Selasa, 12 Januari 2010

H. Fachruddin HS. Datuk Majo Indo (l. 1905)

Pada abad ke 19 M. hidup seorang ulama yang cukup terkenal di Situjuh Batur pada waktu itu yaitu H. Husein gelar Tuanku Khatib. Istrinya bemama Hj. Putiah Fathimah. Sebagai seorang ulama, H, Husein sering memberikan ceramah agama di berbagai masjid dan surau. Dari perkawinannya dengan Hj. Putiah Fathimah, H. Husein dikaruniai dua orang anak yaitu H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo dan Makinuddin HS. Fachruddin HS Datuk Majo Indo lahir pada tahun 1906. Secara genetik, H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo merupakan keturunan "darah biru ulama". Disamping ayahnya, Tuanku Khatib, sebagai ulama yang disegani di Situjuh Batur, kakak H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo yang bernama Ismail juga dikenal sebagai ulama berpengaruh di daerahnya pada masanya.

Kakek H.
Fachruddin HS Dt. Majo Indo ini popular dipanggil "Inyiak Datuk". H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo sejak masa kanak-kanak telah diperkenalkan oleh orang tuanya serta kakekya tentang ilmu agama Islam. Ketika berumur lima tahun, beliau telah diajarkan membaca Al-Quran dan sering dibawa ayahnya pergi berdakwah ke berbagai tempat. Pelajaran agama yang dipelajari ketika H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo berumur 6 dan tujuh tahun, disamping terus belajar membaca Af-Wan, beliau juga diajari membaca Arab Melayu. Pada tahun 1916, H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo masuk Sekolah Dasar Biasa. Setelah menamatkan Sekolah Dasar Biasa ini, selanjutnya H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo belajar secara non-formal ke beberapa guru di sekitar daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1921 hingga tahun 1922, beliau belajar dengan Tuanku Mudo Hamzah di sebuah sekolah di Air Tabit. Pada tahun 1923 sampai tahun 1927 beliau berguru kepada Engku Mudo Ahmad Karung.

Orang tua H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo menginginkan anaknya untuk belajar agama Islam lebih intens ke "pusaY" agama Islam itu sendiri. Untuk itu H. Husein clan Hj. Putiah Fathimah menyuruh anaknya pergi ke Mekkah belajar ilmu agama Islam. Namun H. Fachruddin HS Dt. Majo lndo menolak tanpa alasan yang cukup jelas. Tampaknya beliau lebih suka belajar di sekolah biasa clan belajar dari satu guru ke guru lainnya di berbagai surau. Sewaktu beliau masih belajar pada Engku Mudo Ahmad Karung, H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo melangsungkan pemikahan dengan gadis sekampungnya bernama Itam. Pernikahan IN berlangsung pada tahun 1923 ketika H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo berumur 17 tahun. Pernikahan H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo dengan Itam ini fidak dikaruniai oleh Allah SWT. keturunan. Pada tahun 1925, beliau melangsungkan pernikahannya yang kedua dengan Yulinun.

Dari pernikahan yang kedua ini, H, Fachruddin HS Dt. Majo Indo dikarunia tiga orang anak yaitu Zaidar, Bakhtiar clan Nizar Fakhruddin dengan gelar Datuk Marajo. Selanjutnya pada tahun 1930, H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo kembali melakukan pemikahan untuk ketiga kalinya. Istrinya yang ketiga ini bernama Nurasanah. Mereka dikaruniai tiga orang anak yang bernama Azmi Fachruddin, Asri Fachruddin dan Asnadiar. Kemudian pada tahun 1935, H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo menikahi Bulan. Pernikahannya dengan istrinya yang keempat ini, beliau dikaruniai enam orang anak yaitu Darius Fachruddin, Wasna Basir, Faisal Fachruddin, Renaldi Fachruddin, Fakri Fackhruddin dan Muhammad Irfan Fachruddin. Disamping faktor "genetik" dimana H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo merupakan keturunan ulama, kondisi ekonomi memungkin beliau untuk memiliki istri banyak. Namun terlepas dad semua itu, latar belakang H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo beristri sampai 4 orang adalah untuk menegakkan agama Aflah melalui keturunan yang dikaruniakan kepada beliau.

Lembaga pendidikan Islam yang cukup fenomenal di Minangkabau pada abad ke-19 M. adalah Sumatera Thawalib. Lembaga pendidikan yang berasal "embrio" Surau Jembatan Besi ini berkembang secara luas di Minangkabau pada masa itu. Surau Jembatan Besi didirikan pada tahun 1914 oleh Syekh H. Abdullah Ahmad, Syekh Haji Abdul Karim Amarullah (HAKA) atau yang lebih terkenal dengan nama Haji Rasul ikut menjadi guru. Setelah Syekh Abdullah Ahmad pindah ke Padang, Haji Rasul mengantikan sebagai pimpinan Surau Jembatan Besi yang membawa banyak perubahan atau pembaharuan. Pada tahun 1915 pada Surau Jembatan Besi didirikan Koperasi Pelajar atau inisiatif Haji Habib, dan setahun kemudian koperasi itu diperluas lagi oleh Haji Hasyim. Dengan didirikannya sebuah koperasi pada Surau Jembatan Besi kelihatanlah bahwa surau tersebut mempunyai sifat terbuka dan mau menerima sesuatu yang baru, karena pengaturan koperasi sudah dipengaruhi oleh pengetahuan Barat. Tetapi karena koperasi dianggap berguna dan menguntungkan, maka gagasan pendirian koperasi itu dapat diterima. Pada waktu itu koperasi merupakan sesuatu yang baru pada lembaga yang dikelola oleh Islam.

Pada tahun 1913 Zainuddin Labai AL-Yunusi kembali ke Padang Panjang setelah menuntut ilmu dengan Syekh Abbas Padang Japang di Payakumbuh. Zainuddin Labai AL-Yunusi juga ikut menyumbangkan tenaganya sebagai guru pada surau tersebut dan tahun 1915 dia mendirikan Sekolah Diniah. Terpengaruh oleh sistem pendidikan yang dipergunakannya pada sekolah Diniah, maka dengan persetujuan Haji Rasul, Zainuddin labai AL-Yunusi mengajak pelajar-pelajar Surau Jembatan Besi membentuk suatu perkumpulan yang dinamakan "Makaraful Ichwan", untuk memperdalam pengetahuan tentang Islam dan berusaha menyelesaikan masalah Agama secara ilmiah dan persahabatan antara sesama penganut agama Islam.

Pada tahun 1918 Zainuddin Labai Al-Yunusi, Jalaluddin Thaib dan Injiak Mandua Basa merubah nama Koperasi Pelajar Jembatan Besi dengan nama "Sumatera Thawalib" dengan memperluas ruang lingkup kegiatannya. Perubahan nama ini sekaligus merubah nama Surau Jembatan Besi menjadi nama Sumatera Thawalib. Perubahan nama tersebut diilhami oleh organisasi pemuda "Jong Sumatranen Bond" yang pada waktu itu sudah membuka cabang-cabangnya, salah satunya di Bukittinggi dan Padang, sedangkan Sumatera Thawalib juga berarti Organisasi Pelajar Sumatera. Setelah Surau Jembatan Besi mengalami banyak perubahan dan pembaharuan, maka pada tahun 1918 Haji Rasul memperkenalkan sistem kelas pada Sumatera Thawalib dan semenjak itu sistem pendidikan surau yang selama ini dianut oleh Surau Jembatan Besi sudah berubah menjadi Sumatera Thawalib yang mempergunakan sistem sekolah. Sesudah sistem pendidikannya berubah, maka Haji Rasul menyusun kembali kurikulum, metode mengajar, dan buku yang akan dipergunakan pada Sumatera Thawalib dengan memasukkan mata pelajaran umum. Sementara itu Surau Parabek yang didirikan oleh Syekh lbrahim Musa yang bergerak ke arah pembaharuan dalam bidang pendidikannya yang diikuti pula oleh beberapa surau lainnya. Pada tanggal 15 Januari 1919, dengan mengambil tempat di surau Syekh Muhammad Jamil Jambek Tengah Sawah di Bukit tinggi diadakan pertemuan antara pelajar Sumatera Thawalib dengan pelajar Parabek. Hasil pertemuan ini adalah dibentuknya sebuah persatuan antara kedua pelajar lembaga pendidikan itu, yang dinamai "Sumatera Thawalib", dengan tujuan memperdalam ilmu dan mengembangkan agama Islam.

Pada tahun 1921 Syekh lbrahim Musa Prabek memperkenalkan sistem madrasah pada Surau Parabek seperti yang dilaksanakan pada Sumatera Thawalib dan semenjak itu surau Parabek sudah berubah namanya menjadi Sumatera Thawalib Parabek. Selanjutnya surau di Padang Japang, Maninjau, dan Batusangkar juga merubah nama dengan Sumatera Thawalib seperti yang dilakukan oleh Surau Jembatan Besi dan Surau Parabek. Sementara itu pengaruh Pergerakan Nasional Indonesia sudah terasa di Sumatera Barat. Pengaruh itu bukan saja di kalangan politisi, tetapi juga memasuki lembaga pendidikan yang sudah melaksanakan pembaharuan. Pengaruh ini membawa perubahan dalam memperbaiki kehidupan lembaga pendidikan di Sumatera Barat. Pengaruh Pergerakan juga masuk ke tubuh Sumatera Thawalib terutama dengan tersebarnya sekolah Sumatera Thawalib di daerah Sumatera Barat yang mendorong pelajar untuk membentuk suatu organisasi yang dapat mempersatukan seluruh pelajar. Pada tanggal 22 Januari 1922, atas undangan pelajar Sumatera Thawalib Padangpanjang diadakan pertemuan antara wakil seluruh sekolah Sumatera Thawalib. Pertemuan itu memutuskan membentuk satu kesatuan organisasi pelajar Sumatera Thawalib di bawah satu Dewan Pusat dengan cabangnya di daerah-daerah. Kesatuan pelajar itupun dinamakan Pesatuan Pelajar Sumatera Thawalib dan pusat kegiatannya terdapat di Padang Panjang. Dengan adanya organisasi pelajar Sumatera Thawalib, maka mulai tahun 1923 terlihat perkembangan baru. Sumatera Thawalib yang selama ini hanya bergerak di bidang pendidikan namun kemudian mulai ikut dan memasuki ”ranah” politik yang kemudian menyebabkan institusi pendidikan ini ditutup Belanda.

Banyak lahir beberapa cabang Sumatera Thawalib di berbagai daerah di Minangkabau seperti di Parabek Bukittinggi, Padang Japang Payakumbuh, Payo Basung, Air Tabit, Lampasi, Taram dan dibeberapa tempat lainnya. Begitu banyaknya cabang-cabang Sumatera Thawalib ini, maka diprakarsailah membentuk wadah atau organisasi Islam dengan track record Sumatera Thawalib. Organisasi Islam terSebut bernama Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) yang selanjutnya menjadi Partai Politik. Perubahan ini terjadi pada tahun 1932. Didirikannya PERMI ini mendapat tantangan yang cukup serius, iebih-lebih ketika PERMI dijadikan Partai Politik. Tantangan itu tidak hanya berasal dari ulama-ulama tua yang berpaham moder, akan tetapi juga mendapat tantangan dari salah seorang cendekiawan¬ politisi dari Sumatera Barat yaitu Muhammad Hatta.

Namun beberapa "pentolan" PERMI tidak pernah gentar. Mereka terus bergerak dan menggalang massa. Makin lama, PERMI berkembang cukup pesat dengan basis massa yang jelas yaitu murid-murtd clan simpatisan Sumatera Thawalib di berbagai daerah, tapi Payakumbuh, beberapa tokoh-tokoh pejuang Islam sering mengadakan pertemuan-pertemuan untuk membicarakan masalah perkembangan politik terutama tentang langkah-langkah menuju kemerdekaan dan masalah-masalah sosial keagamaan. Tokoh-tokoh agama tersebut antara lain : H. Zainuddin Hamidy, Nasarudhin Thaha, Arisun Sutan Alamsyah, H. Darwis Taram clan H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo. Ke lima tokoh ini sering mengadakan pertemuan di berbagai tempat sehingga mereka dijuluki lima serangkai. Lima serangkai inilah akhirnya yang mencetuskan berdirinya Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) Cabang Payakumbuh yang terkenal dengan PERMI 50 Kota. H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo menjabat sebagai ketua clan Amir Karuang sebagai sekretaris. PERMI berasaskan Islam clan kebangsaan clan berhaluan Non-Cooperative. Non Koperasi ini berarti PERMI tidak bekerja bersama-sama dengan penjajah, tidak serta dimasuki oleh dewan yang diadakan penjajah, tetapi senantiasa menanamkan kepercayaan akan harga diri untuk mengusahakan Indonesia merdeka.

Untuk mensosialisasikan visi, misi clan dinamika gerakannya, maka Pengurus Besar PERM aktif menerbitkan buku-buku clan majalah yang radikal clan progresif. PERMI juga membentuk kepanduan dengan nama Al Hilal yang berarti Bulan Sabit. Organisasi Kepanduan ini berada dibawah naungan Dewan Kepanduan Pengurus Besar PERMI. Sebagai salah seorang pengurus "inti" di Payakumbuh, H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo terus berusaha menjaga agar PERMI 50 Kota ini berkembang dan terus mensupport para pemuda agar menanamkan harga diri bangsa dan agama diatas kepentingan individu, walaupun usaha yang dilakukan H. Fachruddin HS Dt. Majo indo bersama kawan-kawannya senantiasa diawasi secara ketat oleh pemerintah kolonial Belnda.

