Kamis, 18 Februari 2010

Ulama dan Aliran Syattariyah di Sumatera Barat

Ditulis ulang : Muhammad Ilham


Agama Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Di mana ada nagari maka di situ ada pula mesjid. Dalam perkembangan selanjutnya di Minangkabau muncul fenomena Islam tradisionalis (kaum tua) dan Islam modernis (kaum muda). Untuk mempraktekkan cara keberagamannya, kaum tradisional melakukan dengan cara ritual tarekat. Tarekat itu antara lain, Syattariah, Naqsyabandiah, Sammaniyah, Rifaiyah. Dari keempat tarekat ini, Tarekat Syattariah dan Naqsyabandiah merupakan tarekat paling berkembang dan berpengaruh di Sumatera Barat.

Tarekat Syattariyyah merupakan tarekat paling awal berkembang dan sangat mengakar di sebagian masyarakat Minangkabau. Tarekat Syattariyyah dibawa oleh Syech Burhanuddin. Tarekat Syattariyyah merupakan satu-satunya representasi dari Islam tradisional di Sumatera Barat, sebelum munculnya tarekat Naqsyabandiyyah sekitar 1850. Dari buku kita ini bisa mengetahui sejarah awal mula berdirinya Tarekat Syattariyah, masuknya ke Indonesia dan Sumatera Barat, perkembangannya, ajarannya dan pesta-pesta agama yang dilakukakan oleh penganut.


Melalui buku ini kita akan mendapat jawaban tentang penentangan ajaran doktrin Wahdat al Wujud oleh pala ulama tradisional. Sehingga Tarekat Syattariyah di Sumatera Barat mempunyai ciri khas yakni tanpa Wahdat ai-Wujud. Penulis juga menyampaikan secara detail tentang ritual-ritual penting para penganut Tarekat Syattariyah serta ibadah yang dilakukan oleh para penganut. Pada bulan Syafar banyak masyarakat yang pergi ke Tanjung Medan, Ulakan, Kabupaten Padangpariaman. Tradisi tersebut adalah bagian dari tradisi Tarekat Syattariyah yang bersentuhan dengan budaya lokal. Tradisi tersebut disebut dengan Basapa. Semuanya bisa kita ketahui dan maknai dengan membaca buku ini.

(c) PadangKini.com/Judul Buku : Tarekat Syattariyah di Minangkabau / Penulis : Oman Fathurahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar