalkan titah Allah dan titah Rasullah dan titah Tuanku jua seperti hukum yang sabit dalam kitab Allah* yang telah Tuanku ajarkan kepada saya daripada masa dahulu sampai sekarang,* yaitu katanya Allah ta`ala ati` ullah wa-ati` ul-rasul wa-aula al-amir m.n.k.m. Lagi pula saya mehukum antara segala mahanusia* dangan adil, dan berbuat baik kepada mereka itu, dan beperhubungkan kekasih* antara dua orang besyaudara,* dan beperdamaikan antara dua orang berkesumat2, dan menunjukki* hati mereka itu. Itulah halnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Pekerjaan saya ini fihak kepada anak2 Tuanku nan Selapan, ialah saya hendak membawa ke hadapan Tuanku supaya meminta´ ma`af mereka itu daripada sekalian pekerjaannya yang tersalah, serta beperdamaikan saya akan parang2 ini supaya nak tinggi agama Allah dan agama Rasullah, dan nak bersanang2 mereka itu sekalian mahanusia." Maka jawab Tuanku nan Tuho, "Jikalau demikian rupanya pekerjaan, sepuluh baiknya pada hamba apabila lai bersungguh2 mereka itu mengikut kata Allah dan kata Rasullah dan kembali mereka itu daripada segala fi`il mereka itu yang telah lalu ini." Kemudian maka telah sempurna bicara itu, berhimpunlah Tuanku2 nan Selapan masuk nagari Kota Tuho menjalang kepada hariba Tuanku nan Tuho jua serta mereka itu membawa kerbau sekira2 enam puluh banyaknya atau lebih. Maka seketika berhadap mereka itu, berheluanlah mereka itu dangan mendatangkan salam serta tertib dan majlis adab orang memuliakan gurunya, lagi ia memohonkan ampun, meminta´ ma`af kepada Tuanku, ya`ni kata mereka itu, "Wah, Tuanku, ampunlah kami di bawah tapak kaki duli hadirat Tuanku. Adapun sekalian pekerjaan kami yang telah lalu ini, yaitu merabut dan merampas, memunuh dan manikam, dan sebagainyalah. Sekarang seboleh2nya hendaklah Tuanku ma`afkan sekalian pekerjaan kami itu, dan jangan Tuanku menyabut2 jua. Tidak lagi kami kembali berbuat pekerjaan itu hingga ini ke atas, dan jikalau sekejap mata sekalipun. Itulah halnya."</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka sebab itu jadilah memaafkan akan sekalian pekerjaan mereka itu yang memberi mudarat kepada diri Tuanku, dan tidak memaafkan Tuanku akan diri orang lain2 mereka itu yang terbunuh dan teraniaya dan nagari mereka itu yang dirampas orang dan sebagainyalah karena mengetahui Tuanku. Adakah maaf hati mereka itu atau tidakkah? Hanya Tuanku memberi petuah semata2 mengembalikan kepada hukum Allah dan hukum Rasullah saja. Maka bersuka2lah Tuanku memberi petuah mereka itu dangan sekalian hukum yang sabit dalam kitab Allah dan suka2 pulalah mereka itu mengikut hukum Tuanku yang ada seperti demikian itulah halnya. Tetapi hingga seketika barangkali di belakang lebih kepada jahatnya dan kepada Allah jualah kembali pekerjaan lahir dan batin [bahasa Arab].</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b>Api Dalam Sekam Siap Berkobar</b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Kemudian maka kembalilah sekalian Tuanku2 kepada nagari seorang2 serta dangan bersuka2 jua, sebab lah* bersuatu hukum dan lah* sempurna yang dimaksud. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Dan bersanang2lah orang banyak, sebab sempurna damai dan lah* putus kerja parang. Dan masyhurlah khabar ke kiri dan ke kanan daripada fihak Tuanku nan Selapan telah sempurna damai dangan Tuanku nan Tuho, dan lah* bersuatu hukum agama sekalian persalahan kembali kepada hukum Allah dan hukum Rasullah dan kepada kitabnya. Kemudian maka daripada setengah adat lagi segala mahanusia ketika duduk2 mereka itu bersanang2 pada tiap2 tempat permedanan dan tiap2 dusun dan nagari dan tiap2 kampung dan masjid, banyak2lah khabar mereka itu dan runding mereka itu yaitu kata setengah mereka itu, "Adapun sekalian Tuanku2 kita ini sampailah damai dan sekalian kita ini sampailah sanang. Maka betapakah pekerjaan* Tuanku yang terdahulu ini? Adapun Tuanku nan Tuho dikatanya Rahib Tuho dan Fakih Saghir dikatanya Kafir dan Raja sekalian orang Empat Angkat hitam semuhanya; sekalian kita ini memperangi orang Empat Angkat, mati syahid katanya. Barangkali Tuanku2 nan Selapan ini salah adanya, jikalau ada ia benar, tidak ia mau semufakat dangan Fakih Saghir dan tidak ia mau tobat kepada Tuanku nan Tuho, itulah halnya."</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Dan kata setengah mereka itu, "Jikalau ada sekalian pekerjaan Tuanku2 ini salah, baiklah kita meminta´ kembali akan sekalian arta kita yang diambilnya sebab disalahkannya atau sebab dirampasnya." Dan kata setengah yang lain2 mereka itu, "Adapun sekalian nagari kita ini sampailah habis dan nagari Empat Angkat tinggal selamat juga. Sekarang sekalian kita ini sampailah hina. Maka sekaliannya itu* sebab celaka Tuanku nan Selapan juga adanya."</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV">Fitnah Bersangatan, Tuanku Nan Saleh Kalahkan Hujjah Tuanku Nan Salapan</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka daripada sekira2 setahun lama masanya sebab lah* bersangatan* masyhur fitnah antara mereka itu, masuklah fitnah itu ke dalam hati Tuanku2 nan Selapan. Maka mufakat jua mereka itu dan berhubung2 jualah bicara mereka itu, ya`ni kata setengah Tuanku2 yang lebih arif bijaksana, " Jikalau tidak kita habiskan nagari Empat Angkat ini, atau dihutangkan dangan beberapa kati emas dan dialahkan kitab Fakih Saghir ini, di belakang niscayanya besar mudaratnya kepada kita, dan kebanyakan* mahanusia hampir hitam akhirnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka terlebih baiklah kita panggil Tuanku2 yang lebih alimnya dan yang lebih masyhur kitabnya, yaitu Tuanku di Batu Ladiang* dan Tuanku nan Saleh dalam nagari Talawi, karena Tuanku nan bedua itu lebih sangat alimnya tidak jenis akan telawan oleh Fakih Saghir. Lagi pula Tuanku nan Saleh itu dimasyhurkan orang membatalkan* martabat, menyalahi agama Tuanku di Ulakan jua. Barangkali marah2 ia kepada Tuanku nan Tuho dan Tuanku nan Tuho marah2 pula sama dia, sebab bapa´ Tuanku nan Saleh itu diperangi Tuanku nan Tuho dan dialahkan nagari yang kediamannya masa dahulunya, yaitu nagari Taram. </span><span style="font-size:85%;">Sebab ia membatalkan martabat jua adanya."</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Maka telah sempurna mufakat mereka itu, memanggillah mereka itu akan Tuanku nan bedua itu, serta mengiringi Tuanku2 yang lainnya. Maka tempo Tuanku nan Saleh sampai ke dalam mesjid Tuanku di Mansiang, berhimpunlah Tuanku2 dalam luhak itu dan me´alahkan Tuanku nan Saleh akan sekalian Tuanku2 dangan kitabnya hingga Tuanku di Mansiang sekalipun.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI">Tuanku Nan Saleh Benarkan Petuah Tuanku Nan Tuo, Tuanku Nan Salapan Marah Besar</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Kemudian maka Tuanku nan Saleh berjalan2 antara nagari hendak menjalang tempat Tuanku nan Tuho. Itu pun Tuanku nan Tuho menyuruh memanggil Tuanku nan Saleh. Maka setelah sampai Tuanku nan Saleh serta Tuanku2 yang mengiringinya masuk nagari Kota Tuho, dan lah* bertamu* ia dangan Tuanku nan Tuho, berheluanlah kedua fihaknya serta bersuka2 ia dangan berjawatan tangan. Maka duduklah ia bersanang2 hingga sedikit kemudian. Maka Tuanku nan Saleh meminta´ mengeluarkan kitab semuhanya kepada Tuanku nan Tuho serta mehimpunkan sekalian Tuanku2 yang ada dalam nagari itu. Maka setelah* hadir kitab semuhanya serta sekalian Tuanku2, maka bersama2 ia memafhumkan sekalian kitab itu serta saya, Fakih Saghir itu pun semufaka* semuhanya, tidak bersalahan suatu jua dan jikalau sebarat zarat sekalipun, hanya semufakat* jua membenarkan petuah Tuanku nan Tuho.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka tetaplah Tuanku nan Saleh dalam nagari itu sekira2 selapan hari atau lebih, supaya beperdamaikan ia antara keduanya, dan bepertamukan ia pada tarup nagari hampir nagari Banuhampu. Serta ia Tuanku nan Saleh menyuruhkan kepada sekalian Tuanku2 dalam Luhak Agam ini mengikut kitab Tuanku nan Tuho semuhanya. Kemudian daripada itu pulanglah Tuanku nan Saleh beserta dangan kemuliaannya [...].* Maka masyhurlah kabar Tuanku nan Saleh membenarkan kitab Tuanku nan Tuho pula halnya. Maka sebab mengetahui mereka itu akan kabar Tuanku nan Saleh seperti demikian itu rupanya, hampir memunuh mereka itu, karena sangat marah2 mereka itu. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Tetapi Allah ta`ala memeliharakan akan hambanya yang mu´min sebenarnya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV">Nagari Ampek Angkek Kembali Diperangi, Bonjo Cangkiang Tak Teralahkan</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka bersungguh2 mereka itu memasang mufakat dan mencari bicara apa2 akan sudahnya, serta berkabar2 mereka itu dalam mufakat mereka itu, yaitu, "Jikalau tidak kita alahkan nagari Empat Angkat semuhanya niscaya sangat tekaburnya kepada kita, d[an] sekalian kita ini hina semuhanya. Barangkali Fakih Saghir itu menjadi* raja besar akhirnya dan sekalian kita ini jadi ra`yatnya. Tambahnya lagi, Tuanku2 yang kepala2 yang sangat masyhur ulamanya telah membenarkan akan kitabnya. Maka apabila lai sampai dialahkan [...]* nagarinya itu, baiklah kita meminta´ ketundukkannya setinggar semata2 dan pedang semata2, supaya boleh kita memunuh hulubalang yang kepala2 dan sekalian cerdik cendakia dan sekalian ulamanya dan jikalau kanak2 sekalipun karena tidak jenis akan telawan oleh kita sekalian ahli kitabnya. Biarlah kita tinggalkan nagarinya sekira2 selegar kuda bermain2 saja." Maka sebab itu bersungguh2lah mereka itu memperangi nagari Empat Angkat. Maka terbakarlah tarup nagari sedikit2. Maka telah* lama2 antaranya sampailah habis nagari Empat Angkat semuhanya dan sukarlah berhisab orang Empat Angkat nan mati dan tertawan, dan tinggallah sebuah nagari Kota Tuho dan kampung yang sedikit, yaitu Bonjo Cangkiang namanya, dan bersungguh2 jualah mereka itu memperangi keliling tempat itu siang dan malam, pagi dan patang, tidak boleh keluar ke kiri dan ke kanan dan tidak boleh berhenti sedikit jua melainkan parang2 jua hanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV">Tuanku Nan Tuo Diperdaya, Anak-anaknya Dibunuh</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka sekira2 empat tahun lamanya tidak jua te`alahkan kampung yang sedikit itu, terbitlah bicara setengah mereka itu, "Jikalau tidak mati jua Fakih Saghir ini, tidak mumkin kita me´alahkan kampungnya dan tidak ia mau tunduk kepada kita. Barangkali di belakang banyak2lah menola* dan berbuat kampung seperti kampungnya ini. Dan banyak persalahan tiap2 nagari, sebab banyak mereka itu sakit2 hati. Dan tidak takut mereka itu akan dialahkan, sebab taguh* tempat kediaman mereka itu seperti kampung Fakih Saghir ini. Dan hampir mereka itu melawan kepada segala Tuanku2, dan tidak mau mereka itu menurut hukum Tuanku hanya kebanyakkan mereka itu menurut pendapat Fakih Saghir saja. Maka binasalah agama kita dan terlebih baik jualah kita beperdayakannya, ya`ni daya itu bersungguh2 kita meminta´ paham bepersuatukan hukum kitab Allah. </span><span lang="FI" style="font-size:85%;">Kita suruh sampaikan kabar pekerjaan itu kepadanya. Jikalau lebih terang kitabnya, kita sukakan menurut dia. Mudah-mudahan mau ia menurut bicara itu. Sebab itu Fakih Saghir itu lebih sangat bersungguh2nya menuntub* keterangan memfaham kitab Allah, karena kesudah2an keterangan kitab Allah itu tempat kepeliharaan dirinya dan* artanya. Maka terlebih sukalah* ia dibawa kepada barang mana tempat di luar nagarinya; ketika itu mudahlah kita memunuh dia."</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Maka setelah dihiaskan Allah daya itu ke dalam hati mereka itu, bersungguh2lah mereka itu memasang bicara itu. Fihak kepada diri saya, Fakih Saghir, tidak mengetahui saya akan daya itu, hanya semata2 mengembalikan kepada Allah ta`ala saja. Maka telah sempurna daya mereka itu, dan memanggil mereka itu akan saya juga, keluarlah saya serta Tuanku nan Tuho dan serta beberapa orang yang mengiringi. Ketika itu memunuhlah mereka itu akan sekalian anak2 Tuanku nan Tuho serta orang yang mengiringi itu, sembilan orang banyaknya; dan tidak sampai daya mereka itu kepada saya dangan tolong Tuhan subhanahu wa ta`ala adanya, dan tinggallah Tuanku nan Tuho serta saya. </span><span lang="SV" style="font-size:85%;">Barangkali sebab Allah ta`ala meluluskan hukumnya jua, maka melepaskan Allah ta`ala dangan tolongnya akan hambanya yang mu`min, lagi sabar, lagi pilihan.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV"><br />Perang Berlanjut Hingga Belanda Masuk ke Darat</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Maka sampailah Tuanku nan Tuho pulang ke nagari Kota Tuho dan saya, Fakih Saghir, jua. Maka kemudian [da]ri itu bersungguh2 jualah saya menguatkan parang melawan Tuanku nan Selapan, karena lah* putus ikhtiar. Tidak patub* kembali Tuanku2 itu daripada sekalian pekerjaannya yang tersalah itu; sebab lah* sangat bertambah2 kejahatannya dan sentiasa pekerjaan itu hingga sampai lah* keluar Kompeni Wolanda ke Tanah Darat ini. Barangkali orang Kompeni tahu adanya; maka pulanglah ma`lum kepada orang Kompeni semuhanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="SV"><br />Baik-Jahat Orang Padri dan Orang Hitam</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Kemudian lagi pula bermula kesudah2an simpan keterangan cerita ini, baiknya dan jahatnya daripada fihak keduanya, yaitu adapun yang baik sebalah Tuanku2 Pedari* ialah mendirikan sembahyang, dan mendatangkan zakat dan puasa pada bulan Ramadan, dan naik haji atas kuasa, dan berbaiki mesjid dan berbaiki labuh tepian, dan memakai rupa pakaian yang halal, dan menyuruhkan orang menuntub* ilmu, dan berniaga. Adapun sekalian yang jahat daripada Tuanku Paderi* menyiar* membakar, dan menyahkan* orang dalam kampungnya, dan memunuh orang dangan tidak hak, yaitu memunuh segala ulama, dan memunuh orang yang berani2, dan memunuh orang yang cerdik cendaki, sebab ber`udu atau khianat, dan merabut dan merampas, dan mengambil perempuan yang bersuami, dan menikahkan perempuan yang tidak sekupu dangan tidak relanya, dan menawan orang dan berjual dia, dan bepergundi´ tawanan, dan mehinakan orang yang mulia2, dan mehinakan orang tuha, dan mengatakan kafir orang beriman, dan mencala* dia.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-size:85%;">Adapun sekalian yang baik daripada sebalah orang yang hitam meikrarkan dirinya Islam dan mehentikan rabut* rampas, dan mehentikan* siar bakar, dan mehentikan tikam bunuh, tetapi hingga mulut semata2. Itulah amal yang jahat sekali2, sepuluh ganda* lagi jahatnya amal sekalian orang nan hitam ini, yaitu menyamun dan menyakar, maling dan curi, merabut dan merampas, berjual orang, minum tuak dan minum kilang, memakan darah kerbau, dan memakan daging dangan tidak disembalih, dan memakan ulat dan sirangka´, memakai sekalian yang haram, menyabung dan bejudi, bekendak, dan mehisap madad, dan sekhalwat dangan perempuan dangan tidak nikah, dan membinasakan mesjid, dan membinasakan labuh dan tepian, dan membinasakan larangan dan pegangan, dan berputar2 akal, dan berdusta2 dan mehukum antara segala mahanusia dangan aniaya, dan meninggalkan sembahyang, dan enggan mengeluarkan zakat, dan beperganda2kan emas dangan tidak berniaga, dan meubah2kan janji antara segala mahanusia dan berbuat sekalian pekerjaan yang melalaikan amal dunia dan akhirat. Itulah hukum yang tetap dalam kitab Tuanku nan Tuho adanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span style="font-size:85%;"><b><span lang="FI"><br />Wasiat Tuanku Nan Tuo Kepada Fakih Saghir</span></b></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-size:85%;">Wasiat Tuanku nan Tuho kepada saya, Fakih Saghir, sebagai lagi bahwa inilah* suatu keterangan daripada segala ihwal diri saya, maka adalah tatkala hampir ajal Tuanku nan Tuho, ialah meninggalkan petaruh kepada saya, yaitu, "Hendaklah engkau dirikan agama Allah dan agama Rasullah dangan sebenarnya. Dan suruhkan diengkau akan segala mahanusia dangan berbuat baik. Dan tagahkan diengkau akan mereka itu dangan berbuat jahat, dan hukumkan diengkau antara segala mahanusia dangan adil, tuntubkan* diengkau akan balas segala anak saya yang mati masa dahulu.</span><span lang="FI" style="font-size:85%;"> Dan kini tuan2 orang Kompeni sudah tahu, maka itulah besarnya pekerjaan seperti hukum yang sabit dalam surat keterangan ini, dan diri saya ini nyatalah kesudah2han daif mahanusia. Sebab itu dangan seboleh2nya perminta* saya, hendaklah tuan tolong jua saya menguatkan pekerjaan yang dipetaruhkan Tuanku itu<span style="font-style: italic;">. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">Waila'Llah turja`ulumur.</span>"</span></p><p style="text-align: justify; font-weight: bold;"><span style="font-size:85%;"><i>Artikel ini adalah murni disadur secara keseluruhan (total) dari tuankunanrenceh.blogspot.com dan tidak ada maksud untuk komersialisasi, tapi murni untuk dibaca publik (sharing). Pada bagian-bagian tertentu dilakukan peng-edit-an, terutama yang berkaitan dengan spasi, ejaan dan tipe huruf.</i></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="SV" style="font-size:85%;"> </span></p>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-33361694121620974362011-05-14T01:59:00.000-07:002011-05-14T02:15:28.934-07:00Penyuluhan Naskah Kuno Islam Minangkabau<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Sebagaimana yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2010 yang lalu, Tim Penyuluhan Naskah Kuno Islam Fakultas Ilmu Budaya-Adab IAIN Padang juga memberikan penyuluhan - tepatnya penyadaran - kepada masyarakat (baca : </span><span style="font-style: italic;font-size:85%;" >stakeholders </span><span style="font-size:85%;">naskah kuno) yang mengkoleksi naskah-naskah "kaya sejarah" tersebut. Secara umum, tujuan penyuluhan tersebut adalah untuk memberikan kesadaran tentang signifikansi Naskah Kuno tersebut bagi identitas Islam Minangkabau. Disamping itu, Tim juga memberikan pemahaman bagaimana memelihara naskah-naskah tersebut.</span><br /><br /></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXlUWHkljNlIxi_ELq2bcc20CYSZgZnEXbCrqqMqX9swWNM_tSlmmAq8NLhmbgSshoUZ0f82rESuTT2kJ4axXrZIFk5Ima3OEBkM5NdNhsi8N1fLSriHHwxmM1LIpzzGch-Ir-93n3thk/s1600/7.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 213px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXlUWHkljNlIxi_ELq2bcc20CYSZgZnEXbCrqqMqX9swWNM_tSlmmAq8NLhmbgSshoUZ0f82rESuTT2kJ4axXrZIFk5Ima3OEBkM5NdNhsi8N1fLSriHHwxmM1LIpzzGch-Ir-93n3thk/s320/7.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5606496982728805906" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9Mt9oO-Ijl-bndzhji4mXnU1RUISIHJ9-x7RH7gU5GcyQUicy2LpMG3REiTBvUVgX2eKsYRY_stvIWP3H-q336zw8ClYv3AatdF8v1gKUfO0R9wz56zwdgyqBkMrHhldSkV1EIvwQrsI/s1600/6.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 214px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9Mt9oO-Ijl-bndzhji4mXnU1RUISIHJ9-x7RH7gU5GcyQUicy2LpMG3REiTBvUVgX2eKsYRY_stvIWP3H-q336zw8ClYv3AatdF8v1gKUfO0R9wz56zwdgyqBkMrHhldSkV1EIvwQrsI/s320/6.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5606496979057399154" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhou7JQP_9C3IshWhtsj2hzWX5x2aVYROtXnWmD4pmcvee9601-KZU5F3VT104j7-ghktNPoD7kIVg8rLO0vgrlYl1TurLKqyC1gQWUAc5tjIMCcHkyDnfwP-sRMSz2ThA6eQqFVDNBpak/s1600/5.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 214px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhou7JQP_9C3IshWhtsj2hzWX5x2aVYROtXnWmD4pmcvee9601-KZU5F3VT104j7-ghktNPoD7kIVg8rLO0vgrlYl1TurLKqyC1gQWUAc5tjIMCcHkyDnfwP-sRMSz2ThA6eQqFVDNBpak/s320/5.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5606496535896853506" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtsZIX0UlrAQyLuJM8ZzoeYuKbswD9N1CMkiknAoQFugVExaF7_oH-FQg-1AUCcxLCj-WWyTieO8nLHkRVT4ZNdvQsnsYbSae__wNitcCfhAkKmq6zb2ujsbRL22T8bzQya9t4klAPHpc/s1600/4.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 214px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtsZIX0UlrAQyLuJM8ZzoeYuKbswD9N1CMkiknAoQFugVExaF7_oH-FQg-1AUCcxLCj-WWyTieO8nLHkRVT4ZNdvQsnsYbSae__wNitcCfhAkKmq6zb2ujsbRL22T8bzQya9t4klAPHpc/s320/4.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5606496535364898066" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgc_uy5rhCtwx-ObkdENARflAr2VjmFi7aDWRsOo5WaUaqBKIAqX_TtlmvwDXH2UStxRwx9IxlUBfyjf7VZpCAvFjM3xPc4jqvlE8jSAwo3PwABw5LVtbKn6KKKQlYloiZqHSyAezEArqU/s1600/3.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 214px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgc_uy5rhCtwx-ObkdENARflAr2VjmFi7aDWRsOo5WaUaqBKIAqX_TtlmvwDXH2UStxRwx9IxlUBfyjf7VZpCAvFjM3xPc4jqvlE8jSAwo3PwABw5LVtbKn6KKKQlYloiZqHSyAezEArqU/s320/3.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5606496523074058690" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzatQKkANep5tftr5phyphenhyphenEiQRKcBmjX-jS2y-yjlzbf9cUtrSqw53NKnuzIze8HKg7jnhxi5t7Cf2sMrkfx0y9obVlgV5fxIbW9IgTinBifJCVLBfgG_xg_d_Vkvrjv03ZjNlJIaUerlMA/s1600/2.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 214px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzatQKkANep5tftr5phyphenhyphenEiQRKcBmjX-jS2y-yjlzbf9cUtrSqw53NKnuzIze8HKg7jnhxi5t7Cf2sMrkfx0y9obVlgV5fxIbW9IgTinBifJCVLBfgG_xg_d_Vkvrjv03ZjNlJIaUerlMA/s320/2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5606496520249607490" border="0" /></a><br /><div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMFr7Chi9eSfsCE-aSp0jvMVQs6Nwch62shPzTi_xHrPHntQT7k-XmTU5QrqJcnOYYJ0zH9-qKcsTKo5Xo7Cxs8CYemdSxI1KcjP825gtgxGfLdceDVJYH7djjyar3T8sj4vPNprsyhtU/s1600/1.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 214px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMFr7Chi9eSfsCE-aSp0jvMVQs6Nwch62shPzTi_xHrPHntQT7k-XmTU5QrqJcnOYYJ0zH9-qKcsTKo5Xo7Cxs8CYemdSxI1KcjP825gtgxGfLdceDVJYH7djjyar3T8sj4vPNprsyhtU/s320/1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5606496519706074450" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:arial;">(c) Foto : adabpadang.co.cc/album#2</span></span><br /></div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-18697338479950662662011-05-01T08:08:00.000-07:002011-05-01T08:13:43.486-07:00Naskah Surau Paseban dalam Kajian Literatur<span style="font-size:85%;">Diedit : Muhammad Ilham (c) Ahmad Taufik Hidayat<br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;">Penelitian mengenai tardisi sosial intelektual Islam di Koto Tangah masih belum banyak dibicarakan. Sejumlah kepustakaan hanya menyinggung sepintas lalu mengenai Surau Paseban, Syekh Paseban maupun manuskrip-manuskrip yang berkaitan dengan Surau ini. Penelitian semacam ini umumnya diletakkan dalam kerangka kajian sejarah yang lebih besar, dinamika Islam di Minangkabau. Penelitian penting yang bersinggungan dengan masalah ini adalah disertasi Oman Fathurahman yang berjudul <i>Tarikat Syattariyyah di Dunia Melayu-Indonesia</i>: <i>Penelitian Atas Dinamika dan Perkembangannya Melalui Naskah-Naskah di Sumatera Barat</i>, tahun 2003 pada Universitas Indonesia. Pelacakan sumber-sumber tertulis yang lahir dari kultur tarekat Syattariyah di Sumatera Barat secara tidak langsung membuka ruang pembicaraan yang berkenaan dengan Surau Paseban sebagai mata rantai dari kesinambungan tarekat ini di wilayah Sumatera Barat. Kesimpulan-kesimpulan yang dilahirkan dalam disertasi Fathurahman dalam persoalan ini jelas sangat membantu ketersediaan data mengenai kesinambungan dan referensi yang lebih awal tentang sumber-sumber yang terdapat di Surau itu. </span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><br /></span> </div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;">Kelompok Kajian Puitika Unand pada tahun 2006 telah melakukan penelitian terhadap sejumlah koleksi manuskrip di Minangkabau, dan di antaranya memuat daftar koleksi manuskrip yang terdapat di Surau Paseban maupun Manuskrip yang ditulis oleh murid Syekh Paseban, Imam Maulana Abdul Manaf Amin. Sebagaimana sifat dari buku katalog, penelitian yang disponsori oleh C-Dats Tokyo ini menghasilkan penjelasan deksriptif terhadap fisik manuskrip dan informasi ringkas mengenai keberadaan maupun kepemilikannya. Sebagian besar pendataan yang dilakukan oleh M. Yusuf dan kawan-kawan terhadap 2 koleksi manuskrip yang berkaitan dengan objek penelitian jelas bersinggungan dengan disertasi ini. Tetapi dari segi pemanfaatannya sebagai objek penelitian, jelas berbeda dengan disertasi ini. Selain itu, penulis merasa perlu melakukan kritik dan pendataan ulang karena sejumlah informasi yang ditulis sebelumnya oleh M. Yusuf dkk. Banyak yang keliru, terutama dari aspek identifikasi judul dan isi atau kandungan manuskrip. </span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><br /></span> </div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;">Penelitian Pramono pada tahun yang sama tentang kiprah kepenulisan Imam Maulana Abdul Manaf Amin al-Khatib, murid Syekh Paseban, juga bersinggungan dengan disertasi ini. Tetapi bagan penelitian mengenai tradisi kepenulisan kitab yang dirancang Pramono berkisar pada person komunitas Surau Paseban, dan tidak menjelaskan aspek-aspek yang berkaitan dengan dinamika tradisi sosial intelektual di Koto Tangah secara komprehensif. Pembahasan ke arah itu hanya diletakkan sebagai latar belakang ketokohan murid dari Syekh Paseban. Masih dalam alur yang sama, pada tahun 2007 sebuah laporan penelitian muncul kembali di lingkungan Universitas Andalas. Yerri Satria Putra dan M. Yusuf, mengadakan penelitian Filologi tentang naskah biografi Syekh Paseban yang berjudul <i>Syekh Paseban</i>: <i>Sejarah Islam</i>, <i>Dinamika Pemikiran Keislaman dan Gerakan Umat Muslim Sumatera Barat di Pertengahan Abad ke-19</i>, <i>Studi Teks dan Kontekstual Terhadap Naskah Sejarah Ringkas Syekh Paseban Assyattari Rahimahullah Taala Anhu</i>. Penelitian yang disponsori oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional ini memaparkan wacana keislaman yang dieksplorasi dari naskah biografi Syekh Paseban sendiri. Sebagaimana studi Filologi pada umumnya, penelitian Yerri dan Yusuf menghadirkan sebuah suntingan teks dengan pengayaan secara sepintas lalu aspek kesejarahan Surau itu pada masa lalu. </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;">Terkait dengan konteks manuskrip, dimana ruang pembicaraan mengarah pada isu-isu seputar konflik antara kelompok tradisional Islam dengan kalangan modernis, sejumlah penelitian lain penting disebut di sini. Disertasi Duski Samad (2003) yang berjudul <i>Tradisionalisme Islam di tengah Modernisme: Kajian Tentang Kontinuitas</i>, <i>Perubahan dan Dinamika Tarekat di Minangkabau</i>, pada Uiniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, secara sepintas lalu juga menyinggung mata rantai Syekh Paseban dan Imam Maulana dalam tarekat Syattariyah di Minangkabau. Kajian Samad sedikit menyentuh tentang wilayah pengikut Syekh Paseban, yakni Koto Tangah dan wilayah Padang Pinggiran. Tetapi tidak masuk kepada pembicaraan mengenai koleksi manuskrip-manuskrip yang dijadikan acuan kalangan Islam tradisional dalam menghadapi paham kelompok modernis. </span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><br /></span> </div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;">Za’im Rais pada tahun 1994 menulis tesis tentang respon kalangan Islam tradisional di Minangkabau terhadap pergerakan kalangan Islam modernis. Penelitian Rais berangkat dari konsepsi adat yang terislamkan melalui proses islamisasi struktur sosial. Pembaharuan kalangan modernis diletakkan dalam kerangka pembersihan Islam dari unsur-unsur budaya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang banyak diadopsi oleh kalangan tradisi. Sumber yang dijadikan analisis adalah isu-isu parsial seputar perbedaan pendapat antara kalangan tradisionalis dan modernis. Penelitian Rais menghasilkan kesimpulan bahwa perbedaan antara kelompok modernis dan tradisionalis secara garis besar berangkat dari persepsi masing-masing mengenai otoritas keagamaan dan bagaimana seharusnya otoritas tersebut diterima secara ideal. Pada dasarnya, dua kelompok tersebut sepakat bahwa otoritas sumber keagamaan utama adalah al-Quran dan sunnah. Kalangan modernis mempertahankan pendapat mereka bahwa al-Quran dan sunnah, selain sebagai sumber utama, juga merupakan satu-satunya otoritas dalam Islam, dan setiap muslim wajib menta’atinya. Adapun ulama menurut kalangan modernis hanya dianggap sebagai figur yang lebih memahami ketentuan-ketentuan dalam al-Quran dan sunnah. Sedangkan kalangan tradisionalis secara kontras mempertahankan pendapat sebaliknya. Ulama-ulama terdahulu dipandang sebagai sosok yang memiliki otoritas tunggal terhadap materi keagamaan yang harus diikuti oleh generasi muslim sesudahnya. </span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><br /></span> </div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;">Dalam barisan ini juga dapat diletakkan sebuah penelitian tentang perkembangan Agama Islam di Sumatera Barat pada abad ke-19 dan abad ke-20, laporan Penelitian yang disusun oleh Irhash A. Shamad dan Danil M. Chaniago pada tahun 2006. Pusaran konflik mulai diurai dengan pembicaraan mengenai perlawanan terhadap kolonial Belanda, Perang Paderi, differensiasi pemahaman dan pemikiran Islam, polarisasi Kaum Tua dan Kaum Muda serta isu-isu yang berhubungan dengan perlawanan rakyat pasca perang Paderi. Kenyataan-kesejarahan di atas ditengarai membentuk corak pembaharuan yang terjadi pada masa-masa sesudahnya. Ketiga penelitian terakhir tentu tidak dapat dilepaskan dari penelitian yang muncul lebih awal, dimana kajian serupa pernah ditulis sebelumnya oleh Taufik Abdullah pada tahun 1971 dari aspek pergerakan kaum Muda di Minangkabau dan Sanusi Latif pada tahun 1992, dari aspek pergerakan kaum Tua di Minangkabau. Kedua penelitian ini bersinggungan dengan penelitian-penelitian tersebut pada tataran konflik ideologi keagamaan di Minangkabau secara umum. Penekanan yang diberikan oleh kedua penelitian ini adalah pada aspek cara melihat konflik. Dalam disertasi ini, perselisihan lebih dilihat sebagai reaksi pemicu yang menciptakan kristalisasi pemahaman keagamaan tradisional sebagaimana terpantul dalam tradisi tulis yang berangkat dari kearifan lokal (<i>local wisdom</i>) di Surau ini.<br /><br /></span></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyxHVmbFGJFIUhGBhoLPQl4SnfIduCIY1UA0fNWbxFhSuyNPncHX7QSVQ53wXYJz_0dPvRHxd7nOWtj8Qa-rPkfYccO5do3XydBo-qDabwxCQ6hbWfZ7_dm-XTpIlVP2kWk0oL2n_pldg/s1600/2.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 214px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyxHVmbFGJFIUhGBhoLPQl4SnfIduCIY1UA0fNWbxFhSuyNPncHX7QSVQ53wXYJz_0dPvRHxd7nOWtj8Qa-rPkfYccO5do3XydBo-qDabwxCQ6hbWfZ7_dm-XTpIlVP2kWk0oL2n_pldg/s320/2.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5601765575069139298" border="0" /></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjM9SHu34v5AREpETEmhhCRHxCcouLlPy4ZrR9ssYCZ_-trPcYcLaB2KLhKr2zKJuJsTMLKxmITYpCpV68v07L0RReaQDVl43kGtng74pQujcLuZr1PsgrOC8ADATb-FV4919BkIzQu4ko/s1600/1.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 214px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjM9SHu34v5AREpETEmhhCRHxCcouLlPy4ZrR9ssYCZ_-trPcYcLaB2KLhKr2zKJuJsTMLKxmITYpCpV68v07L0RReaQDVl43kGtng74pQujcLuZr1PsgrOC8ADATb-FV4919BkIzQu4ko/s320/1.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5601765571975517250" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><br /></span><div style="text-align: center;"><span style="font-family: arial;font-size:85%;" >Sample Naskah dalam Kitab <i>Hâdi al-Muhtâj fi Syarhi al-Minhâj Syarah Fiqih Syekh Paseban </i>(c) M. Yusuf.</span><br /></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><br /><span style="font-family: georgia;font-size:85%;" >(c) disarikan dari Disertasi Ahmad Taufik Hidayat</span><span style="font-size:85%;"></span><span style="font-size:85%;"><br /></span></div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-87772305663019509632011-05-01T07:30:00.000-07:002011-05-01T08:07:05.053-07:00Sebuah Catatan tentang Ibadah Haji oleh Dja Endar Moeda, 1903<span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Ditulis ulang : Muhammad Ilham</span><br /><span style="font-family:georgia;">(c) : Suryadi Sunuri</span><br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Teks yang disajikan dalam artikel ini adalah catatan tentang ibadah haji dan tanah Hejaz yang ditulis oleh seorang Indonesia. Teks itu diterbitkan dalam berkala [1] </span></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">pada tahun 1903. Teks itu berjudul “Perdjalanan ke-‘Tanah-tjoetji’”, yang ditulis oleh salah seorang intelektual pribumi bernama Dja Endar Moeda. Dalam teks ini Dja Endar Moeda banyak memberikan ‘tip’ dan nasehat agar para calon haji dari Nusantara dapat melaksanakan ibadah haji dengan baik. Ia tidak bercerita tentang prosesi ibadah haji itu sendiri. Ia mencatatkan 44 PASAL (44 hal) yang harus diperhatikan oleh para calon jemaah haji Nusantara supaya perjalanan mereka ke Tanah Suci dapat berjalan lancar dan ibadah haji mereka dapat dilaksanakan dengan sukses.</span></span><br /></div><span style="font-size:85%;"><br /><span style="font-weight: bold;font-family:georgia;" >Catatan bibliografis teks “Perdjalanan ke-‘Tanah-tjoetji’”</span><br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Teks “Perdjalanan ke-‘Tanah-tjoetji’” dimuat secara bersambung sebanyak lima kali dalam </span><em style="font-family: georgia;">Bintang</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Hindia</em><span style="font-family:georgia;"> antara bulan September sampai November 1903, yaitu:</span></span><br /></div><span style="font-size:85%;"><br /><span style="font-family:georgia;">Bagian 1: </span><em style="font-family: georgia;">Bintang</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Hindia</em><span style="font-family:georgia;">, No. 19, Tahoen jang pertama, 19 September 1903: 202-4.</span><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Bagian 2: </span><em style="font-family: georgia;">Bintang</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Hindia</em><span style="font-family:georgia;">, No. 20, Tahoen jang pertama, 3 October 1903: 215-16.</span></span><br /></div><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Bagian 3: </span><em style="font-family: georgia;">Bintang</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Hindia</em><span style="font-family:georgia;">, No. 21, Tahoen jang pertama, 17 October 1903: 227.</span><br /><span style="font-family:georgia;">Bagian 4: </span><em style="font-family: georgia;">Bintang</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Hindia</em><span style="font-family:georgia;">, No. 22, Tahoen jang pertama, 31 October 1903: 237-8.</span><br /><span style="font-family:georgia;">Bagian 5: </span><em style="font-family: georgia;">Bintang</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Hindia</em><span style="font-family:georgia;">, No. 23, Tahoen jang pertama, 14 November 1903: 253.</span><br /><br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Berikut saya sajikan biografi ringkas Dja Endar Moeda. Dengan mengetahui siapa dia, maka sedikit banyaknya kita dapat memperoleh gambaran latar kepengarangan (</span><em style="font-family: georgia;">authorship</em><span style="font-family:georgia;">) teks ini. Dja Endar Moeda alias Haji Moehamad Saleh adalah seorang yang berdarah Batak. Ia lahir di Padang Sidempuan tahun 1861 Ia memperoleh pendidikan sekolah Belanda yang kemudian membuka peluang baginya untuk masuk Sekolah Pendidikan Guru, juga di Padang Sidempuan, dan tamat tahun 1884. Kemudian Dja Endar Moeda mendapat tugas sebagai asisten guru di Air Bangis; selanjutnya ia dipromosikan menjadi guru kepala pribumi di Batahan, Natal. Sambil mengajar ia menjadi koresponden untuk bulanan pendidikan </span><em style="font-family: georgia;">Soeloeh</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Pengajar</em><span style="font-family:georgia;"> yang diterbit di Probolinggo (mulai 1887); dari Batahan Dja Endar Moeda kemudian dipindahkan ke Singkil; pada tahun 1892 ia pergi naik haji ke Mekah. Seperti diceritakannya dalam “Perdjalanan ke-‘Tanah-tjoetji’”, tujuannya ke Mekah, selain untuk menunaikan ibadah haji, juga untuk menziarahi makam ayahnya yang meninggal disana.</span></span><span style="font-family:georgia;"> Setelah balik dari Mekkah tahun 1893, Dja Endar Moeda memutuskan tinggal di kota Padang dan pensiun sebagai guru pemerintah. Kemudian ia mendirikan sekolah partikulir di kota itu. Berkat pengalamannya dulu sebagai koresponden </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Soeloeh</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Pengajar</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" >, Dja Endar Moeda juga mendapat pekerjaan sebagai editor surat kabar </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Pertja</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Barat</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > yang terbit di Padang, yang didirikan oleh Lie Bian Goan pada 1894. Keterlibatannya di harian </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Pertja</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Barat</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > tampaknya mengarahkan jalan hidupnya menjadi pebisnis dan penggiat pers pribumi di kemudian hari. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda menerbitkan berkala </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Tapian</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">na</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Oeli</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > (berbahasa Batak) dan </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Insulinde</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > di Padang, dan dia menjabat sebagai pemimpin redaksi kedua koran itu. Pada tahun 1905 dia mengambil alih kepemilikan koran </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Pertja</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Barat</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > dari Lie Bian Goan dan juga </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Snelpersdrukkerij</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Insulinde</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > yang digunakan untuk mencetak koran itu dan beberapa koran lainnya yang terbit di Padang. Naluri bisnis Dja Endar Moeda sangat bagus. Di tangannya </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Pertja</em><em style="font-family: georgia;">Barat</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > berkembang dengan cukup baik. Melalui koran itu Dja Endar Moeda banyak menulis kritik yang membangun kepada pegawai-pegawai departemen dalam negeri Hindia Belanda (</span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Binnenlandsch</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Bestuur</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" >), yang membuat hubungannya cukup baik dengan pemerintah kolonial. Seperti dapat dikesan dalam “Perdjalanan ke-‘Tanah-tjoetji’”, tampaknya Dja Endar Moeda adalah penganut Islam moderat. Redaksi </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Bintang</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Hindia</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > (No.25, Tahoen jang pertama, 12 December 1903:273), dengan mengutip kesaksian </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">hoofdredacteur</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" >-nya, H.C.C. Clockener Brousson, menulis bahwa Dja Endar Moeda adalah seorang pribumi pintar yang terkemuka di Padang. Ia punya kepribadian yang hangat dan oleh karenanya punya banyak teman, baik dari kalangan pribumi maupun orang Belanda (ini antara lain terbukti dari ramainya orang yang datang ke pesta perkawinan salah seorang anak perempuannya tahun 1903; lih. </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Bintang</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Hindia</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" >, Tahun 1, No.15, 25 Juli 1903:158). Brousson mengatakan bahwa Dja Endar Moeda sangat lancar berbahasa Belanda [4] – itu sebabnya ia dijadikan penerjemah waktu berada di kapal dalam perjalanan haji dari Padang ke Jeddah – dan sangat respek kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda dan Ratu Wilhelmina.</span><br /></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRjX2iVPg9sz8yAQFav0I0HleTTPcfXU8CqD55K3P2u4qs9ncBkPeCJ0ASztGTif9GyYC8WSDRvLlx_4LontosLIKVQbj_nayEP4e0GnSZNxmto9lNtCItHAVstqanMyaNZOt-uG9iK7I/s1600/suryadi-dja-endar-moeda1.jpg"><img style="float: right; margin: 0pt 0pt 10px 10px; cursor: pointer; width: 218px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRjX2iVPg9sz8yAQFav0I0HleTTPcfXU8CqD55K3P2u4qs9ncBkPeCJ0ASztGTif9GyYC8WSDRvLlx_4LontosLIKVQbj_nayEP4e0GnSZNxmto9lNtCItHAVstqanMyaNZOt-uG9iK7I/s320/suryadi-dja-endar-moeda1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5601764374858203730" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Pada tahun 1906 Dja Endar Moeda meluaskan bisnis persnya ke Aceh dengan menerbitkan dwi mingguan </span><em style="font-family: georgia;">Pemberita</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Atjeh</em><span style="font-family:georgia;"> yang terbit di Kuta Raja. Dua tahun kemudian ia menerbitkan lagi </span><em style="font-family: georgia;">Warta</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Berita</em><span style="font-family:georgia;"> di Padang, yang sudah pernah terbit sebelumnya, dan berkala </span><em style="font-family: georgia;">Minangkabau</em><span style="font-family:georgia;">. Namun ketiga media cetak yang disebutkan terakhir ini tidak berumur panjang, hal yang biasa terjadi pada waktu itu, karena kurangnya pembaca yang disebabkan oleh masih rendahnya presentase golongan melek huruf di kalangan kaum pribumi, dan juga karena persaingan bisnis yang cukup ketat di antara koran-koran pribumi. </span><em style="font-family: georgia;">Pemberita</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Atjeh</em><span style="font-family:georgia;"> terpaksa berhenti terbit tahun 1909 karena mendapat saingan berat dari sebuah media baru yang juga terbit di Kuta Raja mulai tahun 1907, </span><em style="font-family: georgia;">Sinar</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Atjeh</em><span style="font-family:georgia;"> (dieditori oleh Liem Soen What), yang diterbitkan oleh Perusahaan Sinar Atjeh. Gagal di Aceh, Dja Endah Moeda mengalihkan bisnis media cetaknya ke kota Medan. Di sana ia menerbitkan </span><em style="font-family: georgia;">Sjarikat</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Tapanuli</em><span style="font-family:georgia;"> dan mendirikan percetakan lain, bekerjasama dengan beberapa pebisnis Batak lainnya. Tahun 1910 ia menerbitkan </span><em style="font-family: georgia;">Pewarta</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Deli</em><em style="font-family: georgia;">Bintang</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Atjeh</em><span style="font-family:georgia;">. Koran ini mulai terbit perdana pada bulan Juni 1911, tapi tampaknya juga tidak berumur panjang. </span><em style="font-family: georgia;">Bintang</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Atjeh</em><span style="font-family:georgia;"> sempat bertahan sampai tahun 1913 tapi setelah itu koran ini berhenti terbit.</span></span><br /></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Pertja</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Barat</em><span style="font-family:georgia;"> adalah media cetak milik Dja Endar Moeda yang paling lama bertahan. Melalui koran ini, dan juga media cetak miliknya yang lain dan, seperti di koran-korannya sebelumnya, ia bertindak sebagai pemimpin redaksi. Namun rupanya pada tahun-tahun berikutnya Dja Endar Moeda mengalami masalah dengan rekan-rekan bisnisnya di Medan, dan juga kekurangan tenaga pembantu yang cakap di bidang pers. Ia mengehentikan bisnis persnya dari kota itu, kemudian untuk kedua kalinya ia mencoba peruntungan di Aceh dengan menerbitkan Dja Endar Moeda menggunakan kekuatan penanya untuk menggugah kaum pribumi agar mereka meningkatkan pengetahuan modern guna meraih kemajuan. Ia juga menyerukan pentingnya pendidikan bagi anak perempuan. Sering ia berpolemik dengan orang lain mengenai isu-isu kemajuan bagi kaum pribumi. Setidaknya sampai pertengahan 1911 </span><em style="font-family: georgia;">Pertja</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Barat</em><span style="font-family:georgia;"> masih terbit tiga kali seminggu. Namun pada bulan Juli tahun itu Dja Endar Moeda terkena ranjau pers kolonial (tamapaknya terkait dengan kritiknya terhadap pegawai-pegawai pribumi priyayi yang merugikan rakyat). Hal itu telah mendorongnya mendirikan persatuan wartawan pribumi yang tujuannya untuk mengungkapkan korupsi dan kebiasaan para priyanyi (maksudnya pegawai tinggi pemerintah) yang tak bermoral dan merugikan rakyat. Karena tertusuk ranjau pers kolonial, pimpinan redaksi </span><em style="font-family: georgia;">Pertja</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Barat</em><em style="font-family: georgia;">Pertja</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Barat</em><span style="font-family:georgia;"> dipegang oleh anak Dja Endar Moeda, Kamaruddin. Tapi, dalam hal manajemen dan kekuatan menulis, tampaknya Kamaruddin tidak secakap ayah dan pamannya. Lama kelamaan pamor </span><em style="font-family: georgia;">Pertja</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Barat</em><span style="font-family:georgia;"> menurun. Hal ini diperburuk lagi oleh persaingan yang makin ketat dalam penerbitan pers pribumi di Padang, khususnya memasuki dekade kedua abad ke-20. Beberapa koran lain muncul di kota, menyaingi </span><em style="font-family: georgia;">Pertja</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Barat</em><span style="font-family:georgia;">, seperti </span><em style="font-family: georgia;">Oetoesan</em><em style="font-family: georgia;">Melajoe</em><span style="font-family:georgia;">, </span><em style="font-family: georgia;">Soenting</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Melajoe</em><span style="font-family:georgia;">, </span><em style="font-family: georgia;">Soeloeh</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Melajoe</em><span style="font-family:georgia;">, </span><em style="font-family: georgia;">Soera</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Melajoe</em><span style="font-family:georgia;">, dan lain sebagainya (Adam 1975). Pada tahun 1912, setelah bertahan hampir 2 dekade, </span><em style="font-family: georgia;">Pertja</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Barat</em><span style="font-family:georgia;"> akhirnya berhenti terbit.</span></span><br /></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Dja Endar Moeda, sebagaimana halnya Mahjoeddin Datoek Soetan Maharadja diserahkan oleh Dja Endar Moeda kepada saudaranya, Dja Endar Bongsoe, yang sekaligus menjadi presiden pertama persatuan wartawan pribumi yang digagas oleh kedua kakak beradik itu. Namun pada 11 Agustus 1911 Dja Endar Bongsoe mendadak meninggal. Selanjutnya kepemimpinan , adalah seorang perintis pers pribumi di Sumatra, bahkan mungkin di Hindia Belanda. Meskipun belakangan Dja Endar Moeda bergiat dalam bisnis pers dan percetakan, namun dedikasinya terhadap dunia pendidikan untuk kaum sebangsanya, dunia yang digelutinya sebelum terjun ke bisnis pers pribumi, tampaknya tak pernah pudar dalam dirinya. Minatnya sangat besar pada buku, media yang penting untuk memajukan kaum pribumi. Berbeda dengan Mahjoeddin Datoek Soetan Maharaja yang cenderung memperjuangkan cita-citanya melalui pers dan organisasi politik, Dja Endar Moeda tampaknya menghindari politik dan memilih dunia pendidikan dan perbukuan untuk mewujudkan perjuangannya memajukan kaum pribumi. Penerbit miliknya, </span><em style="font-family: georgia;">Snelpersdrukkerij</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Insulinde</em><span style="font-family:georgia;">, yang juga dilengkapi dengan toko buku, selain digunakan untuk mencetak koran-korannya, juga digunakan untuk mencetak buku-buku, baik karangannya sendiri maupun karangan orang lain. Beberapa bukunya juga dicetak oleh penerbit lain. Dja Endar Moeda telah memberikan kontribusi yang berarti dalam pengembangan pers pribumi di Hindia Belanda pada awal abad ke-20.</span></span><br /></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><span style="font-weight: bold;font-family:georgia;font-size:85%;" >Catatan penyalinan</span><span style="font-size:85%;"><br /><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Teks “Perdjalanan ke-‘Tanah-tjoetji’” ditulis dalam ejaan Van Ophuijsen, karena “</span><strong style="font-family: georgia;">KARANGAN</strong><em style="font-family: georgia;">Bintang</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Hindia</em><span style="font-family:georgia;">] wadjib ditoelis menoeroet edjaan p. t. CH. A. VAN OPHUIJSEN” (</span><em style="font-family: georgia;">Bintang</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">Hindia</em><span style="font-family:georgia;">, Tahoen kedoea, No.1, 1904:2). Dalam salinan kembali ketiga teks itu yang di sajikan dalam bab ini, ejaannya diubah menurut EYD. Dengan demikian, judul teks itu ditulis “Perjalanan ke Tanah Suci”. Akan tetapi kata-kata yang ditulis secara khas tetap dibiarkan sebagaimana bentuk aslinya. Demikianlah umpamanya, kata ‘misti’ dan ‘jumaah’ misalnya, tidak akan diubah menjadi ‘mesti’ dan ‘jemaah’ sebagaimana harus ditulis menurut versi EYD, tetapi tetap dibiarkan begitu. Namun demikian, bila ditemukan kata-kata yang dianggap berpotensi membingungkan pembaca masa kini, maka kata-kata itu ditulis menurut versi EYD-nya dengan menurunkan bentuk aslinya dalam catatan kaki, misalnya kata ‘kemerdekaan’ yang ditulis ‘kemerdehēkaan’. Kata-kata yang salah cetak dibetulkan dan yang kurang hurufnya dilengkapi. Cetak miring berasal dari teks aslinya. Tambahan kata dari penyunting untuk memperjelas makna ditaruh dalam tanda kurung siku. </span><em style="font-family: georgia;">Glottal</em><span style="font-family:georgia;"> </span><em style="font-family: georgia;">stop</em><span style="font-family:georgia;"> pada kata-kata tertentu yang dilambangkan dengan huruf hamzah (ء) dalam ejaan Van Ophuijsen, diganti dengan huruf </span><em style="font-family: georgia;">k</em><span style="font-family:georgia;">. Beberapa kata yang tidak konsisten penulisannya, seperti </span><em style="font-family: georgia;">P. Kemaran</em><em style="font-family: georgia;">P. Kamaran</em><span style="font-family:georgia;">, </span><em style="font-family: georgia;">Badoei</em><span style="font-family:georgia;"> dan </span><em style="font-family: georgia;">Badoewi</em><span style="font-family:georgia;">, dan </span><em style="font-family: georgia;">wang</em><span style="font-family:georgia;"> dan </span><em style="font-family: georgia;">oeang</em><span style="font-family:georgia;"> dibiarkan. Perubahan, dengan memberikan catatan, hanya dilakukan pada bagian yang dianggap mengelirukan pemahaman pembaca masa kini.</span></span><br /></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;font-family:arial;font-size:85%;" >Sumber : (C) Suryadi, Leiden Institute for Area Studies / SAS Indonesië, Leiden University, Belanda</span><br /></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><br /><div style="text-align: justify;"><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >[1] </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Bintang</em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Hindia</em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" > – mohon jangan dikelirukan dengan mingguan dengan nama yang sama pimpinan Parada Harahap dan Cha Chun Fong yang terbit pertengahan tahun 1920-an di Batavia– adalah dwibulanan yang dihiasi dengan banyak foto dan lukisan yang bagus-bagus tentang tokoh-tokoh serta pemandangan alam di Hindia Belanda dan di luar negeri; mulai terbit tahun 1903 dengan </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">hoofdredacteur</em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" > pertamanya H.C.C. Clockener Brousson, seorang mantan tentara Hindia Belanda (tahun 2005 digantikan oleh Mayor Pensiunan Tuinenburg); tim redaksi, wartawan, dan korespondennya juga berasal dari kalangan pribumi yang cakap, antara lain Dr. Abdul Rivai dan J.E. Tehupeiory. Kantor pusat Bintang Hindia berada Amsterdam (N.J. Boon, Blauwburgwal 16) dan kantor cabangnya di Hindia Belanda berada di Bandung, dengan ‘kantor penolong’ di Betawi, Semarang, Surabaya, Makassar, Menado, Medan, dan Padang. Berkala ini mulai terbit tahun 1903; pada atahun 1904 langganannya tercatat 27.000 orang (</span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Bintang</em><em style="font-family: georgia;">Hindia</em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >, Tahun 2, No.24, 1904: 274) . Berkala ini berhenti terbit tahun 1907.</span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >[2] Sebagian besar deskripsi mengenai biografi Dja Endar Moeda yang disajikan di sini merujuk kepada Ahmat B. Adam dalam </span><span style="font-size:85%;"><a style="font-family: georgia;" href="http://www.mandailing.org/Eng/djaendar.html">http://www.mandailing.org/Eng/djaendar.html</a></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" > dan laporan dalam </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Bintang</em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Hindia</em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >, Thn. 1, No.15 (25 Juli 1903: 273) .</span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >[3] </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Snelpersdrukkerij</em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Insulinde</em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >, yang terletak di bilangan Pondok, mula-mula dimiliki oleh Lie Bian Goan. Kemudian percetakan ini dikuasai oleh J.C. Holtzappel dan Dja Endar Moeda. Tahun 1905 kerjasama keduaorang ini bubar dan selanjutnya percetakan </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Insulinde</em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" > dikuasai oleh Dja Endar Moeda (lihat Adam 1975:75-7).</span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;"><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >[4] Buktinya cukup jelas: ketika pergi ke Mekah, Dja Endar Moeda bertindak sebagai juru bahasa di kapal, seperti diceritakannya dalam teks “Perdjalanan ke- ‘Tanah-tjetji’” dan dia telah menulis buku pelajaran bahasa Belanda untuk anak-anak pribumi. </span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >[5] Ada bukti yang menunjukkan bahwa Dja Endar Moeda pernah pula berkorespondesi dengan C. Snouck Hurgronje seperti dapat dikesan dalam salah satu suratnya yang terselip dalam </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">Kitāb ‘Aqā’id al-īmān </em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >terjemahan Syekh Padang Kandis (1901) (lihat Universiteitsbibliotheek Leiden </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">shelf</em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" > </span><span style="font-size:85%;"><em style="font-family: georgia;">mark</em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" > 8197 D 49).</span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >[6] Yang paling progresif adalah </span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" ><em>Insulinde</em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" > yang mengandung banyak rubrik mengenai pengetahuan ‘modern’ Barat seperti ilmu pertanian, kedokteran (ilmu tabib), sejarah, bahasa Belanda, dan lain sebagainya. </span><br /></div></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >[7] Mahjoeddin Datoek Soetan Maharadja, yang digelari oleh B.J.O. Schrieke (1973:8) sebagai ‘Bapak dari wartawan Melayu’, adalah seorang putra Minangkabau asal Sulit Air yang juga punya cita-cita memajukan kaum pribumi sebangsanya. Seperti halnya Dja Endar Moeda, Datoek Soetan Maharaja memiliki percetakan sendiri yang diberi nama </span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" ><em>Percetakan Orang Alam Minangkabau</em></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >, yang digunakannya untuk mencetak koran-koran miliknya sendiri dan juga disewakan. Karir Datoek Soetan Maharadja juga dimulai sebagai pegawai pribumi kolonial. basa melajoe </span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" >Ia banyak terlibat dalam politik tapi bersikap kooperatif dengan Belanda. Konon nenek moyangnya dulu dibunuh oleh kaum Paderi ketika menyerang Sulit Air, menyebabkan ia kurang bersimpati kepada gerakan Islam puritan yang sudah lama merebak di Minangkabau. Datoek Soetan Maharadja boleh dibilang unik, berbeda dengan personifikasi orang Minangkabau terpelajar yang melupakan adat nenek moyangnya, seperti digambarkan melalui kepribadian tokoh Hanafi dalam roman <em>Salah</em> <em>Asuhan</em> karya Abdoel Moes (1928). Datoek Soetan Maharadja berpendidikan sekuler dan berpandangan maju tapi tetap mencintai adat Minangkabau, sehingga seorang intelektual Minangkabau lainnya menyebutnya ‘seorang sphynk dan gila adat’ (Amir 1918:12). Dalam beberapa surat kabar yang terbit di Padang, seperti <em>Pelita</em> <em>Ketjil</em>, <em>Warta</em> <em>Berita</em>, <em>Tjahja</em> <em>Soematra</em> dan <em>Oetoesan</em> <em>Melajoe</em>, Datoek Soetan Maharadja sering berpolemik dengan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, muslim puritan yang menjadi imam di Masjidilharam, seorang putra Minangkabau yang sangat membenci adat Minangkabau sendiri dan sistem matrilinealnya, bahkan memutuskan tidak kembali ke Minangkabau dan akhirnya meninggal di Mekah. Datoek Soetan Maharadja juga berpolemik dengan mulim reformis lainnya dari Minangkabau, seperti Haji Abdullah Ahmad, Haji Rasoel, dan Syekh Djamil Djambek (lihat Amir 1921:107; Schrieke 1973:38-71). Datoek Soetan Maharadja adalah penganjur pertama agar orang Minangkabau melatih diri berorganisasi untuk mencapai kemajuan. Pada tahun 1888, semasa menjadi Ajung Jaksa Kepala di Pariaman, ia mendirikan <em>Medan</em> <em>Keramean</em>, sebuah organisasi sosial (<em>social</em> <em>club</em>) yang menyediakan berkala dan surat kabar untuk bahan bacaan bagi anggotanya. Beliau diangkat menjadi <em>president</em> (ketua) organisasi itu. Setelah berhenti menjadi jaksa pada 1892, Datoek Soetan Maharadja mendirikan lagi satu organisasi yang bernama <em>Perserikatan</em> <em>Orang</em> <em>Alam</em> <em>Minangkabau</em> yang kemudian membeli satu percetakan yang diberi nama <em>Snelpersdrukkerij</em> <em>Orang</em> <em>Alam</em> <em>Minangkabau</em>. Kemudian ia terjun ke dunia pers. Ia menjadi redaktur, editor, dan pemilik beberapa surat kabar yang terbit di Padang, antara lain <em>Pelita</em> <em>Ketjil</em> (1892-94), <em>Warta</em> <em>Berita</em> (1895), <em>Tjahja</em> <em>Sumatra</em> (1906), <em>Oetoesan</em> <em>Melajoe</em> (1911), dan surat kabar perempuan <em>Soenting</em> <em>Melajoe</em> (1921) (lihat Amir 1921:107-8; Abdullah 1972:213-22; Adam 1992:140). </span><br /></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:arial;">[8] Buku-buku yang ditulis Dja Endar Moeda antara lain:</span></span> </span><em style="font-family: arial;" face="arial">Hikajat tjinta kasih sajang</em><span style="font-family:georgia;"> (Padang: Otto Bäumer, 1895); </span><em style="font-family: arial;" face="arial">Hikajat dendam tak’ soedah:kalau sudah merewan hati </em><span style="font-family:georgia;"><span style="font-family:arial;"><span style="font-family:arial;">(</span>terjemahan dari bahasa Belanda) >: Paul Bäumer & Co., 1897);</span> </span><em face="arial">Kitab edja dan pembatjaan oentoek anak anak jang baharoe beladjar</em><span style="font-family:georgia;"> <span style="font-family:arial;">(Padang: Insulinde, 1900); </span></span><em style="font-family: arial;"><span style="font-family:arial;">T</span>apian na Oeli na pinararat ni Dja Endar Moeda ni haroearkon ni toean </em><span style="font-family:georgia;">(dengan L.J.W. Stritzko, : Insulinde, 1900); </span><em style="font-family: arial;">Kitab seriboe pantoen, ibarat dan taliboen</em><span style="font-family:georgia;"><span style="font-family:arial;"> (Padang: Insulinde, 1900-1901); dan</span> </span><em style="font-family: arial;">Kitab boenga mawar: pembatjaan bagi anak2</em><span style="font-family:georgia;"> (Padang: Insulinde, 1902); </span><em style="font-family: arial;">Hikajat sajang taq sajang: riwajat Nona Geneveuva</em><span style="font-family:georgia;"> <span style="font-family:arial;">(terjemahan dari bahasa Belanda) (Padang: Insulinde, 1902); </span></span><em style="font-family: arial;">Jitab peladjaran bahasa Wolanda ontoek anak anak baharoe moelai beladjar </em><span style="font-family:georgia;"><span style="font-family:arial;">(4 jilid)</span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:arial;">: Insulinde, 1902-1903)</span>; </span></span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" ><em>Kitab edja dan pembatjaan oentoek anak anak jang baharoe beladjar</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > <span style="font-family:arial;">(Padang: Insulinde, 1903)</span>; dan </span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" ><em>Riwajat</em></span><span style=";font-family:georgia;font-size:85%;" > </span><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" ><em>poelau</em></span><span style="font-family:georgia;"><span style=";font-family:arial;font-size:85%;" > Sumatra<: Insulinde, 1903). </span><br /><br /><span style="font-family:arial;">[9] Saya belum menemukan informasi kapan persisnya Dja Endar Moeda meninggal. Ahmat Adam yang sudah meneliti perkembangan pers pribumi di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 secara mendalam (1995) tampaknya juga tidak mengetahui kapan Dja Endar Moeda meninggal. Namun, berdasarkan informasi fragmentaris dari beberapa surat kabar pribumi yang saya baca, besar kemungkinan Dja Endar Moeda sudah meninggal sebelum tahun 1920.</span></span></span></div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-3262508360946497052011-04-09T08:31:00.001-07:002011-04-09T08:31:51.347-07:00Melihat HAMKA dari Tiga Variabel<span style="font-size:85%;">Oleh : </span><span style="font-size:85%;">Muhammad Ilham<br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><br /></span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsYoBXPvbbQAAOpa2AzHXQccmbdlJTR9zO0sVI12EW9okN3DoUT5fbbgtlQ1SjllIF6mR4WcjSRTWxUNlaJLKW04WLBQZtti7kD8pJVlL8VfOBwExl2XP-HfHKpzwkCMBP0YpSwxIA0aY/s1600/1.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 80px; height: 85px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsYoBXPvbbQAAOpa2AzHXQccmbdlJTR9zO0sVI12EW9okN3DoUT5fbbgtlQ1SjllIF6mR4WcjSRTWxUNlaJLKW04WLBQZtti7kD8pJVlL8VfOBwExl2XP-HfHKpzwkCMBP0YpSwxIA0aY/s320/1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5568683778509550130" border="0" /></a><span style="font-size:85%;">Dalam tradisi ilmu antropologi dan sosiologi dikenal adanya pendekatan <span style="font-style: italic;">approach model </span>(model penghampiran), menghampiri seorang tokoh dalam konteks "kehadirannya". Bila hal ini dilakukan terhadap figur seorang Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), maka pertanyaan yang mengemuka adalah : "Seandainya HAMKA bukan anak Dr.H. Abdul Karim Amrullah atau Inyiak Rasul, apakah ia bisakita pahami seperti sekarang ini?". Mengutip David Learner yang memperkenalkan pendekatan ini, maka asumsi dasarnya tidak hanya terbatas pada terdapatnya hubungan genealogis antara anak dan ayah yang memiliki pengaruh tertentu terhadap perkembangan seseorang. Paling tidak, dari "garis keturunan" ayahnya, maka HAMKA berasal dari keturunan "menengah". Konsep "menengah" tidak dipahami sebagai suatu keluarga atau masyarakat yang berasal dari strata sosial ekonomi (sebagaimana halnya yang dipahami dalam sosiologi sebagai sektor primer), tapi untuk kasus HAMKA lebih kepada sektor "jasa" (tertier). Dengan demikian, maka HAMKA agak berbeda dengan anak-anak yang lahir pada waktu itu. Lingkungan HAMKA kala ia lahir dan tumbuh berkembang memungkinkan ia untuk memaksimalkannya secara kreatif dan optimal. Perkembangan inilah yang kemudian menuntun perkembangan pribadinya hingga tua. "Faktor Anak" dari Inyiak Rasul merupakan variabel penting lainnya dalam kehidupan HAMKA. Sang ayah, Inyiak Rasul, merupakan sistem lingkungan dimana sang Ayah menjadi faktor pembentuk lingkungan tertentu yang sangat mempengaruhi kesadaran intelektual HAMKA dan masyarakat sekitarnya, sebagaimana yang ditulis HAMKA dalam bukunya yang "unik-fenomenal", <span style="font-style: italic;">Ayahku</span>. Kehadiran Inyiak Rasul dalam masyarakat Minangkabau kala itu telah melahirkan dan menstimulus lahirnya dinamika-dinamika tertentu. Konflik-konflik pemikiran "kaum muda-kaum tua" - sebagaimana yang dikatakan oleh Taufik Abdullah dan Deliar Noer - hampir secara keseluruhan dimotori oleh ayah HAMKA.<br /></span></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Dalam situasi dan peran sosial ayahnya seperti inilah, HAMKA dibesarkan. Dan sudah barang tentu, bila Inyiak Rasul menginginkan HAMKA, anaknya, menjadi orang besar pula. Inyiak Rasul menginginkan HAMKA "menghampiri" peran dan status sosialnya. Karena itulah, dalam buku-nya <span style="font-style: italic;">Kenang-Kenangan, </span>HAMKA mendeskripsikan "kegirangan" ayahnya ketika HAMKA lahir. Segera setelah HAMKA lahir dan mendengar tangisan melengking, Inyiak Rasul terkejut dari pembaringan dan serentak berkata : ..... "Sepuluh Tahun!!". Ini kemudian membuat nenek HAMKA bertanya pada Inyiak Rasul, "Apa maksud 10 tahun itu guru mengaji ?" (nampaknya, mertua Inyiak Rasul, orang tua dari ibu HAMKA memanggil Inyiak Rasul dengan "guru-mengaji", bukan ananda atau Angku - panggilan "guru mengaji" merupakan panggilan penghormatan yang beraurakan profesional). Inyiak Rasul menjawab bahwa HAMKA dalam umur 10 tahun diharapkan dapat belajar di Mekkah. Mekkah kala itu menjadi "kiblat" prestisius pencerahan intelektual, khususnya bagi orang Minangkabau. Harapan ini dikemukakan oleh Inyiak Rasul agar HAMKA dapat mengikuti jejak intelektual "leluhurnya" yang dikenal alim. Dan memang, meskipun HAMKA dalam usia 10 tahun tak belajar di Mekkah, tapi oleh ayahnya, HAMKA di "godok" di Madrasah Thawalib", suatu institusi dan sistem pendidikan yang tersohor kala itu di Nusantara (bahkan Asia Tenggara). Madrasah Thawalib merupakan eksperimen terbaik dari Inyiak Rasul.<br /></span></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOXuQFSAJ3dohikXdLzJ29Yww24qzOcnkhNxoUERiK4pTwSe9Gw6jluNviIek38KkE-2prUsZy3ZIYtihhWl-WTtIHGYdR030Bj_xDLzGazTqQzNl9V0AuYUuEIVp7CzK1Ipes6W-sqzQ/s1600/hamka+4.jpg"><img style="float: right; margin: 0pt 0pt 10px 10px; cursor: pointer; width: 300px; height: 250px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOXuQFSAJ3dohikXdLzJ29Yww24qzOcnkhNxoUERiK4pTwSe9Gw6jluNviIek38KkE-2prUsZy3ZIYtihhWl-WTtIHGYdR030Bj_xDLzGazTqQzNl9V0AuYUuEIVp7CzK1Ipes6W-sqzQ/s320/hamka+4.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5568684247516548946" border="0" /></a><span style="font-size:85%;">Apabila situasi sang ayah merupakan salah satu faktor dalam membentuk perkembangan intelektual HAMKA, maka faktor lainnya adalah lembaga asimilasi "adat-Islam". Lembaga ini mempercepat atau meletakkan dasar-dasar situasional bagi HAMKA untuk berkembang. Islam yang datang dari Aceh ke Minangkabau (via-Ulakan), tidaklah menghapus adat istiadat yang telah berkembang sebelumnya. Bahkan menurut HAMKA (termasuk Tan Malaka), adat Minangkabau yang disusun oleh Islam atau dipakai oleh Islam untuk melancarkan kehendaknya, mengatur masyarakat Minangkabau dengan alat yang telah tersedia padanya. Termasuk didalamnya mekanisme pengaturan harta pusaka suku yang turun temurun menurut jalur keibuan (matriarkal). Oleh karena itu, HAMKA menilai bahwa Islam di Minangkabau bukanlah tempelan dalam adat, melainkan suatu susunan Islam yang dibuat menurut pandangan Minangkabau. Dalam situasi "adat-Islam" yang telah terasimilasikan dalam bentuknya yang sedemikian rupa-lah yang menyebabkan proses sosialisasi nilai-nilai Islam berjalan lancar kedalam diri HAMKA. Sebab, disamping masyarakat telah bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh Islam, juga dalam masyarakat semacam itulah akan tumbuh berkembangnya dengan potensial lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam jumlah yang sangat besar menjadi sesuatu hal yang tidak mustahil. Peran sosial serta harapan ayah HAMKA terhadap dirinya diperkuat dengan situasi kemasyarakatan semacam itu.<br /></span></div><span style="font-size:85%;"><br /></span><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Namun, dalam konteks pendekatan "penghampiran", maka dua variabel tersebut diatas belum cukup melahirkan seorang HAMKA. Faktor-faktor lain juga harus diperhitungkan. Sebagaimana Rudolf Mrazek dan Harry Poetsze memperhatikan faktor determinisme geografis dan kampung halaman lahirnya Tan Malaka dalam membentuk kepribadian Tan Malaka, maka situasi kampung halaman tempat dimana HAMKA dilahirkan juga menjadi variabel yang cukup berpengaruh. Hal ini terefleksi dalam buku <span style="font-style: italic;">Kenang-Kenangan</span> Jilid I. HAMKA, dalam buku ini, mengakui betapa kampung halamannya mempengaruhi pembentukan pribadinya. HAMKA yang anak ulama besarini dilahirkan di tepi danau Maninjau, di Tanah Sirah Sungai Batang. Alam yang indah, sejuk dan inspiratif ini memberikan dan merangsang daya imaginasi seorang HAMKA. HAMKA menulis : "<span style="font-style: italic;">Tidak mengapa ! anak itu pun duduk dengan sabarnya memandang danau, memandang biduk, memandang awan, memandang sawah yang baru dibajak di seberang lubuk dihadapan rumahnya, mendengar kicau murai, kokok ayam berderai"</span>. "Anak" dalam penceritaan diatas tak lain tak bukan adalah personifikasi HAMKA sendiri, ketika mengalami kesendirian ditinggal pengasuhnya, sementara neneknya (yang biasa dipanggilnya dengan "anduang") pergi ke sawah, sedangkan ayah HAMKA (Inyiak Rasul) dan ibunya ada di Padang Panjang, memenuhi permintaan masyarakat untuk mengajar disana. Ketiga variabel diataslah yang mempengaruhi perkembangan intelektual dan daya imaginasi serta kepribadian HAMKA. Untuk "menghampiri" ketokohan HAMKA, variabel-variable ini harus dilihat sebagai sesuatu yang saling berinteraksi dan memperkuat satu sama lain. Dan HAMKA berada "ditengah-tengahnya". Peran sosial dan harapan Inyiak Rasul bertemu dengan lingkungan ke-Islaman yang telah melembaga dan terintegrasi dalam masyarakat. Sementara lingkungan alam memberikan kontribusi menumbuhkembangkan daya imaginasinya serta memperkuat daya kreasi dan penerimaannya terhadap peran sosial ayahnya yang ulama besar itu.<br /><br /></span></div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-12893077363818458142011-04-09T07:46:00.000-07:002011-04-09T08:08:50.047-07:00Kitab Naskah Fiqh Hadi al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj Syekh PasebanDiedit : Muhammad Ilham<br /><span style="font-weight: bold;">Sumber </span><span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Disertasi </span><span style="font-weight: bold;">Ahmad Taufik Hidayat, sample dari 141 halaman (digitalisasi)<br /><br /></span><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7Ae9z3EVZAv16CyvxcE4eSUVIn7Mk6Ot9pMTVzlDAnWDog8QZyHb40MoxJWCMgHbLiC-hw1ATLeMrt5nFCiUsHH9mhw69DAHyGnMipYg23ctzILig0y1v7wp7QEoct32Lw9PgGdjp1II/s1600/IMG_0656.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7Ae9z3EVZAv16CyvxcE4eSUVIn7Mk6Ot9pMTVzlDAnWDog8QZyHb40MoxJWCMgHbLiC-hw1ATLeMrt5nFCiUsHH9mhw69DAHyGnMipYg23ctzILig0y1v7wp7QEoct32Lw9PgGdjp1II/s320/IMG_0656.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5593597844037250562" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHhkmIuz3POyXRISfxGEvpr-uLqsT8r3ehrOhYM5RJKEH_vk_ubUQPapWDPC9xUhIXWeucBIcqoj8fNCKocULNW2dhQmkVZ7d0SS7EzGCkCjhlTQiLGavmv0agrQSNPK24kw-KQ0mJrYk/s1600/IMG_0858.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHhkmIuz3POyXRISfxGEvpr-uLqsT8r3ehrOhYM5RJKEH_vk_ubUQPapWDPC9xUhIXWeucBIcqoj8fNCKocULNW2dhQmkVZ7d0SS7EzGCkCjhlTQiLGavmv0agrQSNPK24kw-KQ0mJrYk/s320/IMG_0858.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5593597841906897090" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtYzKKFiQSZx6C8q8zqscRtuhu2BOzi3hqyp9B3p-9L5OQ3CoMoyW0NIgZHRS04Yx423iQEkNEzb7pxhjiIk1F1pDOMHoTk0Lib4HVpc9X-VAbYeDgxebN93RniF5_2f7Wfvz1NMXkXxs/s1600/IMG_0859.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtYzKKFiQSZx6C8q8zqscRtuhu2BOzi3hqyp9B3p-9L5OQ3CoMoyW0NIgZHRS04Yx423iQEkNEzb7pxhjiIk1F1pDOMHoTk0Lib4HVpc9X-VAbYeDgxebN93RniF5_2f7Wfvz1NMXkXxs/s320/IMG_0859.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5593597836719342290" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVsCVIlKAaNhxiWsvcCUuXWDdy_GM4VpIQu_XIKpfaDBmrdla7rf5nmAa21WvlX2MJlkBYqKGGD4MWn0Hi2YQXZLyult1TLoJH6r6HKN_Yh2QZvnFADXZ2EoEYNzlo_elBYx-4F3K1UEA/s1600/IMG_1058.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 240px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVsCVIlKAaNhxiWsvcCUuXWDdy_GM4VpIQu_XIKpfaDBmrdla7rf5nmAa21WvlX2MJlkBYqKGGD4MWn0Hi2YQXZLyult1TLoJH6r6HKN_Yh2QZvnFADXZ2EoEYNzlo_elBYx-4F3K1UEA/s320/IMG_1058.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5593596417154924562" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEic0cpwYymdfrxN8Vairzu9xZmKLceflP-RjdL7bP6WMfGhJ1bNV_t0-DlOAGIUr8ceg7m39CctsFRw9Qh6qc8-iX4cu2L8VJC7Nd4ZxmuXIxTTOem4DsrvMW1J9HpsO1_axm6A1EJ-CGU/s1600/IMG_1059.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 240px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEic0cpwYymdfrxN8Vairzu9xZmKLceflP-RjdL7bP6WMfGhJ1bNV_t0-DlOAGIUr8ceg7m39CctsFRw9Qh6qc8-iX4cu2L8VJC7Nd4ZxmuXIxTTOem4DsrvMW1J9HpsO1_axm6A1EJ-CGU/s320/IMG_1059.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5593596412921627714" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwLqGwqvFuwYFgocnFXFVRUoyAJ57H5of41qHx1cv9QV8SkKAA7PAZNbWLg7sKKRUsI0gWfrkpkpj_3BqwDF1PCAw0kXdyJswq3aaGqvTPaQ0zRQscfDR724fJf_eP8_hpuGq7xGfiGqc/s1600/IMG_1060.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwLqGwqvFuwYFgocnFXFVRUoyAJ57H5of41qHx1cv9QV8SkKAA7PAZNbWLg7sKKRUsI0gWfrkpkpj_3BqwDF1PCAw0kXdyJswq3aaGqvTPaQ0zRQscfDR724fJf_eP8_hpuGq7xGfiGqc/s320/IMG_1060.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5593596409051043538" border="0" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiVMTYele4luzXf2oFqfMXN6wpIJNaEC7sKiJ62qOxWusw8rimsymmw89PiwvIYW-R_Pz0e174J4InapgRfm5z1o7LbuzT82z56pH8ZTQg19SqCsHxU3dmd5QwCJK5dsGIlymIGsTf5XI/s1600/IMG_1061.JPG"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiVMTYele4luzXf2oFqfMXN6wpIJNaEC7sKiJ62qOxWusw8rimsymmw89PiwvIYW-R_Pz0e174J4InapgRfm5z1o7LbuzT82z56pH8ZTQg19SqCsHxU3dmd5QwCJK5dsGIlymIGsTf5XI/s320/IMG_1061.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5593596407589030626" border="0" /></a>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-28944112052644749902011-04-01T05:01:00.001-07:002011-04-01T05:01:44.110-07:00Haji Abdul Malik Karim Amrullah @ HAMKA (1908-1981)<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgm_2Tl19qE0ISebpfHUTPHm_HYPEs6ehI-7mqokSHpPVxcW3g3uiSdAtjA4IPLp-quo1HmRLJRYk1yba2AL34s47OiKgjHhy-B1dMkZFUzg60dy0x4SupvTzHhQhDJ91MKrigD45JwXmg/s1600/images.jpeg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 112px; height: 96px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgm_2Tl19qE0ISebpfHUTPHm_HYPEs6ehI-7mqokSHpPVxcW3g3uiSdAtjA4IPLp-quo1HmRLJRYk1yba2AL34s47OiKgjHhy-B1dMkZFUzg60dy0x4SupvTzHhQhDJ91MKrigD45JwXmg/s320/images.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5590581773478860690" border="0" /></a></span><span style="font-style: italic;font-size:85%;" >“Ayah hanya takut tidak bisa jawab pertanyaan Munkar Nakir!’’</span><span style="font-size:85%;">. Pertanyaan ini diajukan Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) kepada ayahnya mengenai soal keengganannya untuk melakukan seikere (membungkuk ke arah matahari) atas perintah tentara Jepang. Sang ayah, sebagai tokoh pergerakan dan ulama Minangkabau, Haji Karim Amrullah, yang juga kondang dengan sebutan ‘Haji Rasul’ itu, tentu saja menolak mentah-mentah perintah yang berkonotasi ‘menyembah matahari’ itu. Ia pun sadar sepenuhnya akan risikonya. Tapi, demi keyakinan terhadap nilai ‘akidah’, maka perintah memberi hormat kepada dewa matahari itu tidak dilakukannya. Keteguhan sikap Haji Karim Amrullah itulah yang kemudian oleh Hamka terus dibawa sepanjang usia. Berkali-kali dalam situasi genting ia berani menyatakan diri menolak hal apa pun yang melanggar nilai dasar agama, meskipun itu berarti membuka lebar pintu penjara.<br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><br />Hamka yang lahir di sisi danau Maninjau, Sumatera Barat, tepatnya di Tanah Sirah Nagari Sungai Batang pada tanggal 13 Muharram 1326 H./16 Februari 1908 M., mampu menunjukkan sikap teguh terhadap perkembangan arus zaman hingga akhir masa hidupnya. Sebagai anak manusia yang lahir di bumi Minangkabau, Hamka memang tidak sempat mengenyam pendidikan formal yang tinggi. Sekolahnya hanya dijalani selama tiga tahun. Namun, karena bakat intelektualnya yang berlebih, terutama dalam penguasaan bahasa Arab, ia kemudian tumbuh dan besar menjadi ulama yang disegani, bahkan seringkali disebut salah satu ulama besar Asia Tenggara. Darah dari pihak orang tua sebagai tokoh pembaru ajaran Islam dan perjuangan nasional kemerdekaan, membuat telinga Hamka semenjak masa kanak sudah akrab dengan berbagai pembicaraan mengenai dunia keilmuan. Diskusi yang dilakukan sang ayah bersama rekan-rekannya yang memelopori gerakan <i>Islam Kaum Muda Mingkabau </i>itu ternyata tanpa sadar tertanam kuat di hatinya. </span> <span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="SV" > Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padangpanjang pada tahun 1929. HAMKA kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padangpanjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).</span><span style="font-size:85%;"><br /><br />Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjoparonoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.</span><span style="font-size:85%;"> </span><span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="SV" >Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui pertubuhan Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950. Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.<br /><br /></span><span style="font-size:85%;">Kegiatan politik HAMKA bermula pada tahun 1925 apabila beliau menjadi anggota parti politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang kemaraan kembali penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerila di dalam hutan di Medan. </span><span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="FI" >Pada tahun 1947, HAMKA dilantik sebagai ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun1966, HAMKA telah dipenjarakan oleh Presiden Sukarno kerana dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mula menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, HAMKA dilantik sebagai ahli Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majlis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia. Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, HAMKA merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an lagi, HAMKA menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. </span><span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="SV" >HAMKA juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.</span><span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="SV" ><br /><br />Selain sibuk berceramah, Hamka kemudian menerbitkan berbagai karya roman seperti: <i>Di Bawah Lindungan Ka’bah</i> (1938), <i>Tenggelamnnya Kapal van Der Wick </i>(1939), <i>Merantau ke Deli </i>(1940), <i>Di dalam Lembah Kehidupan </i>(1940, kumpulan cerita pendek). Isi berbagai romannya itu tampak jelas terpengaruh dari pengalaman pribadinya ketika ia pergi ke Mekah dan tinggal beberapa lama menjadi guru agama di lingkungan buruh perkebunan yang ada di Sumatera bagian timur. Pada kurun waktu ini ada satu karya Hamka yang sangat penting. Buku yang diterbitkan pada tahun 1939 itu diberi judul <i>Tasawuf Modern</i>. Hamka dalam buku ini mengkritisi kecenderungan dari berbagai aliran tasawuf yang ‘berpretensi negatif’ terhadap kehidupan dunia. Tasawuf banyak dijadikan sebagai cara untuk mengasingkan diri dari kehidupan dunia yang sering dipandang serba ruwet dan penuh kotoran dosa. Hamka dalam buku ini berusaha merubah persepsi itu. Ia menyerukan ‘tasawuf positip’ yang tidak bersikap asketisme. Katanya, menjadi Muslim sejati bukannya menjauhkan diri dari dunia, tapi terjun secara langsung ke dalamnya. Buku Hamka ini sampai sekarang tetap laris manis di pasaran. Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelaran Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno daripada pemerintah Indonesia.</span><span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="SV" ><br /><br />Pada tahun 1942 bersamaan dengan jatuhnya koloni Hindia Belanda ke dalam tampuk kekuasaan penjajah Jepang, Hamka terpilih menjadi pimpinan Muhammadiyah Sumatera Timur. Posisi jabatan yang diterima pada masa sulit ekonomi ini dijalaninya selama tiga tahun. Setelah itu, pada tahun 1945 ia memutuskan untuk melepaskan jabatan tersebut karena pindah ke Sumatera Barat. </span><span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="FI" >Di sana Hamka terpilih menjadi ketua Majelis Pimpinan Muhammadiyah Daerah Sumatera Barat. Jabatan ini ia rengkuh hingga tahun 1949. Menjelang pengakuan kedaulatan, yakni setelah tercapainya Persetujuan Roem Royen pada tahun 1949, ia memutuskan pindah dari Sumatera Barat ke Jakarta. Kali ini Hamka merintis karir sebagai pegawai negeri golongan F di Kementerian Agama yang waktu itu dipegang oleh KH Abdul Wahid Hasyim. Melihat kemampuan intelektualnya, menteri agama waktu itu menugaskan kepada Hamka untuk memberi kuliah di beberapa perguruan tinggi Islam, baik yang berada di Jawa maupun di luar Jawa. </span> <span style="font-size:85%;"><br />Beberapa perguruan tinggi yang sempat menjadi tempat mengajarnya itu antara lain; Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTAIN) di Yogyakarta, Universitas Islam Jakarta, Fakultas Hukum dan Falsafah Muhammadiyah di Padangpanjang, Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Makassar, dan Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) di Medan. Uniknya lagi, di tengah kesibukannya sebagai pengajar di berbagai universitas itu, Hamka sempat menulis biografi ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah. Katanya, buku yang ditulisnya ini adalah sebagai kenang-kenangan kepada ayahnya yang sangat teguh hati. Apalagi bagi sang ayah sendiri, Hamka adalah buah hatinya dimana ia pernah dijuluki sebagai ‘Si Bujang Jauh’ karena begitu sering dan lamanya merantau pergi ke berbagai negeri dan daerah. </span> <span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="FI" ><br /><br />Di sela kegiatannya mengajar di berbagai universitas itu, Hamka mengulang kembali kepergiannya untuk beribadah haji ke tanah suci. Sama dengan kepergian hajinya yang dilakukan 24 tahun silam, kepergiannya ke Mekah kali ini juga disertai dengan perjalanannya ke beberapa negara yang berada di kawasan semenanjung Arabia. Hamka sendiri sangat menikmati lawatannya itu. Apalagi ketika berada di Mesir. Ia menyempatkan diri untuk menemui berbagai sastrawan kondang Mesir yang telah lama dikenalnya melalui berbagai tulisannya, seperti Husein dan Fikri Abadah. </span><span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="SV" >Mereka saling bertemu, bertukar pikiran dan minat dalam bidang sastera dan kehidupan umat secara keseluruhan. </span> <span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="SV" > Sama halnya dengan kepulangan haji pertamanya, sekembalinya dari lawatannya ke berbagai negara di Timur Tengah itu, inspirasi untuk membuat karya sastera pun tumbuh kembali. Lahirlah kemudian beberapa karya roman seperti, <i>Mandi Cahaya di Tanah Suci</i>, Di <i>Lembah Sungai Nil</i>, dan <i>Di Tepi Sungai Dajlah</i>. Bagi banyak kritikus sastera banyak diantara mereka menyebut bahwa, Hamka dalam penulisan karyanya itu banyak terpengaruh pujangga Mesir. Ini tampaknya dapat dipahami sebab ia seringkali menyatakan terkagum-kagum pada beberapa penulis karya dari negeri piramid itu, salah satunya adalah Al Manfaluthi. Usai pulang dari kunjungan ke beberapa negara Arab, pada tahun 1952 ia mendapat kesempatan untuk mengadakan kunjungan ke Amerika Serikat. Hamka datang ke negara itu atas undangan Departemen Luar Negeri Amerika. Ia mengunjungi berbagai tempat, seperti negara bagian California, untuk memberikan ceramah yang berkaitan dengan agama. Kunjungan ke Amerika kali ini ternyata hanya merupakan kunjungan pembuka saja. Setelah itu ia kemudian kerapkali diundang ke sana, baik atas undangan dari negara bersangkutan maupun datang sebagai anggota delegasi yang mewakili Indonesia. </span> <span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="SV" ><br /><br />Pada kurun waktu itu, Hamka kemudian masuk ke dalam Badan Konstituate mewakili Partai Masyumi dari hasil Pemilu 1955. Ia dicalonkan Muhammadiyah untuk mewakili daerah pemilihan Masyumi di Jawa Tengah. Dalam badan ini Hamka bersuara nyaring menentang demokrasi terpimpin. Pada sebuah acara di Bandung, pada tahun 1958 ia secara terbuka menyampaikan pidato penolakan gagasan demokrasi terpimpin ala Soekarno itu. Namun, di tengah panas dan padatnya perdebatan, Hamka pada tahun itu juga sempat mendapat undangan menjadi anggota delegasi Indonesia untuk mengikuti Simposium Islam di Lahore. Setelah itu, kemudian dia berkunjung lagi ke Mesir. Dalam kesempatan kali ini dia mendapat kehormatan bidang intelektual sangat penting, yakni mendapat gelar Doktor Honoris Causa (HC) dari Universitas Al-Azhar, Kairo. Di forum itu, ia menyampaikan pidato pengukuhannya sebagai guru besar luar biasa dengan topik bahasan mengenai <i>Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia</i>. Dalam kesempatan ini Hamka menguraikan kebangkitan pembaharuan ajaran Islam yang terjadi di Indonesia, mulai dari munculnya gerakan Sumatera Thawalib, Muhammadiyah. Al Irsyad, dan Persatuan Islam. Gelar doktor luar biasa seperti ini ternyata diterimanya lagi enam belas tahun kemudian, yakni pada tahun 1974 dari University Kebangsaan, Malaysia. Gelar ini disampaikan langsung oleh Perdana Menteri Malaysia, Tun Abdul Razak. Seraya memberikan gelar, dalam pidatonya sang perdana menteri itu berkata bahwa,’’Hamka bukan lagi hanya milik bangsa Indonesia. Tetapi, juga telah menjadi kebanggaan bangsa-bangsa Asia Tenggara.” </span> <span style="font-size:85%;"><br /><br />Masa Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno menjadikan politik sebagai panglima. Waktu itu Soekarno menginginkan agar bangsa Indonesia betul-betul mandiri. Ia serukan gerakan untuk melawan imperialisme barat, yang disebut sebagai kekuatan neo-kolonialisme baru. Pada satu sisi ide ini berhasil cukup baik. Posisi Indonesia menjadi penting dan menjadi salah satu kekuatan sentral gerakan non blok. Namun, pada sisi yang lain perbaikan ekonomi ternyata tidak dapat berjalan baik. Pertentangan politik, terutama antara golongan nasionalis dan Islam menjadi-jadi, di mana kemudian mencapai puncaknya ketika pembicaraan mengenai konstitusi negara menjadi buntu. Baik pihak yang anti dan pendukung ide negara Islam terus saja tidak mampu berhasil mencapai kata sepakat. Dan Hamka hadir dalam percaturan perdebatan itu. </span><span style="font-size:85%;"><br /><br /></span><span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="SV" >Sayangnya, Presiden Soekarno tidak sabar melihat perdebatan itu. Dengan alasan adanya ancaman perpecahan bangsa yang serius, Soekarno pada 5 Juli 1959 kemudian mengeluarkan Dekrit Presiden, yang diantaranya adalah menyatakan pembubarkan Badan Konstituante dan kembali kepada konstitusi negara pada UUD 1945. Menyikapi keadaan tersebut, Hamka pada tahun yang sama, yakni Juli 1959, mengambil inisiatif menerbitkan majalah tengah bulanan, <i>Panji Masyarakat</i>. Hamka duduk sebagai pemimpin redaksinya. Sedangkan mengenai isi majalahnya, Hamka memberi acuan untuk memuat tulisan yang menitikberatkan kepada soal-soal kebudayaan dan pengetahuan ajaran Islam. Tetapi sayangnya, majalah ini berumur pendek, yakni hanya satu tahun. Majalah<i> Panji Masyarakat</i> dibubarkan oleh pemerintahan rezim Soekarno, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1960. Alasan pembredeilan: karena majalah memuat tulisan Dr Mohamad Hatta yang berjudul ‘Demokrasi Kita.’ Sebagai imbasnya, Hamka kemudian memutuskan diri untuk lebih memusatkan pada kegiatan dakwah Islamiyah dengan mengelola Masjid Agung Al-Azhar yang berada di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta. </span> <span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="SV" >Dalam dunia politik pemuatan tulisan Hatta di majalah <i>Panji Masyarakat </i>itu memang membuat kehebohan besar. Perbedaan pandangan antara Soekarno dan Hatta dalam mengelola negara terbuka dengan nyata. Dalam tulisan itu Hatta mengkritik keras sistem demokrasi terpimpin yang dijalankan karibnya, Soekarno. Menurutnya, demokrasi yang tengah dijalankannya itu bukan demokrasi. Mengapa demikian? Sebab, ada sebagian kecil orang ‘’menguasai’’ sebagian besar orang. Ini tidak sesuai dengan prinsip demokrasi itu sendiri, di mana harus ada ‘persamaan’ pada setiap manusia. Maka, demokrasi seperti itu, tulis Bung Hatta, <i>a priori </i>harus ditolak. </span><span style="font-size:85%;"><br /><br />Panasnya persaingan politik pada sisi lain juga kemudian meniupkan badai fitnah kepada Hamka. Jaringan kelompok ‘politik kiri’ membuat tuduhan bahwa roman <i>Tenggelamnya Kapal van der Wijk</i> adalah merupakan plagiat dari roman sastrawan Perancis, Alphonse Karr yang kemudian disadur ke dalam bahasa Arab oleh Al Manfaluthi. Reaksi pro kontra segera saja menyergapnya. Golongan yang tidak suka akan adanya pengaruh agama di Indonesia memanfaatkan betul polemik ini untuk menghancurkan nama baiknya. Saat itu hanya HB Jassin dan kelompok budayawan yang tergabung dalam Manifes Kebudayaan (Manikebu) saja yang gigih membelanya. Berbagai tulisan atas polemik ini kemudian pada tahun 1964 dikumpulkan dan diterbitkan oleh Junus Amir Hamzah dengan judul Tenggelamnya <i>Kapal van der Wijk dalam Polemik</i>. Usaha penjatuhan citra kepada Hamka ternyata tidak hanya melalui karya sastera saja. Tanpa dasar serta alasan tuduhan yang jelas, pada 27 Januari 1964 tiba-tiba saja ia ditangkap oleh alat keamanan negara. </span><span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="FI" >Hamka kemudian dimasukkan ke dalam tahanan tanpa ada sebuah keputusan. Ia berada di penjara bersama para tahanan politik lainnya, seperti Muchtar Lubis, sampai tumbangnya tampuk kekuasaan Soekarno. Bagi penguasa, Hamka saat itu dianggap sebagai orang berbahaya. </span> <span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="FI" > Namun, bagi Hamka sendiri, masuknya dia ke dalam penjara malahan seringkali dikatakan sebagai rahmat Allah. Menurutnya, akibat banyaknya luang waktu dipenjara maka ia dapat menyelesaikan tafsir Alquran, yakni <i>Tafsir Al-Azhar </i>(30 juz). </span><span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="SV" >’’Saya tidak bisa membayangkan kapan saya bisa menyelesaikan tafsir ini kalau berada di luar. Yang pasti kalau tidak dipenjara maka saya selalu punya banyak kesibukan. Akhirnya, tafsir ini sampai akhir hayat saya mungkin tidak akan pernah dapat diselesaikan,’’ kata Hamka ketika menceritakan masa-masa meringkuk di dalam penjara. Selain itu, beberapa tahun kemudian Hamka juga mengakui bahwa tafsir Alquran ini adalah merupakan karya terbaiknya. </span> <span style="font-size:85%;"><br /><br />Hamka yang wafat di Jakarta, 24 Juli 1981, meninggalkan karya pena yang sangat banyak jumlahnya. Tercatat paling tidak sekitar 118 buah yang sudah dibukukan. Ini belum termasuk berbagai cerita pendek dan karangan panjang yang tersebar di berbagai penerbitan, media massa, dan forum-forum ilmiah, serta ceramah. Sebagai bukti penghargaan yang tinggi dalam bidang keilmuan, Persyarikatan Muhammadiyah kini telah mengabadikan namanya pada sebuah perguruan tinggi yang berada di Yogyakarta dan Jakarta: Universitas Hamka (UHAMKA). Berbagai karya tulisnya yang meliputi banyak bidang kajian seperti politik, sejarah, budaya, akhlak dan ilmu-ilmu keislaman hingga kini terus dikaji oleh publik, termasuk menjadi bahan kajian dan penelitian untuk penulisan risalah tesis dan disertasi. </span><span style=";font-family:Georgia;font-size:85%;" lang="SV" >Buku-bukunya terus mengalami cetak ulang.</span><span style="font-size:85%;"><br /><br /></span> <span style="font-weight: bold;font-family:arial;font-size:85%;" >(c) Tim Peneliti FIBA IAIN Padang</span><span style="font-size:85%;">.<br />Foto : www.google.picture.com<br /><br /></span> </div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-16415463086314122812011-04-01T04:55:00.000-07:002011-04-01T05:01:06.411-07:00Simpulan Penelitian 30 Ulama Sumatera Barat<span style="font-size:85%;"><span style="font-family:georgia;">Edit : Muhammad Ilham</span></span><br /><br /><div style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoVDz-_VH5sRrm667BmJ9a31GBju2YkLVVZXEM7HOLGY36CeQkRO1Vpu8jm-2yNEfBIZz_PeOuEa-rJ0QsVAetmYRX9iAnU7VSZlrj-wXbMAe7lkX7_2vatrAefFroL6PtnOoeLkAsuZk/s1600/1.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 80px; height: 85px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoVDz-_VH5sRrm667BmJ9a31GBju2YkLVVZXEM7HOLGY36CeQkRO1Vpu8jm-2yNEfBIZz_PeOuEa-rJ0QsVAetmYRX9iAnU7VSZlrj-wXbMAe7lkX7_2vatrAefFroL6PtnOoeLkAsuZk/s320/1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5590583823002804690" border="0" /></a><span style="font-size:85%;">Ulama – meminjam bahasa sosiologi – sebagai elit sosial-keagamaan (bahkan untuk beberapa kasus memiliki fungsi dan peran yang beragam), telah menjadi <i>icon </i>sejarah dan budaya Sumatera Barat.</span><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;">Diskursus sejarah perjuangan dan sejarah kebudayaan serta sejarah intelektual Sumatera Barat, maka ulama secara personal maupun institusional merupakan bahagian penting dalam sejarah Sumatera Barat. Sejarah telah memberikan kearifan kepada kita bahwa ulama-ulama Sumatera Barat, telah memberikan ”warna” penting dalam mempengaruhi perjalanan sejarah Sumatera Barat pada masa lalu dan masa yang akan datang. Kehadiran mereka dalam ”pentas” sejarah Sumatera Barat, tidak bisa dilepaskan dari pemahaman kontekstual dan holistik. Dengan pemahaman seperti ini, akhirnya bisa didapatkan pemahaman lain bahwa kehadiran dan pengaruh ulama-ulama di Sumatera Barat</span><span style="font-size:85%;"> </span><span style="font-size:85%;">saling mendukung, baik dari faktor antar personal ulama maupun keterikatan zaman. Konkritnya, pengaruh seorang ulama tidak bisa dilepaskan dari ”dukungan” zaman, area maupun jaringan guru-murid dan karya-karya intelektual mereka baik dalam bentuk karya ideologis-abstrak-normatif, ideologis-institusi maupun dalam bentuk karya tulis.</span><span style="font-size:85%;"> </span> <!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;">Mayoritas ulama-ulama Sumatera Barat memiliki <i>genetic-hereditically</i> ulama (walaupun ada beberapa diantara mereka yang berasal dari kalangan ”biasa”), namun setidaknya faktor lingkungan-keluarga memegang peranan signifikan mengkondisikan seorang individu menjadi ulama. Dalam perspektif ilmu sosial (khususnya disiplin sosiologi-antropologi) dikatakan bahwa pengaruh yang berbasiskan atau berasal dari faktor kelebihan keturunan-darah, merupakan salah satu karakteristik masyarakat tradisional (khususnya masyarakat pra-industri). Sumatera Barat, dalam konteks temporal dimana para ulama-ulama ini hidup dan berkiprah, secara sosiologis, masuk dalam kategori masyarakat tradisional-mekanik. Jadi tidaklah mengherankan apabila faktor keturunan sangat signifikan dalam masyarakat.</span><br /></div><div style="text-align: justify;font-family:georgia;"><span style="font-size:85%;"><br />Kemudian, secara umum, wacana intelektual yang berkembang pada masa hidup ulama-ulama yang diteliti dalam penelitian ini adalah wacana tareqat-tasauf. Wacana inilah yang kemudian melahirkan dinamika yang dinamis bagi banyak ulama dalam melahirkan karya tulis mereka. Beberapa ulama produktif dalam menulis, mayoritas karya tulisnya mengangkatkan isu – atau setidaknya dipengaruhi – diskursus tareqat-sufiyah-tasauf. Sangat minim karya tulis para ulama-ulama yang diteliti dalam penelitian ini – bahkan boleh dikatakan hampir tidak ada – yang membahas tentang wacana politis, misalnya tentang kesadaran kebangsaan, nasionalisme atau permasalahan-permasalahan aktual pada masa itu yang memiliki keterkaitan dengan realitas sosial yang terjadi, sebagaimana yang ditulis atau menjadi ”wacana favorit” individu atau kelompok nasionalisme-sosiolisme asal Minangkabau pada masa mereka seperti Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Tan Malaka dan lain-lain. Walaupun ada ulama yang menulis karya tulis dengan mengangkat isu kebangsaan dan nasionalisme tersebut, namun dalam sejarah pada masa setelah sang ulama ini meninggal, ulama ini justru dikategorikan sebagai cendekiawan-politisi, bukan ulama – atau setidaknya, politisi-nyalah yang lebih menonjol. <span style=""> </span>Hampir karya tulis dari ulama-ulama produktif tersebut merupakan bentuk ”apologetik” terhadap satu kelompok ideologis-tareqat dan menghantam rasionalisasi dan argumentasi kelompok lainnya yang anti tareqat.<br /><br />Wacana ideologis ini kemudian merambah ”domain” jaringan guru-murid. Seorang ulama pembela suatu tareqat, misalnya, akan meneruskan ”doktrin” dan ”semangat ideologis” ini pada murid-muridnya. Ini terlihat bagaimana murid seorang ulama anti tareqat melahirkan karya tulis seperti gurunya. Dalam konteks ini, sang murid secara ideologis menjadi representasi dan miniatur pemikiran gurunya. Dalam banyak kasus, para murid-lah yang kemudian menciptakan kondisi konflik wacana dengan para murid ”kelompok ideologis” lainnya. Pada akhirnya, para murid-murid tersebut mampu menjaga kondisi konstruktif perdebatan-perdebatan ideologis yang selama ini hanyalah terjadi diantara para guru mereka saja. Namun kondisi ini kemudian berimplikasi terhadap dinamika lahirnya karya-karya tulis dalam bentuk tulisan. <span style=""></span><br /><br />Disamping karya-karya tulis jenis ini, para ulama-ulama tersebut juga umumnya menulis ”buku pegangan Tauhid” bagi masyarakat. Mayoritas berisikan tentang keterangan-keterangan yang menyangkut perbaikan kualitas dan kuantitas ibadah dan kesadaran beragama Islam. Kemudian, disamping karya tulis dalam bentuk tulisan, para ulama-ulama ini banyak bergerak dalam bidang pendidikan. Hal ini karena mayoritas ulama-ulama tersebut menganggap bahwa perubahan masyarakat tidak bisa difasilitasi melalui dunia politik. Dunia politik pada masa ini memiliki resiko yang sangat besar. Oleh karena itu, mayoritas mereka memilih dunia edukasi dalam merespon kebutuhan masyarakat Minangkabau. Jadi tidaklah mengherankan, apabila para ulama-ulama ini memiliki <i>icon</i> tersendiri yaitu kalau tidak mereka memiliki sebuah institusi pendidikan tersendiri, maka mereka memiliki surau sendiri. Namun keduanya tetap memiliki kesamaan kecenderungan yaitu sama-sama menempatkan dunia edukasi atau dunia pendidikan <span style=""> </span>sebagai sesuatu yang harus ditumbuhkembangkan dalam rangka merubah masyarakat ke arah yang lebih baik.<br /><br />Para ulama-ulama tersebut, secara umum mampu memperankan banyak fungsi mereka dalam realitas sosial. Ulama dalam penelitian ini, bukan hanya dianggap oleh masyarakat sebagai pemegang otoritas legal-kultural dalam aspek keagamaan saja, bahkan peran mereka justru melebar pada peran-peran yang lain. Bahkan ada ulama yang sekaligus menjadi seorang penghulu. Ini merefleksikan bahwa ulama-ulama Minangkabau pada zaman ulama–ulama yang diteliti ini, merupakan elit sosial yang secara sosiologis-antropologis berada dalam strata tinggi atau setidaknya kelompok sosial yang memiliki fleksibelitas dalam menjalankan peran dan fungsi mereka.<span style=""> </span>Disamping itu, bisa<span style=""> </span>disimpulkan, mayoritas ulama-ulama yang diteliti dalam penelitian ini memiliki ”daya tanggap” dan <i>responsibility</i> yang tinggi terhadap lingkungan mereka. Bahkan beberapa ulama turut serta dalam menentang penjajahan dan diskriminasi politik yang terjadi ketika mereka hidup. Walaupun ada sebahagian kecil yang memiliki ”daya tanggap” untuk kelompok ideologisnya sendiri, namun dapat dipastikan bahwa ulama-ulama tersebut bukanlah orang-orang yang hanya bersembunyi di ”menara gading”.Walaupun penelitian ini lebih dominan memakain pendekatan sejarah, dan hal ini memiliki kesan seolah-olah penelitian ini sering ”dirambah” oleh para peneliti dalam berbagai bentuk perspektif ataupun tema-topikal. Namun bukan berarti penelitian ini tidak layak lagi pada masa-masa yang akan datang untuk diteliti lagi. Dalam perspektif epistimologi ilmu, justru ”jalan yang sering dilaluilah” merupakan jalan yang paling baik. Jalan itu akan padat, kuat, bersih dan orang-orang akan selalu melihatnya. Bahkan secara ekonomis, jalan tersebut justru memberikan kontribusi ekonomis pada orang-orang yang berada disekelilingnya.Maka, dalam konteks filosofis tersebut diataslah, diharapkan pada masa-masa yang akan datang, ada penelitian yang lebih detail-komprehensif dan kolektif yang bisa dilihat dari perspektif yang lain. Bila perlu, ada penelitian yang memakai perspektif atau format topikal seperti penelitian ini, dalam upaya mencari ”sisi-sisi terang” riwayat hidup seorang ulama yang selama ini ”gelap” atau tidak terungkapkan dalam penelitian ini. Maka, penelitian ini setidaknya memberikan kontribusi epistimologis bagi penelitian selanjutnya. Selanjutnya, diharapkan pada pihak-pihak yang memiliki ikatan emosional dengan ulama-ulama yang diangkatkan dalam penelitian ini, supaya memiliki kepedulian historis menjaga dan ”merawat” peninggalan-peninggalan baik yang bersifat abstrak maupun konkrit-material. Namun semua ini tidak akan memiliki arti penting apabila usaha –usaha tersebut tidak didukung secara ikhlas dan total oleh pihak pemerintah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">(c) Tim Peneliti FIBA IAIN Padang</span><br /></span> </div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-50244546442084057282011-03-25T04:10:00.000-07:002011-03-25T04:20:15.733-07:00Dinamika Pembiayaan Lembaga Pendidikan Surau Islam Minangkabau<span style="font-size:85%;">Oleh : Firdaus St. Mamad & Muhammad Ilham</span><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br /></span></span></span></span><div style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9cSjoc2HPnk6gqbADif1enfTV9QOROXNw1ywXuOUAWzBr5CZcLvy87EUKvcIFvA8Ig-cRL2b9h10q5xu-sjmjczzZYjLvXqYAqoZpjEt6i9msdfxp7fP2XeLp_sKIQlsxf4MIlJrjXAg/s1600/masjid+Tuo+Kayu+Jao.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 150px; height: 101px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9cSjoc2HPnk6gqbADif1enfTV9QOROXNw1ywXuOUAWzBr5CZcLvy87EUKvcIFvA8Ig-cRL2b9h10q5xu-sjmjczzZYjLvXqYAqoZpjEt6i9msdfxp7fP2XeLp_sKIQlsxf4MIlJrjXAg/s320/masjid+Tuo+Kayu+Jao.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5587975791793038178" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;">Pada awalnya surau merupakan tempat mengajar murid-murid untuk memperoleh pengetahuan dasar keagamaan. Surau sebagai lembaga pendidikan Islam pertama kali didirikan oleh Syekh Burhanuddin di Ulakan, Pariaman. Syekh Burhanuddin mendirikan surau bukan hanya untuk tempat shalat saja, tetapi juga untuk mengajarkan Al-Qur'an, Hadis, Tarikat Satariyah. Syekh Burhanuddin terkenal dengan ilmunya yang dalam dan bijaksana dalam menyampaikan agama kepada masyarakat. Syekh Burhanuddin memperioritaskan pendidikan agama terhadap anak-anak, karena generasi ini dianggap berpotensi untuk pengembangan jangka panjang (Azyumardi Azra, 1985 : 29).</span></span></span><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Syekh Burhanuddin memakai berbagai metode pembelajaran di suraunya. Ada metode yang menarik dilakukannya, sebagaimana yang tulis pada kitap Muballighul Islam sewaktu Syekh Burhanuddin mengajarkan Basmallah pada permainan tondih dengan damar keras, sebagai berikut:</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> <span style="font-style: italic;"><br /><br />"Adapun beliau Syekh Burhanuddin turut pula dalam permainan itu, tetapi tatkala memulai menggandakan damar itu, beliau membaca doanya, oleh sebab itu selalu beliau beroleh kemenangan. Melihat kejadian itu maka bertanyalah anak-anak kepada beliau, ya Tuan Syekh, apakah doanya yang tuan baca tatkala menggandakan gundu damar itu, bolehkah kami menuntut doanya. Boleh saja kata Syekh Burhanuddin. Sebentar itu beliau ajarkanlah doa itu Bismillah, dengan tolong Allah. Itulah yang mula beliau ajarkan kepada anak-anak itu. Yang membaca doa itu menang pula, kemudian beliau sambung pula sekerat lagi yaitu ar-Rahmanir Rahim. Begitulah caranya Syekh Burhanuddin memberikan pelajaran kepada anak-anak itu dengan mencampuri permainan mereka pada awalnya dan mengajarkan doa dengan lunak lembutnya perkataan beliau dan dengan jalan berangsur-angsur, begitu juga terhadap tingkah laku dan budi pekerti anak-anak itu beliau rubah sedikit demi sedikit, akhirnya dengan tidak disadarinya, mereka menjadi peng</span>anut agama Islam yang kuat dan menjadi ahli dakwah kepada ibu bapak mereka masing-masing (Duski Samad, 2003 : 12-15).</span></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br />Dari informasi ini dapat kita ketahui bahwa Syekh Burhanuddin mengembangkan ajaran Islam secara lemah lembut, persuasif, melalui pendekatan socio-cultural, tidak dengan kekerasan. Ia memberikan nilai-nilai Islam terhadap permaianan anak-anak dan remaja. Hal ini membuat orang tertarik untuk masuk Islam dan belajar kepadanya. Tidak hanya itu, mereka juga menjadi penyiar agama Islam. Kemana saja mereka pergi, ke tempat perhelatan, tempat jual beli selalu mereka menyiarkan agama Islam. Termasuk di antara muridnya yang berperan besar dalam mengembangkan surau sebagai lembaga pendidikan adalah empat orang Tuanku yang terkenal dengan sebutan Urang Ampek Angkek Oleh karena itu bertambah ramailah anak-anak diserahkan orang tua mereka belajar ke surau Syekh Burhanuddin, tidak hanya anak-anak Tanjung Medan saja, bahkan berdatangan dari kampung-kampung di luar dari Tanjung Medan. Lama- kelamaan surau Syekh Burhanuddin ini ramai dikunjungi oleh para pemuda berbagai nagari di Minangkabau ini.</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Syekh Burhanuddin di samping mengajarkan ilmu-ilmu di atas, juga mengajarkan tarekat Satariyah. Melalui pendekatan tarekat Satariyah, Syekh Burhanuddin menanamkan ajaran Islam kepada masyarakat Minangkabau. Dengan berbagai pendekatan dan kesederhanaan syekh menyampaikan ajaran Islam kepada muridnya. Pada tahap awal Syekh Burhanuddin langsung menyampaikan pelajaran kepada muridnya, tetapi setelah muridnya bertambah banyak syekh mengangkat muridnya yang senior sebagai guru tuo dan murid yang pintar membantunya (guru mudo). Tugas guru tuo ini untuk memberi pelajaran kepada murid-murid secara terperinci setelah syekh menyampaikan pelajaran secara umum dan guru tuo sekaligus mengawasi murid-murid dan memotivasiny untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hafalan mereka terhadap pelajaran. Sebelum guru tuo ini betul-betul bisa mandiri, dia dilatih untuk membimbing murid-murid pada sebuah surau di sekitar surau induk tersebut. Setelah dia berhasil mandiri baru dia diangkat sebagai Tuanku. Setelah itu baru dia dibolehkan kembali ke kampung halamannya. Tuanku ini nanti mendidikan surau pula di kampung halamannya, maka berkembang Islam dan ajaran tarekat Satariyah di Minangkabau ini (Duski Samad, 2003 : 19).</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Sampai sekarang kita masih melihat banyak pengikut ajaran tarekat Satariyah, mereka tersebar di berbagai wilayah Sumatera Barat. Di antara murid-murid Syekh Burhanuddin yang terkenal adalah Syekh Idris, Syekh Abdul Rahman, Syekh Chairuddin, Syekh Jalaluddin, Syekh Adul Muksin, Syekh Hasan, Syekh Chalidin, Syekh Habibullah, Syekh Sultan Khusa'I, Syekh Djakfar, Syekh Muhammad Sani, Syekh Bosai dan Tuanku Bermawi (Firdaus dkk., 2000 : 27-39)</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;">.<br /><br />Di sini dapat terlihat keinginan untuk melahirkan seorang guru pada era ini sudah ada, dimana murid-murid yang agak senior (telah menamatkan ilmu fiqh dan tafsir) diangkat sebagai guru bantu (kader) pada surau tersebut dalam jangka waktu tertentu. Apabila guru bantu tersebut dianggap mampu mandiri, baik dalam penguasaan materi ataupun memecahkan masalah yang terdapat dalam sebuah kitab, maka ia kemudian diangkat menjadi guru muda (engku mudo), kemudian guru tuo dan kemudian tuanku. Di sini baru dia memiliki otoritas penuh untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama pada murid-muridnya. Proses ini berlangsung cukup lama. Setelah dia mempunyai otoritas penuh untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama barulah dia dibolehkan pulang ke kampung halamannya untuk mendirikan surau baru.</span></span><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Apabila dibandingkan dengan metode pendidikan modern, sesungguhnya metode pendidikan surau memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya, pada kemampuan menghafal muatan teoritis keilmuan. Kelemahannya, kemampuan dalam memahami dan daya analisis kritis siswa terhadap teks kurang. Barang kali di sini letak kekeliruan dalam metode pendidika, sehingga mereka banyak yang membaca dan menghafal isi suatu kitab, tetapi dia tidak bisa menulis apa yang dibaca dan dihafalnya.</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Dalam mengajarkan ilmu keagamaan di surau, guru menggunakan metode sorogan dan pendidikan halaqah . Materi pendidikan yang diajarkan pada awalnya masih diseputar belajar huruf hijaiyah dan membaca al-Qur'an, di samping ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti ke-imanan, akhlak dan ibadat. Pelaksanaan pendidikan di surau pada umumnya dilaksanakan pada malam hari (Deliar Noer, 1983 : 95).</span></span></span> Lama pendidikan pada masing-masing jenjang tersebut tidak ditentukan. Seorang siswa bisa melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi apabila dia bisa menguasai materi-materi yang diajarkan pada tingkat pertama dengan baik. Bahkan adakalanya seorang siswa yang telah menamatkan mempelajari al-Qur'an sebanyak dua atau tiga kali baru ia berhenti dari pengajian al-Qur'an.<br /><br />Setelah menamatkan kedua jenis pendidikan di atas, kemudian siswa diperkenalkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, yaitu pengajian kitab. Materi pendidikan pada jenjang ini meliputi: ilmu sharaf dan nahwu, ilmu fiqh, ilmu tafsir dan ilmu-ilmu lainnya. Cara mengajarkannya adalah dengan membaca sebuah kitab Arab dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Setelah itu baru diterangkan maksudnya. Penekanan pengajaran pada jenjang ini adalah pada aspek hafalan. Agar siswa cepat hafal, maka metode mengajarnya dilakukan melalui cara melafalkan materi dengan lagu-lagu tertentu. Pelaksanaan pendidikan untuk jenjang pendidikan ini biasanya dilakukan pada siang dan malam hari. Referensi yang dipakai oleh para guru, pada mulanya mengacu pada kitab tertentu. Setelah para ulama Minangkabau kembali dari timur Tengah baru berbagai referensi digunakan. Hal ini disebabkan karena pada tahap awal, susah mendapatkan kitab-kitab Arab tersebut, baru setelah para ulama kembali dari Timur Tengah mereka membawa kitab-kitab baru dari Arab, Mesir dan sebagaiya. Surau setelah berubah menjadi lembaga pendidikan keagamaan Islam dan tarekat, maka surau terus berkembang dengan pesat. Setiap ulama di Minangkanbau memiliki surau tersendiri, baik sebagai tempat pelaksanaan pengajaran agama maupun tarekat. Pada era ini, perkembangan tarekat menemukan dan momentumnya, sehingga dapat dikatakan eksistensi surau bukan saja menunjukkan suatu jenis lembaga pendidikan masyarakat, akan tetapi lebioh dari itu menunjukan bentuk tarekat yang diatur oleh suatu komunitas masyarakat Islam Minangkabau. Pada era ini surau susah membedakan antara tempat praktek tarekat dengan surau sebagai lembaga pendidikan. Setiap surau di Minangkabau memiliki otoritasnya tersendiri, baik dalam praktek tarekat maupun penekanan cabang ilmu-ilmu keislaman.<span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br />Di Minangkabau ajaran tarekat ini mempunyai daya tarik tersendiri, seperti kesederhanaan pengikutnya, pendekatannya persuasif (tidak dengan kekerasan), gurunya banyak yang "keramat", sehingga tarekat mendapat tempat di hati masyarakat. Walaupun demikian tarekat juga mempunyai kelemahan, seperti ada yang tidak melarang praktik-praktik singkretis yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Minangkabau. Seperti pelaksanaan adat yang bercampur baur dengan khurafat dan bid'ah. Contohnya menyabung ayam, berjudi, memakar kemenyan waktu berdoa, percaya pada ajimat dan sebagainya. Akan tetapi ada juga guru tarekat yang melarang perbuatan yang bertentangan dengan agama, sering dilakukan oleh kebiasaan orang Minangkabau seperti berjudi, minum tuak dan sebagainya. Guru tarekat tersebut adalah Syekh Abdur Rahman dari surau Batu Hampar, Payakumbuh. Syekh Abdur Rahman berupaya menyadarkan masyarakat dengan memakai metode persuasif, yakni dengan bersama-sama para ulama, pemuka adat untuk mengajak masyarakat meninggalkan praktek adat yang bercampur dengan khurafat dan bid'ah. Dengan cara ini dia, berhasil menyadarkan masyarakat. Keberhasilan ini membuat surau yang didirikan oleh Syekh Abdur Rahman menjadi ramai dikunjungi oleh murid-murid dari berbagai daerah, bahkan tidak hanya masyarakat Minangkabau saja yang belajar di sini, tetapi juga dari Jambi, Palembang, Bangka dan sebagainya.</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Meskipun Syekh Abdur Rahman berhasil menyadarkan masyarakat di daerah Payakumbuh, tetapi di daerah Agam, malah sebaliknya (Sanusi Lathif, 1988 : 58-61).</span></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Tuanku Nan Tuo dengan murid-muridnya yang punya otoritas keilmuan figh, lebih menekankan agar syariat harus diamalkan oleh masyarakat yang sudah beragama Islam. Masyarakat yang sudah mengkristal kebiasaan menyabung ayam, berjudi, merampok, mencuri dan sebagainya, sulit untuk disadarkan bahkan mereka melakukan protes dengan berbuat sewenang-wenang terhadap yang dilarang agama tersebut. Hal inilah yang membuat Tuanku Nan Tuo melakukan gerakan pemurnian, membersihkan masyarakat dari khurafat, tahayul dan bid'ah tersebut dan mengajarkan bagaimana seharusnya hidup sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW.</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br />Sikap antara kaum adat yang ingin mempertahankan tradisi lamanya yang khurafat, bid'ah, tahayul dan singkretis dengan sikap para ulama yang ingin membersihkan amalan masyarakat dari khurafat, bid'ah, tahayul dan singkretis ini menimbulkan polemik keagamaan yang lama kelamaan semakin meruncing, terutama sekembalinya para ulama Minangkabau dari Mekkah pada awal abad ke 19 M. yaitu Haji Sumaniak, Haji Miskin dan Haji Piobang. <span style=""> </span>Polemik ini semakin mengkristal, sehingga para ulama yang ingin memurnikan ajaran Islam memakai atribut pakaian putih dan kaum adat dan termasuk ulama yang tetap mempertahankan adat yang bercampur dengan khurafat, tahayul, bid'ah dan singkritis memakai pakaian hitam-hitam. Sikap-sikap ini yang memicu munculnya gerakan Padri.</span></span><br /><br />Gerakan Padri, merupakan pergerakan keagamaan yang terinspirasi oleh gerakan Wahabi. Pada mulanya gerakan Padri ini -yang dipelopori oleh Tuanku Nan Tuo - ingin menerapkan syari'at Islam secara murni, tetapi mendapat reaksi oleh kaum adat. Ini membuat Tuanku Nan Tuo beserta murid-muridnya menjalankan dakwahnya dengan keras bahkan mereka turun ke masyarakat untuk melarang orang melakukan judi, menyabung ayam, dan sebagainya. Ditambah lagi dengan datangnya 3 orang haji dari Mekkah pada tahun 1803 yang melihat bagaimana kaum Wahabi dalam memerintahkan masyarakat untuk meninggalkan perbuatan tahayul, khurafat dan bid'ah tersebut. Dengan membawa semangat pembaharuan dan pemurnian yang dibawa oleh Wahabi ini, mereka berupaya untuk mengikis habis khurafat, bid'ah dan tahayul dari masyarakat Minangkabau. Upaya ini dilakukan baik melalui pelaksanaan pendidikan salaf di surau-surau, maupun langsung berdebat secara frontal dengan kaum adat. Upaya dakwah yang demikian kurang disenangi, bahkan mendapat tantangan keras dari kaum adat yang berfikiran ortodoks.<span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Schrieke membantah bahwa gerakan Padri itu sama dengan gerakan Wahabi. Dia menjelakan bahwa gerakan Padri menentang lembaga-lembaga sosial yang sudah ada sejak dulu. Menurutnya kaum Padri ingin menerapkan hukum Islam dan warisan sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Mereka menyebarluaskan ajaran-ajarannya dengan "kekerasan". </span></span></span> <span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br />Pendapat penulis, memang gerakan Padri tidak sama dengan gerakan Wahabi, tetapi secara tidak langsung pengaruh dari paham Wahabi itu bisa terjadi melalui tiga orang haji (H. Miskin, Piobang dan Sumaniak). Pengaruh dari dalam juga sangat berarti dalam gerakan ini, seperti di surau Tunku Nan Tuo lebih menekankan pengajaran fiqh (hukum Islam). Jadi keinginan untuk menjalankan syariat secara benar itu berpengaruh kepada pikiran murid-murid Tunku Nan Tuo. Jadi pertermuan antara faktor dari dalam (otoritas keilmuan fiqh) dan faktor dari luar (paham Wahabi) membuat gerakan Padri menjadi aktif (B.O.J Schrieke, 1973 : 60-61).</span></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Terbentuknya gerakan Padri ini, setelah Tuanku Nan Renceh bergabung dengan Tuanku Nan Tuo dan H. Miskin serta para ulama yang sepaham dengan keinginan melakukan pemurnian terhadap ajaran Islam dan ingin menerapkan hukum Islam di masyarakat. Akan tetapi gerakan ini setelah mendapat dukungan dari Harimau Nan Salapan, semakin berani. Bahkan mereka melakukan pembakaran terhadap kampung yang masyarakatnya tidak mau menerapkan hukum Islam dan meninggalkan kebiasaan berjudi, mengadu ayam dan sebaginya. Hal ini membuat Tuanku Nan Tuo kurang simpati kepada gerakan Padri ini dan tidak mau menggunakan pengaruhnya dalam gerakan Padri ini.</span></span><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br />Pertikaian antara kaum adat dengan para ulama ini mengarah kepada peperangan dan saling merebut wilayah kekuasaan. Sewaktu kaum adat terdesak, mereka minta bantuan kepada pihak Belanda. Inilah yang menyebabkan kaum Padri menghadapi dua lawan. Kaum adat dan kolonial Belanda. Yang akhirnya kaum Padri mengalami kekalahan. Walaupun mereka mengalami kekalahan tetapi semangat nasionalisme akhirnya tumbuh bagi kaum Padri dan bahkan oleh kaum adat sendiri.</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Setelah berakhir Perang Padri dan Belanda menjajah Minangkabau, maka eksistensi lembaga pendidikan surau mengalami kemunduran. Akibatnya banyak surau yang terlantar dan kehilangan syekh karena banyak yang dibunuh oleh Belanda dalam peperangan. Berdasakan hal demikian agaknya mendorong orang tua mengirimkan anak-anaknya ke tanah suci yang tidak hanya untuk naik haji saja tetapi juga untuk belajar agama. Bahkan ada yang tinggal di sana sebagai guru dan imam di Mesjidil Haram, seperti Syekh Ahmad Khatib. Melalui Syekh Ahmad Khatib inilah muncul gerakan pembaharuan tahap ke dua di Minangkabau . Ia menyebarkan ide-ide pembaharuannya langsung dari tempat tinggalnya di Mekkah. Ide-ide Ahmad Khatib di salurkan ke Minangkabau terutama melalui murid-muridnya yang kembali ke Minangkabau. Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah Syekh Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Syekh Haji Abdullah Ahmad, Syekh Haji Thaib Umar, Syekh Haji Djamil Djembek, Syekh Haji Ibrahim, Musa dan Abdullah Abbas . Mereka ini kelak dikenal sebagai ulama Kaum Muda. Pembaharuan yang dihembuskan Ahmad Khatib pada intinya ingin menghapuskan segala macam taqlid yang membabi buta terhadap tradisi yang dianutnya selama ini.</span></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br />Gerakan pembaharuan tahap ke dua ini dijiwai oleh semangat baru dan kebangkitan baru. Ide-ide nasionalisme dan pengungkapan-pengungkapan buah pikiran dengan jalan langsung dan tegas. Syekh Haji Thaher Jalaluddin adalah tokoh dibalik pembaharuan dan semangat ini. Sumber dari pembaharuan dan semangat ini adalah dari Mesir . Gerakan Kaum Muda di Minangkabau mendapat inspirasi dari dua kota peradaban Islam, Mekkah dan Mesir. Masing-masing dipengaruhi oleh Ahmad Khatib dan Thaher Jalaluddin. Inti dari gerakan modernisasi Kaum Muda adalah menuntut suatu sikap beragama yang rasional dan tidak hannya mengekor pada fatwa-fatwa yang tidak jelas sumbernya. Sebagai basis pergerakan Kaum Muda mendirikan sekolah-sekolah agama. Pendirian sekolah ini ditujukan untuk memodernisir sistim pendidikan tradisional Islam (surau) yang selama ini dirasakan kaku dan statis juga ditujukan untuk membina kader-kader ulama .</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Bentuk sekolah agama yang didirikan berbeda gaya dan metodenya dengan sekolah agama yang ada sebelumnya. Perbedaan tersebut antara lain pada sekolah yang didirikan Kaum Muda yang mempergunakan sistim klasikal hampir mirip dengan sekolah milik pemerintah Belanda. Kecuali metode belajar mengajar yang dipergunakan tidak lagi menuntut supaya murid menerima apa saja yang disampaikan guru sebagaimana yang berlaku pada pendidikan tradisional. Tetapi memberikan kesempatan pada murid untuk berperan dan bersikap kritis serta logis dalam mengikuti pelajaran. Dalam prose interaksi belajar mengajar buku juga dipergunakan sebagai bahan sumber. Kurikulumpun disesuaikan dengan kurikulum pendidikan Islam modern yang tidak terfokus pada pendidikan agama saja, melainkan juga menyangkut masalah umum seperti bahasa Belanda, matematika, ekonomi, sejarah dan geografi .</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br />Dalam hal ini Syekh Abdullah Ahmad memprakasai berdirinya "Syarikat Oesaha" di Padang. Kemudian "Syarikat Oesaha" ini mengambil inisiatif untuk HIS Adabiah pada tanggal 23 Agustus 1915 di Padang . Madrasah ini merupakan pelopor perubahan dan pembaharuan yang pertama kali dilakukan tidak hannya di Minangkabau melainkan juga di Indonesia dalam bidang pendidikan Islam dari sistim halaqah ke sistim kelas. Di samping itu HIS Adabiah ini berbeda dengan HIS yang didirikan pemerintah Hindia Belanda. HIS Hindia Belanda hanya untuk kalangan bangsawan dan pegawai Hindia Belanda, sedangkan HIS Adabiah terbuka untuk umum sejauh dapat membayar uang pendidikan yang tidak begitu mahal. Oleh karena itu, kalangan pedagang sangat suka dengan madrasah ini sehingga mengirimkan anak-anak mereka untuk bersekolah ke HIS Adabiah. Mengiring pendirian HIS Adabiyah (Mahmud Yunus, 1985 : 71).</span></span><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Pembaharuan yang dilakukan oleh Syekh Abdulah Ahmad ini tidak hanya di bidang kurikulum, metode mengajar dan sistem halaqah, tetapi juga perubahan dari segi biaya pendidikan. Selama ini di surau murid-murid tidak membayar uang pendidikan kepada syekh dan murid-murid mendatangi rumah-rumah penduduk untuk mendapatkan sedeqah, infaq dan zakat masyarakat sekitar surau, maka pada madrasah HIS Adabiah ini murid-murid harus membayar kepada lembaga pendidikan, walaupun tidak mahal. Ternyata ini mendapat dukungan dari masyarakat Padang, terutama para pedagang. Barangkali dari sinilah mulai dilakukan pungutan oleh sekolah (khusus di Minangkabau). Sampai sekarang masih dilakukan pungutan di sekolah-sekolah walaupun sudah dibantu oleh pemerintah.</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Perubahan ini terjadi menurut Azyumardi Azra, karena terjadinya perubahan sistem pendidikan agama dan ditambah dengan perubahan-perubahan ekonomi yang dilancarkan pemerintah kolonial . Ini merubah watak dasar orang siak dan surau. Orang siak yang pada masa kejayaan surau belajar agama dari satu surau ke surau lain dengan biaya yang diperoleh dari sedekah umat, kini terpaksa menjadi madrasah modern atas biaya keluarga.</span></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br />Perubahan yang mendasar ini membawa dampak yang besar terhadap eksistensi surau di tengah-tengah masyarakat. Sebelumnya orang siak mempunyai jalinan hubungan yang kuat dengan masyarakat, mereka saling membutuhkan keduanya. Orang siak membutuhkan bantuan biaya pendidikan dari masyarakat, sementara masyarakat memerlukan orang siak untuk mengajarkan agama, menjalankan upacara-upacara keagamaan di nagari dan kembali ke kampungnya untuk menjadi guru agama – dengan mendirikan surau baru—setelah menyelesaikan pelajarannya di surau gurunya.</span></span><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Kemudian Syekh Haji Thaib Umar mendirikan Madrasah agama di Sungayang, Batusangkar dengan nama Madrasah School (sekolah agama). Meskipun sekolah ini berjalan dengan baik dan lancar, namun hannya diadakan satu kelas saja sebagai tangga untuk mengkaji kitab-kitab besar seperti tingkat tinggi pada pengajian kitab pada lembaga pendidikan tradisional. Kitab-kitab besar yang dimaksud adalah buku-buku yang tebal yang belum pernah dipelajari pada tingkatan sebelumnya. Pada tahun 1931 diubah lagi namanya menjadi Aljami'ah. Sekarang sekolah ini masih berdiri dengan nama Hidayah Islamiah. Kemudian pada tanggal 10 Oktober 1915, Zainuddin Labai El Yunusiyah mantan murid Syekh Abdullah Abbas mendirikan sekolah Diniyah di Padang Panjang. Sekolah ini merupakan lembaga pendidikan Islam yang memasukkan mata pelajaran umum ke dalam kurikulumnya sebagaimana yang dilakukan sekolah Belanda. </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br />Selain yang telah disebutkan itu, masih ada lagi lembaga pendidikan Kaum Muda yang perlu diketengahkan, yakni Sumatera Thawalib. Bagindo Rasyad yang baru kembali dari Eropa pada tahun 1915 memprakarsai rapat umum di Padang Panjang. Pemikiran yang diberikan tokoh ini adalah pentingnya organisasi. Pemikiran ini mengilhami para pelajar Surau Jembatan Besi Padang Panjang berfikir tentang usaha mendirikan organisasi. Dari ide tersebut lahirlah organisasi yang disebut "Perkumpulan Sabun", karena organisasi ini memenuhi kebutuhan sehari-hari para pelajar dari menjual sabun. Aktivitas organisasi ini berkembang secara pesat hingga mampu menggaji para guru yang mengajar di surau. Tahun 1918 organisasi ini berubah menjadi Sumatera Thawalib. Sumatera Thawalib mempunyai corak tersendiri di samping sebagai pembawa aliran baru dalam rangka memodernisasi Islam di Minangkabau. Selain itu Sumatera Thawalib juga mempunyai hubungan langsung dengan puncak kesadaran nasional di Minangkabau (Samsul Nizar, 2005 : 71-73).</span></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Langkah-langkah Kaum Muda dalam menyebarkan ide-ide pembaharuannya mendapat reaksi dan tantangan yang cukup keras dari kalangan ulama-ulama tradisional yang ingin mempertahankan keadaan lama yang dipandang sudah mapan.kelompok penentang inilah yang disebut dengan Kaum Tua. Pangkal pertentangan itu adalah dalam soal tarekat yang kemudian berkembang hingga persoalan-persoalan khilafiyah, seperti melafazkan ushalli ketika akan memulai shalat, mentalqinkan mayat, wajib ru'yah dan haram hisab, membaca barzanji dengan berdiri dan lain-lain yang berhubungan dengan syari'at dan ibadah.</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br />Polemik mengenai tarekat timbul sejak awal abad ke dua puluh. Yaitu ketika timbulnya kecaman-kecaman terhadap Tarekat Naqsabandiyah yang berkembang di Minangkabau keika itu. Ulama tradisional (Kaum Tua) bangkit untuk menangkis kecaman-kecaman Kaum Muda akibatnya debat polemik yang berkepanjangan. Debat polemik yang terjadi melibatkan banyak tokoh dan mempergunakan bermacam dalil untuk itu pada gilirannya melahirkan kepustakaan yang menjadi "Mutiara" yang tinggi bagi generasi berikutnya. Hikmah penting yang dapat diambil dari polemik itu bagi kita adalah analisa keislaman tumbuh subur di antara dua kelompok yang berseteru. Dampaknya adalah untuk merangsang orang Minangkabau untuk menggali Islam secara mendalam.</span></span></span><span style="font-size:85%;"><br /><br /><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;">Murid dalam menuntut ilmu di surau tidak dipungut bayaran apapun, termasuk uang sekolah, uang asrama, atau uang makan. Oleh karena itu murid yang disebut juga dengan orang siak jarang sekali memberikan uang kepada syekh, walaupun ada diberikan pihak keluarga dengan ikhlas.</span></span><span style="font-family:Georgia;"> <span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;">Untuk biaya hidup bagi murid (orang siak) berasal dari masyarakat kampung yang berada di sekitar surau tersebut. Biasanya dijemput sendiri oleh murid atau diantar oleh masyarakat sekitarnya. Dalam menunjang pemenuhan kebutuhan orang siak, masyarakat kota yang berdekatan dengan surau juga ikut berpartisipasi. Misalnya jasa masyarakat Pariaman terhadap murid-murid syekh Burhanuddin di Ulakan, masyarakat kota Payakumbuh terhadap murid-murid yang belajar agama di Parabek dan sekitarnya.</span></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Setiap hari Minggu masyarakat mengantarkan beras, sayur dan kebutuhan pokok lainnya dengan pedati. Orang siak (murid) yang datang dari negeri jauh biasanya setiap hari Kamis menyebar ke negeri-negeri sekitar surau dengan membawa buntil (kantong beras seperti karung terigu), dan sore harinya mereka kembali dengan buntilan beras dan uang untuk biaya seminggu.</span></span><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Masyarakat memberikan zakat, sadaqah, infaq dan sebagainya kepada <span style=""> </span>murid-murid (orang siak atau pakiah) dan bahkan kepada syekh yang mengajar dan memberi ceramah di surau tersebut. Masyarakat senang memberikan sedeqah, infaq dan berzakat kepada syekh atau murid-murid surau, karena mereka butuh bimbingan dan syekh dan waktu-waktu tertentu mereka memanggil syekh atau orang siak untuk berdo'a di rumah mereka.</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Masyarakat mau berzakat kepada murid-murid surau (orang siak/pakiah), karena pakiah ini termasuk dalam golongan asnaf yang delapan. Yakni orang-orang yang berhak menerima zakat, di antaranya fakir atau pakiah dalam istilah Minangkabau. Di samping itu mereka membutuhkan pakiah/ orang siak ini untuk mengajar anak-anak mereka mengaji dan berdo'a serta untuk upacara-upacara keagamaan di nagari mereka.</span></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br />Yang dinamakan golongan fakir ialah orang yang tidak berharta dan tidak dapat bekerja. Oleh sebab itu barang siapa yang dapat bekerja, maka yang demikian itulah yang mengeluarkannya dari sifat kefakiran yakni bukan disebut orang fakir lagi. Jikalau seseorang yang sedang memperdalam ilmu pengetahuan terhalang untuk ia bekerja, maka ia dianggap sebagai seorang fakir, karena dia dianggap tidak mampu untuk bekerja. Dia tidak ada waktu untuk bekerja, karena waktu dan pikirannya terpusat untuk memperdalam ilmu pengetahuan. Dengan demikian murid-murid yang belajar di surau ini berhak menerima zakat.</span></span></span><span style="font-size:85%;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Di samping itu murid-murid tersebut juga tergolong ke dalam fi sabilillah. Kata ' sabilillah" yang terdapat dalam surat At-Taubah ayat 60, menurut ahli fiqh tradisional ialah para pejuang yang berperang di medan peperangan. Pemahaman terbatas "sabilillah " ini membuat masyarakat kurang berani menggunakan zakat untuk keperluan pendidikan. Menurut pendapat Muhammad Jamaluddin Alqasimi bahwa sabilillah yang berhak menerima zakat adalah semua amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Yang dapat mengokohkan kelangsungan agama-Nya dan syariat-Nya. Umpamanya untuk pendirian surau, madrasah, pembelian buku-buku (kitab) ilmu pengetahuan yang membantu melaksanakan usaha-usaha kebaikan, rencana-rencana kebaktian yang sebenarnya amat banyak macamnya.</span></span><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br />Berdasarkan penjelasan di atas, maka zakat dapat juga diberikan kepada orang-orang yang sedang membangun sarana dan prasana pendidikan seperti surau, beli buku-buku referensi di lembaga pendidikan tersebut, alat media dan sebagainya. Pada prinsipnya untuk menunjang pelaksanaan pembelajaran.</span></span> <span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;">Dari data yang kita kemukakan di atas, biaya pendidikan surau merupakan swadaya dari masyarakat setempat. Tidak ada mendapat subsidi dari pemerintah. Akan tetapi murid-murid yang dihasilkan dari surau ini dapat diandalkan dan mandiri. Setelah tamat mereka dari surau yang diajarkan oleh syekh, mereka dapat diangkat menjadi tuanku dan mampu mendirikan surau baru sekaligus menerima murid-murid pula di surau yang dibangunnya tersebut. Bahkan masyarakat beramai-ramai membantu membangun surau baru tersebut. Barangkali berbeda dengan alumni lembaga pendidikan madrasah sekarang yang belum mampu mandiri mengajarkan ajaran agama kepada murid-murid.</span></span><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;"> Pada perkembangan selanjutnya – setelah berdiri madrasah Adabiah—biaya pendidikan yang selama ini dibiayai oleh masyarakat, sekarang dibiayai keluarganya (orang tua, mamak dan sebagainya). Ini disebabkan karena terjadinya perubahan pada sistem pendidikan surau dan perubahan yang terjadi pada perekonomian rakyat oleh pemerinatah Hindia Belanda. </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"><span class="fullpost"><span style="font-family:Georgia;">Selanjutnya terjadi lagi perkembangan tentang biaya pendidikan ini. Pada surau Jembatan Besi Padang Panjang, para pelajar yang menuntut ilmu di surau ini mendirikan perkumpulan (prganisasi) semacam koperasi untuk menggaji para gurunya di surau. Organisasi ini berkembang menjadi Sumatra Thawalib.</span></span></span></span></div>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7413728137120037400.post-48878590571558337232011-02-08T03:37:00.000-08:002011-02-08T03:41:11.020-08:00Peran Politik Ulama Tarekat Syattariyah Minangkabau<span style="font-size:85%;">Oleh : Muhammad Ilham</span><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;"><br /><br /></span></span><div style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPLV8tOtTPeloap08gMMrpQowNrW1KxmOkAlWyrmPL-dlunx3ol2JYlmvcopTaVS43rMx_viqw6aoE4lczdj9B32VD2ORkBvLVuygS-k1-q2qFcDoAnx1-HB6ma4G-EvNlERQK-sH3LG8/s1600/1.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 80px; height: 85px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPLV8tOtTPeloap08gMMrpQowNrW1KxmOkAlWyrmPL-dlunx3ol2JYlmvcopTaVS43rMx_viqw6aoE4lczdj9B32VD2ORkBvLVuygS-k1-q2qFcDoAnx1-HB6ma4G-EvNlERQK-sH3LG8/s320/1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5571282294231552770" border="0" /></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:Georgia;">Dalam kasus Minangkabau,<span style=""> </span>peran politik yang dimainkan oleh Tuanku Ismail Koto Tuo,<span style=""> </span>anak Tuanku Aluma,<span style=""> </span>seorang<span style=""> </span>syekh Syathariyyah yang dikenal luas di Sumatera Barat) melalui organisasi Jamaah Syathariyah<span style=""> </span>adalah bentuk konkrit peran politik ulama tarekat yang aktif sekali. Beliau di Koto Tuo ini selain duduk sebagai Ketua Umum Jamaah Syathariyah selama 20 tahun,<span style=""> </span>ia berhasil menduduki kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sumatera Barat utusan Golongan Karya selama 3 (tiga ) priode. Melalui kapasitasnya sebagai Ketua Jamaah Syahariyah dan kualitasnya sebagai<span style=""> </span>khalifah tarekat Syathariyah dari ayahnya ia mampu memberikan suara berarti bagi Golongan Karya pada daerah-daerah kantong Syathariyah.<span style=""> </span>Hal yang sama juga terjadi pada daerah tingkat II yang memiliki jamaah Syathariyah banyak.<span style=""> </span>Golongan karya memberikan ruang yag secukupnya kepada ulama tarekat untuk duduk di kursi DPRD II atau paling tidak ulama-ulama dikunjungi oleh pejabat pemerintah dan diberi bantuan baik pribadi ulama itu atau suraunya. Upaya pejabat dan pengurus Golongan Karya menguasai jamaah tarekat ini ternyata efektif sekali untuk meningkatkan perolehan suaranya setiap kali Pemilihan Umum.<span style=""> </span></span></span><br /></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:85%;"><span lang="SV" style="font-family:Georgia;"><br />Perkembangan tarekat Syathariyah terus menjadi lebih kuat, ketika pemimpin tarekat Syathariyah meluaskan gerakkanya kepada gerakan sosial dan politik. Berdirinya organisasi Jamaah Syathariyah pada tahun 1970 dapat dikatakan sebagai momentum kebangkitan kaum Syathariyah di Minangkabau. Keberadaan organisasi Jamaah Syathaiyah adalah bahagian penting dari dinamika dan pergumulan kaum tarekat dalam sejarah pasang surut tarekat Syathariyah.<span style=""> </span>Melembaganya kaum tarekat di masa orde baru, khususnya Jamaah Syathariyah,<span style=""> </span>memiliki kaitan erat dengan upaya intensif mesin politik orde baru, Golongan Karya, untuk memperoleh dukungan dari jamaah tarekat. Karena, memang realitas sosial keagamaan yang cukup besar ketika itu adalah jamaah Syathariyah. Di sisi lain Golang Karya sangat membutuhkan potensi suara yang terdapat dilingkungan pengkut tarekat.<span style=""> </span>Asumsi yang sering dipakai adalah apabila satu organisasi politik mendapat dukungan dan restu dari pemuka tarekat–di Minangkabau dipanggil dengan sebutan Tuanku–hampir dapat dipastikan para pengikutnya langkah guru (Tuanku) tersebut.</span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="SV" style="font-family:Georgia;"><br /><br />Beralihnya pergerakan<span style=""> </span>kelompok tarekat Syathariyah di Minangkabau<span style=""> </span>dari murni keagamaan, kepada gerakan sosial politik adalah bahagian dari arus balik pemahaman ajaran Syathariyah yang cendrung fatalistik. Misalnya saja ketika ada ungkapan dalam tarekat <i>"bahwa hamba dimuka Tuhan, bagaikan mayat dihadapan orang yang memandikannya"</i>. Manusia dikatakan tidak memiliki daya bila berhadapan dengan kekuasaan Tuhan. Ada juga menyebut bahwa manusia tidak memiliki kebebasan untuk memilih dan mewujudkan perbuatan atau tindakkannya. Pengaruh ajaran <i>zuhd</i> ( yang sering diartikan sebagai membenci dan meninggalkan kehidupan duniawi) adalah paham yang sering juga memarginalkan kaum Syathariyah dalam dinamika masyarakat.<span style=""> </span>Kecanggungan penganut Syathariyah berhadapan dengan alam moderen yang dihembus oleh pemerintah orde baru, dengan program pembangunannya, telah dengan nyata menimbulkan perubahan berarti dilingkungan pengikut dan pemimpin tarekat.<span style=""> </span>Masalahnya disini, bukanlah semata-mata berkenaan dengan aspek doktrinal teoritis, akan tetapi ia terkait dengan pola pemahaman terhadap doktri tersebut dalam realitas kehidupan. Jejak sejarah dinamika tarekat Syathariyah di Minangkabau memiliki pasang surut sejarah.<span style=""> </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="SV" style="font-family:Georgia;"><br /><br />Perkembangan politik nasional di masa orde baru (1968-1999) yang dimotori oleh Golongan Karya<span style=""> </span>dijadikan pilihan tempat bernaung untuk memantapkan keberadaan tarekat ini. Ketika Pemilihan Umum pertama di masa Orde Baru, tahun 1971, dengan 10 partai politik, pemuka tarekat Syathariyah menetapkan pilihannya pada Golongan Karya. Golongan Karya sebagai partai pemerintah sangat berkepentingan dengan ulama dan pemuka tarekat. Kerena, memang pengaruh ulama dan pemimpin tarekat dapat diandalkan dalam mengumpulkan suara. Buah catur politik yang dimainkan Golangan Karya<span style=""> </span>dapat diterima oleh pimpinan dan penganut tarekat Syathariyah di Minangkabau dengan disetujuinya pelembagaan tarekat Syathariyah pada satu organisasi. Jamaah Syathariyah disepakati sebagai satu-satunya wadah pengamal,penganut dan semua jamaah Syatahriyah. </span><span lang="SV" style="font-family:Georgia;">Oganisasi kaum tarekat yang dinamakan dengan Jamaah Syathariyah ini kemudian berkembang luas. Sejak didirikan tahun 1970 sampai sekarang Jamaah Syathariyah sudah berdiri di beberapa daerah. Tahun 1976 Jamaah Syathariyah sudah berdii di Propinsi Riau. Tahun 1980-an Jamaah Syathariyah mensoponsori berdiri Ikatan Pemuda Syafi'iyah Syathariyah( 1986), Kesatuan Santri Syafi'iyah Syathariyah (1988). Tahun 1994 berdiri pula Ikatan Mahasiswa Syafi'iyah Syathariyah. Yurisman, dalam Gerakan dakwah Jamaah Syathariyah di Sumatera Barat 1970-1995, Tesis PPS IAIN IB Tahun 1999, menuliskan bahwa sejak akhir tahun 1995, jamaah Syathariyah mengembangkan struktur organisasinya ke tingkat kecamatan dan tingkat nasional. Tahun 1995 Jamaah Syathariyah berdri di Propinsi Riau. Tahun 1997<span style=""> </span>Jamaah Syathariyah diresmikankan Dewan Pimpinan Wilayah Propinsi Sumatera Utara. </span><span lang="FI" style="font-family:Georgia;"><span style=""></span></span></span><span style="font-size:85%;"><span lang="SV" style="font-family:Georgia;"><br /><br />Gerakan tasawuf yang muncul dalam bentuk tarekat, dalam perjalanan sejarah tidak saja mencerahkan dan menguatkan mental ruhaniyah ummat Islam, akan tetapi juga terlibat aktf dalam gerakan sosial politik. Tumbuh dan berkembang organisasi Jamaah Syathariyah, sebawai wadah berhimpun pengikut dan pengamal terkat Syathariyah di Minangkabau adalah bukti kuatnya pengaruh sosial politik dilingkungan kaum tarekat.<span style=""> </span>Beralihnya gerakan kaum tarekat dari keagamaan kepada gerakan sosial politik membawa dampak positif dan negatif. Positifnya menjadikan mobilitas vertikal kaum tarekat semangkin kuat. Misalnya duduknya Syekh tarekat sebagai anggota legislatif (DPRD II dan DPRD I) di daerah. Negatifnya, kaum tarekat menjadi kelompok yang "pemain politik" yang bukan tidak mungkin dalam bertindak tidak lagi mengikuti spirit moral ajaran tasawuf dan tarekat.</span></span></div> <span style="font-size:85%;"><br /><span style="font-family:arial;">Referensi : Duski Samad (2006)</span><br /></span>IFA dan MALIKA ILHAMhttp://www.blogger.com/profile/15576282556355868228noreply@blogger.com0