Karena dianggap mengganggu ketertiban dan keamanan (rust en orde), maka beberapa orang pengurus inti PERMI Sumatera Barat ditangkap seperti H. Djalaluddin Thaib, Ilyas Ya'cub dan Mukhtar Lutfie. Untuk mengatasi kefakuman ini, maka disepakatilah untuk menunjuk pengganti agar PERMI tetap jalan. Atas kesepakatan bersama maka ditunjuklah H. Masoer Daud Datuk Palimo Kayo sebagai Ketua dan H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo sebagai Sekretaris yang berpusat di Padang. Setelah H. Fachruddin HS Dt Majo Indo diangkat menjadi Pengurus Besar PERMI yang berpusat di Padang, beliau kemudian terjun ke daerah-daerah untuk memberikan penerangan kepada masyarakat mengenai perjuangan ummat Islam dalam upaya membebaskan rakyat Indonesia dad penjajahan Belanda sebagaimana yang menjadi tujuan PERMI itu sendiri. Geliat PERMI ini membuat pemeeintah Belanda menjadi khawatir. Akhirnya Belanda mengeluar¬kan ultimatum yang disebut Vergader Verbond yaitu melarang rapat¬rapat walau dalam bentuk apapun. Larangan untuk mengadakan rapat ini tidak membuat ciut nyali tokoh-tokoh PERMI. Bahkan PERMI makin intens untuk mengusung beberapa isu yang memilki tendensi mendiskreditkan ummat Islam Minangkabau. Aksi-aksi yang pernah dilakukan PERMI di berbagai nagari di Minangkabau sekitar 4ahun 1930-an diantaranya menentang diberlakukannya undang-undang yang isinya tentang :

1. Ordonansi Sekolah Liar, yaitu undang-undang yang berisi tentang pembatasan dalam mendirikan sekolah-sekolah. Dalam ha1 ini bukan ordonasi tersebut yang ditolak, akan tetapi adanya upaya mempersempit clan bisa mempersulit untuk mendirikan sekolah¬sekolah yang berada diluar naungan pemerintahan Belanda.

2. Kawin Bercatat, dimana setiap orang yang siap untuk melakukan pernikahan dengan cara melalui wali hakim tidak perlu lagi melaporkan kepada pemerintah pusat (tidak pakai buku). Akan tetapi pemerintah Belanda mengusulkan setiap orang yang sudah menikah perlu mendaftarkan diri agar tercatat dalam pemerintahan pusat.

3. Guru Ordonansi, berisi tentang pembatasan guru-guru yang mengajar. Hal ini disebabkan karena banyak dari mereka yang memberikan pelajaran tentang masalah politik kepada anak didik daripada memberikan pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan umum. Undang-undang ini membuat banyak guru-guru yang menganggur.

Hasil dari rapat itu telah memberikan kesadaran yang besar kepada rakyat tentang pentingnya perjuangan politik untuk kemerdekaan. Hal ini makin lama membuat pemerintah Belanda semakin khawatir. Pada tahun 1933, korban pertama yang jatuh dalam dalam konteks perlawanan ini adalah Rangkayo Rasuna Said. Tertangkapnya tokoh pendidikan Minangkabau ini karena pidatonya yang berapi-api clan bersifat provokatif terhadap kebijakan pemerintah Belanda dalam Rapat Umum PERMI di lapangan belakang Kantor Tuan Luhak (C. Israr, Wawancara). Perkembangan politik yang cukup panas ketika itu membuat pemerintah Belanda mengeluarkan keputusan bahwa setiap memberikan ceramah atau penerangan, maka harus diberi kartu~tanda diizinkan untuk memberikan ceramah. H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo dalam penyampaian ceramah berbeda dengan tokoh-tokoh PERMI lainnya yang cenderung radikal. H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo (lebih "lunak", tapi bukan berarti beliau tidak berusaha memicu gelora sema ngat masyarakat untuk merdeka. H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo nampaknya sadar bahwa cara-cara yang lebih radikal akan membuat tujuan utama tidak akan sampai. Beliau berprinsip, seandainya perjuangan dari "dalam" (maksudnya masuk kedalam sistem yang dibuat pemerintah Belanda) memungkinkan, maka tidak salah untuk dilakukan. Hal ini terlihat ketika beliau menerima tawaran untuk menjadi anggota Minangkabau Raad yang berpusat di Padang. Minangkabau Raad merupakan suatu Badan Penasehat yang dibentuk pemerintah Belanda. Walaupun beliau berada dan masuk kedalam sistem yang dibentuk Belanda, namun H. Fachruddin HS Dt. Majo Indo tidak pernah melupakan prinsip awalnya untuk selalu menyampaikan penerangan-penerangan kepada masyarakat dalam setiap kesempatan, dalam setiap pertemuan dan acara, dimanapun beliau berada dan beraktifitas.

(c) Tim Peneliti FIBA IAIN Padang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar