Rabu, 02 Juni 2010

Paradigma Pemikiran Modernisasi Islam di Minangkabau

Oleh : Muhammad Ilham

Di Minangkabau, paradigma pemikiran modernisasi Islam, sebenarnya sudah muncul semenjak lahirnya puritanisasi sebagai pendobrak pemurnian pemahaman Islam orang Minangkabau yang sinkretisme. Namun, modernisasi Islam ini lebih berkembang ketika awal abad ke-19 seiring dengan, bergeraknya kaum agama membangun sekolah-sekolah agama modern di Minangkabau. Modernisasi Islam, lebih menekankan pada pembentukan karakteristik umat Islam untuk memanifestasikan hidup dengan konteks keberagamaan yang sesungguhnya. Oleh sebab itu, diperlukan pengajaran dan sisitem pendidikan agama yang signifikan terhadap tujuan tersebut. Maka dalam modernisasi awal ini, sangat kentara terjadinya pembaharuan-pembaharuan isntitusi, organisasi ke Islaman, seperti lahirnya madrasah-madrasah dengan pola modernis dan munculnya organisasi plat form Islam. Di Minangkabau, dimulai dengan menukar sistem surau yang tardisional dengan sistem pendidikan modern, yang mengenal kelasikan, berijazah dan memiliki kurikulum yang terarah. Di Padang Panjang misalnya, surau Jembatan Besi dengan duet tenaga pengajar yakni Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul menjadi cikal bakal sekolah Thawalib. Eksistensi sekolah ini sangat berpengaruh di Minangkabau.

Pada masa modernisasi Islam awal ini, ada dua pendekatan yang dilakukan ulama untuk membangun ke Islaman umat, yakni pendekatan pendidikan dan pendekatan pergerakan. Pendekatan pendidikan; lebih tertuju pada perubahan idetional dalam generasi muda. Sedangkan pendekatan pergerakan, di dalamnya tercakup pembentukan jemaah dan institusi Islam yang progresiv, seperti organisasi-organisasi ke Islaman. Pendidikan yang dikelola oleh ulama-ulama konservatif ini, setidaknya telah melahirkan peta pemikiran ke Islaman Minangkabau sekaligus terjadinya pergeseran pemikiran Islam dari folk Islam ke modernisasi Islam. Lahirnya madrasah-madrasah modernis ini, secara langsung atau tidak langsung jelas menjadikan Minangkabau tidak lama mengalami kekosongan sistem pendidikan. Sementara itu, ulama pada masa modernisasi Islam ini terbagi menjadi dua kutup, yakni ulama kaum muda dan kaum tua. Ulama kaum muda yakni ulama-ulama modernis dan konservatif, biasanya ulama-ulama punya view oriented, dan mereka terpengaruh oleh konsep-konsep pembaruan dari luar. Sementara kaum tua, ulama yang masih bertahan dengan konsep-konsep surau masa lalu, serta masih mempertahankan tradisi ritualisasi-ritualisasi keguruan.

Bagi kelompok ulama modernisasi Islam, agama itu diaplikasikan secara realistis. Agama ditujukan untuk pemberdayaan umat secara keseluruhan. Dalam masa awal ini, konseptual itu belum sepenuhnya terkembang, karena masih terkendala oleh sistem penjajahan. Di samping itu, madrasah-madrasah yang dikembangkan hanya baru bergerak dengan sistem pendidikan yang teoritik keagamaan dan belum dilengkapi dengan skill education. Akibatnya, ketika terjadi perubahan terutama berkembangnya pasar dalam sistem ekonomi masyarakat Minangkabau, alumni surau-madrasah sulit mengikut perkembangan ini. Inilah salah satu kelemahan. Kedatangan Islam ke Minangkabau menjadikan surau sebagai tempat ritualisasi Islam, kemudian berkembang sebagai tempat pendidikan. Di institusi inilah, revilisme mpemikiran Islam pertama berlangsung di Minangkabau. Surau sebagai akademis ilmu agama orang Minang. Surau menjadi media diffusi Islam. Ulama-ulama mendirikan surau sebagai tempat penyebaran Islam. Murid-murid yang telah selesai menempuh pendidikan pun mendirikan surau di kampung halamnnya, sehingga Islam di Minangkabau cepat diakses oleh masyarakat. Sekaligus surau semakin populer sebagai media penyebaran Islam, dan yang penting adalah surau telah membentuk karakteristik masyarakat Minangkabau.

Gelombang surau ini, merupakan tonggak sejarah pemikiran Islam di Minangkabau. Dari surau ulama-ulama membangun think tank Islam. Surau menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pendidikan dan pemikiran ke Islaman orang Minangkabau. Corak dan karakteristik surau sangat ditentutakan oleh otoritas ulama surau. Ulama sebagai pemilik surau membangun tradisi suraunya secara tersendiri. Bahkan surau sangat identik dengan corak pemikiran ke Islaman seorang ulama. Otoritas keulamaan ini kentara terlihat dalam tariqat yang diamalkan oleh ulama tersebut.

Dengan tradisi tariqat ini pula sangat mudah mencari link antara surau yang satu dengan lainnya. Surau-surau yang mempunyai aliran tariqat syatariah akan berhubungan dan berkaitan secara emosional dengan penganut tariqat yang sama, begitu pula dengan surau yang menjalankan traiqat naqsyabandiah akan terus menjalin hubungan dengan surau yang sealiran dengannya. Keterkaitan aliran surau ini sangat mudah menjejaki tradisi ke Islaman yang berkembang pada surau, karena link pemikiran dan tradisi yang berkembang selalu menurut alur tradisi guru terdahulu. Tradisi guru menjadi panutan dan dikembangkan oleh murid atau pengikut-pengikut selanjutnya. Diffusi ini secara langsung atau tidak langsung telah mempengaruhi tingkat pengamalan keislaman masyarakat Pada masa ini ada dua kekuatan mendasar membangun tradisi pemikiran ke Islaman di minangkabau, pertama tradisi pendidikan surau dan kedua tradisi tariqat. Pada tradisi pendidikan surau, ulama adalah guru secara akademik, yang memberikan transfer knowledge. Yakni memberikan pengetahuan ke Islaman kepada murid-muridnya dengan sistem pendidikan kesurauan, atau dengan sistem salaf.

Ulama di Minangkabau pada masa-masa awal sangat terkait dengan tariqat. Tariqat suatu jalan menuju kedekatan dengan Allah. Tariqat di Minangkabau pertama kali di bawa oleh Burhanuddin dari setalah berguru di Aceh, kemudian suraunya di ulakan menjadi otortitas tariqat syatariah di Minangkabau. Tariqat, biasanya tidak terpaut pada guru dan murid saja tetapi sudah menyebar kedalam jemaah. Tariqat lebih banyak bersentuhan dengan bathin, dalam ritualisasinya diimami oleh ulama yang memiliki aliran tariqat baik naqsyabandiah maupun satariyah. Tariqat mempunyai ritualisasi ibadah salah satunya dinamakan dengan suluk. Di Minangkabau, ulama pertama kali mewarisi ilmunya di surau, Surau, dalam masa perkembangannya sekitar abad ke-18 dan ke-19 Masehi, merupakan laboratorium pendidikan bagi orang Minang. Ulama sekaligus pemiliki surau. Biasanya surau memiliki ciri khas ke ilmuan tersendiri, sesuai dengan ilmu yang dimiliki oleh ulama pemilik surau tersebut.

Sampai saat ini, sistem tradisional masih dijalani oleh ulama-ulama surau. Diantaranya, bisa ditemukan beberapa surau di daerah Pariaman sebagai wilayah pesisir dari alam Minangkabau. Di sini seorang ulama yang bergelar Tuanku mengajar di surau, dengan sistem yang belum berubah. Mata pelajarannya dan buku literatur yang dipakai pun masih seperti yang lama. Life style, kehidupan santrinya pun “ala” surau, yakni bermukim di surau. Santri diajak mandiri. Di samping itu, santri diperbolehkan untuk berjalan keliling untuk minta sedekah, dengan satu karung kain yang disandangnya. Di tengah masyarakat mereka di juluki oleh masyarakat dengan sebutan fakih atau orang surau. Malahan atribut mereka ini, menyimbolkan kesurauan. Di Minangkabau ulama merupakan tokoh kunci dalam membangun karakteristik Minangkabau yang berasaskan Adat Basandi Syarak, Syarak Bansandi Kitabullah. Dari segi pemikiran, ulama sebenarnya telah membentangkan pemikirannya melalui institusi pendidikan yang didirikannya sendiri, terutama sekali melalui institusi pendidikan surau. Pendidikan dalam pergerakan eksistensi ulama sekurang-kurangya telah memberikan dua sumbangsih, yakni sebagai penyebaran aliran, ajaran agama Islam, dan kedua sebagai penyebaran pemikiran ulama itu sendiri. Penyebaran pemikiran ini, kemudian menjadi cikal bakal pergerakan dan kemudian membuat link guru dengan murid tidak terputus dan dapat ditelusuri. Dalam kultur link seperti ini, sangat mempercepat penyebaran Islam dan transformasi masyarakat Minangkabau dan secara tidak langsung, mereka ini kemudian juga memiliki kontribusi sebagai penggerak ”pendulum” sejarah nasional Indonesia.

:: beberapa sumber rujukan, diantaranya Silfia Hanani (2003) dan Duski Samad (2000)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar